Share

Phuket

Phuket, Thailand.

Thalita berdiri di anak tangga pesawat. Matanya menyisir sekeliling. Dia masih belum percaya semudah itu Arion bisa membawanya ke sini. Kali ini Arion membawanya dengan pesawat pribadi.

"Thalita! Cepatlah turun," teriak Arion dari bawah.

Thalita dengan santai menuruni tangga bak ratu. Dia bukan sedang mengagumi kekayaan laki-laki itu. Dari awal mereka berangkat, Thalita sudah membuat emosi Arion.

Terlambat bangun. Tidak mau pergi. Bahkan dia mogok makan. Thalita memang suka membangkang pada Arion. Dia selalu mencari cara untuk memancing emosi Arion.

Shitt!

Arion mendatangi Thalita dan mengangkat gadis itu seperti karung beras. Thalita meronta-ronta membuat Arion harus memukul pantat gadis itu.

Di luar bandara sudah ada supir yang menjemput mereka. Dari perjalanan sampai ke hotel mereka selalu berdebat .

"Aku ingin kamar sendiri," pinta Thalita dengan paksa.

"Tidak akan!" tegas Arion. Dia menyeret tangan Thalita mengikutinya ke kamar mereka.

"Seharusnya aku tidak ikut acara honeymoon kalian," gumam Andre seorang diri. Dia membawa kopernya mencari kamarnya.

Arion membuka kamar. Sepasang burung terbentuk dari handuk sudah menghiasi atas tempat tidur. Membuat Thalita mual. Dia membuka kamar mandi. Bathtub sudah bergenang air bertabur bunga mawar merah.

Thalita berdiri sambil melipat tangannya ke dada. Matanya tajam melihat Arion, kali ini ia tidak akan kalah. Sekamar dengan Arion membuatnya sesak nafas.

"Baik...Aku akan pindah kamar." Arion keluar kamar. Dia tidak ingin merusak mood Thalita.

Thalita tersenyum. Dia menarik tirai dengan girang. Pemandangan di balkon sangat indah. Rasanya ingin langsung berlari ke pantai itu.

Andre datang tepat pukul 8.00 malam menjemput Thalita, Arion menyuruhnya menemani gadis itu berkeliling. Thalita tidak perduli itu. Mereka mengisi perut di restoran dekat pantai.

"Kemana Arion pergi?" tanya Thalita. "Aku senang dia enggak ada. Aku hanya menanyakan saja." Thalita berkelit. Dia memesan tomyam seafood.

"Club."

"Club. Sendiri?" tanya Thalita.

"Dia mengundang kawannya untuk datang ke Phuket. Mereka sering berkumpul bersama," jawab Andre. Dia tidak terlalu suka melihat Thalita. Tapi, dia mencoba bersikap biasa.

"Aku ingin kesana."

"Boleh juga," sahut Andre. Dia lebih suka ke sana melihat wanita-wanita cantik. Dari pada berkeliling mengukur jalanan bersama Thalita.

"Tidak. Tidak...Arion akan membunuhku jika membawamu." Andre berubah pikiran.

Thalita menatap Andre. Baru kali ini mereka duduk bersama dan bicara. Yah, Ia akui Andre tampan dan sangat memegang teguh pada pekerjaannya.

"Kau tidak ingin kesana? Kau akan menyesal." Thalita belum menyerah, "Kita hanya melihat saja di mana Arion. Hanya sebentar."

Andre terpengaruh. Mereka memasuki daerah rawan Walking streat, Pattaya. Nightlife. Astagaa...Ini adalah tempat neraka.

Dari awal masuk lorong mereka sudah diseguhi wanita-wanita berbaju bikini. Thalita melihat Andre mengeluarkan air liurnya. Kedua sisi sudah berjejer cafe berbau alkohol. Wanita-wanita berbaju bikini menawarkan minuman dengan harga fantastis, sekalian membooking mereka.

Andre menatap liar pada gadis berbikini di depannya. Tubuh Andre menegang. Jemarinya merasakan payudara gadis itu padat dan kenyal.

Thalita menarik tangan Andre yang berada di atas payudara gadis itu.

"Jangan bodoh Andre! Dia laki laki, apa kau enggak bisa membedakan," ucap Thalita yang sudah terkikih.

"Oh Gosh! Shit."

Thalita menggeleng prihatin. Andre berdecak kesal. Di sini harus jeli melihat wanita, karena sangat susah membedakan. Bahkan yang kw lebih cantik dari wanita asli.

Aluna muzik yang kencang dengan penari striptis bisa dinikmati tanpa masuk ke dalam cafe. Mereka melakukannya dengan terbuka. Pantas saja laki-laki sangat menyukai Thailand.

"Kau tahu dimana Arion?"

"Tolong. Kita jangan kesana."

"Jangan khawatir kita enggak akan mengganggu," ucap Thalita merengek.

Lagi-lagi Andre tak berdaya. Mereka masuk ke salah satu bar. Tentu saja Andre tahu dimana seorang Arion akan menyewa tempat yang khusus.

Andre menunjukkan pintu. Thalita membukanya dengan ekspresi datar. Hanya sekedar melihat. Arion sedang memandang penari striptis tanpa ekspresi. Dia duduk di tengah teman-temannya. Thalita masuk berkeliling sebentar dan keluar tanpa menutup kembali pintu itu.

Arion menutupi keterkejutannya. Dia bukan takut Thalita tahu dia berada di sini. Kenapa Thalita datang ke tempat seperti ini? Arion menatap Thalita. Gadis itu mengenakan dress mini berwarna gelap. Begitu sexy.

Mata dinginnya mengekori gerak-gerik Thalita. Wanita itu sengaja memancing emosi. Damn it! Arion tidak berhenti memaki dirinya dalam hati. Ia mencoba tidak terpengaruh.

"Kau mengenalnya? Gadis itu?" tanya Davit pada Arion. Laki-laki itu tidak menjawab, ia tidak suka ada yang menanyakan Thalita dengan ketertarikan.

Andre sibuk dengan minuman alkohol yang dia pesan.Thalita berada tidak jauh dari matanya.

"Gadis itu sangat menggoda. Dia sangat sexy," ucap Davit memandangi Thalita. Disambut persetujuan teman temannya.

"Kalian mengenalnya?" salah satu teman Arion bertanya. "Kita bertaruh siapa yang akan mendapatkan dia."

"Hohooo. Tidak bisa aku yang melihat lebih dulu. Jelas dia akan jatuh kepelukanku malam ini," tutur Davit dengan mata liar.

Arion menekan gelas dalam genggamannya. Ia benar-benar dibakar rasa cemburu. Percakapan kawan-kawannya sangat menggangu. Rasa panas menjalar ke dalam sel darahnya. Ia tidak Sudi pria lain melirik, membicarakan bahkan menyentuh miliknya. Thalita miliknya.

Davit berdiri dengan gagah. Ia menghampiri Thalita. Gadis itu tersenyum padanya. Seperti mendapatkan respon. Ia mengajak Thalita menari. Tidak perlu basa-basi Thalita mengikuti kemauan Davit. Ia tahu laki-laki itu tadi duduk bersama Arion.

Arion menatap Thalita yang menari dengan Davit. Ia merasa atap ini akan runtuh di atas kepalanya. Thalita tidak pernah tersenyum seperti itu padanya. Dadanya sesak.

Arion melihat lengan Davit melingkar ke pinggang Thalita membuatnya geram. Kedua orang itu bergerak semakin dekat mengikuti alunan musik. Shit! Rahang Arion mengeras.

"Heii... Lepaskan tanganmu dari pantatku!" teriak Thalita. Laki-laki itu semakin kurang ajar. Davit tidak kuasa untuk menyentuh lekukan tubuh Thalita yang seperti gitar Spanyol.

"Jangan kurang ajar bajingan!" maki Thalita menghempaskan tangan Davit dari bokongnya.

Arion menarik lengan Thalita ke belakang badannya lalu memukul kepala Davit dengan botol minuman secepat kilat.

Andre terkejut. Arion memukul teman terdekatnya. Mengenaskan.

***

Tok! Tok! Tokk!

Arion baru saja mandi. Ia berjalan ke pintu. Setelah kejadian di bar mereka langsung pulang.

"Aku ingin tidur di sini. Bersamamu." Thalita datang mengenakan piyama. Dia tidak bermaksud menggoda. Arion terkejut.

"Jangan mencabar aku, Thalita," suara Arion frustasi. Bersama Thalita pada waktu malam membuatnya semakin tersiksa.

"Aku hanya ingin tidur di kamarmu. Bukan ingin kau menyentuhku!" tegas Thalita.

Walaupun kecewa Arion tidak bisa menolak keinginan Thalita. Dia akan melakukan apa pun untuk Thalita.

"Aku hanya minum di sana. Tidak lebih." Arion membuka suara. Mereka sedang duduk bersampingan di tempat tidur.

Thalita terdiam. Entahlah dia senang mendengar itu. Bukan berarti Thalita mulai tertarik pada Arion. Tadi, Arion melindunginya. Membuat Thalita memikirkan laki-laki itu. Dia masih takut mengingat kejadian tadi.

"Maaf... Karena aku kau memukul temanmu."

"Dia pantas mendapatkan! Ini terakhir kali aku melihatmu bertingkah seperti itu." Arion memperingatkan.

"Aku tahu." Thalita menarik selimut menutupi hingga ke dada. Dia membelakangi Arion. "Terima kasih," ucap Thalita pelan. Dia benar- benar takut saat itu. Sentuhan laki-laki tadi membuatnya shock. Dia mencoba bermain api dan terbakar sendiri.

Arion menatap belakang Thalita. Dia ingin menyentuh gadis itu. Tapi, semua lamunannya dibuyarkan. Belum waktunya. Gadis itu belum menerimanya.

***

Suara handphone Arion. Thalita terbangun. Matanya menatap sekeliling. Ini kamar Arion. Dan ia sedang tertidur dengan posisi memeluk pria itu.

Ia memeluk Arion? Tidak !

Ia melepaskan pelukannya dan menjauh dari laki-laki itu. Jangan sampai Arion terbangun.

Dia mengambil handphone Arion. Panggilan tak terjawab dari Andre, pasti Andre ingin memberi kabar tentang laki-laki yang dipukul Arion. Andre yang mengurus laki-laki itu semalam.

Untunglah dia masih tertidur. Thalita bernafas lega. Ia meletakkan handphone kembali ke atas meja.

"Dari siapa?" suara Arion terdengar.

"Ma-Maaf! Aku enggak sengaja melihat," suara Thalita gugup. Kenapa dia merasa gugup pada Arion. "Tadi Andre menelpon."

"Jam berapa sekarang?"

"Pukul lima kurang," jawab Thalita melihat kembali ke handphone itu.

"Kita masih punya waktu untuk tidur lagi sebelum pukul delapan," kata Arion. Dia menutup matanya kembali.

"Kita akan pergi jam delapan nanti?" Thalita penasaran.

"Iya...Aku sudah menyuruh Andre menyewa kapal pesiar. Kita akan berkeliling di Karabi." Arion mencelikkan matanya melihat ekspresi gadis itu. Dia tersenyum.

"Sekarang tidurlah! Aku akan membangunkanmu nanti," ucap Arion.

Thalita kembali berbaring dan menyelimutinya lagi. Dia salah, dia fikir Andre memberi kabar tentang pria yang dipukul Arion.

"Kau boleh memelukku lagi kalau kau mau." Arion bergumam dari balik punggungnya.

Dia tahu? Oh Tuhan. Betapa malunya Thalita. Wajahnya sudah merah padam. Apakah Arion tidak pernah tidur, dia selalu bangun saat Thalita terjaga.

***

Arion menyewa kapal pesiar private. Jangan tanya berapa yang dia habiskan. Menakjubkan hanya melihatnya saja. Thalita terperangah. Seumur hidup ia tidak pernah menaiki kapal pesiar seperti ini.

Arion mengenakan kaus polos dan celena sedekul. Dia berbeda. Terlihat lebih santai. Wajahnya juga berseri, padahal dia baru semalam memukul sahabat karibnya.

"Kau senang?" Arion membelai rambut Thalita dari belakang. Gadis itu berdiri di tepi sambil memegang besi pencagah. Dia memandangi lautan yang mereka lewati.

Thalita merona, dia mengangguk dan tersenyum. Andre melihat dari tingkat atas sepasang suami istri itu. Apakah Arion sedang meniru adegan Titanic? Andre tersenyum sinis.

"Selamat berbahagia Arion. Dan selamat menikmati kekacauan yang kau perbuat," gumam Andre. Dia mengangkat gelasnya ke udara seorang diri.

"Aku akan berenang." Arion membuka bajunya. Dia meletakkan di samping Thalita yang terduduk. Thalita melirik bagian tubuh Arion yang terdedah, gadis itu jadi malu sendiri.

Byurr...

Thalita memandangi Arion yang sedang meloncat di balik kacamata hitamnya sambil berjemur. Sudah lama dia tidak menyantaikan diri. Selama ini isi otaknya hanya ingin melarikan diri. Perlahan matanya tertutup.

Setelah puas berenang Arion naik. Dia tidak mau menggangu Thalita yang tertidur pulas. Ia memandangi gadis itu sangat lekat, wanita itu mengenakan kaus lengan panjang dan celana panjang bahan membuat Arion tertawa geli. Tubuhnya menutupi cahaya matahari yang menyinari Thalita.

Thalita belum juga bangun. Arion mengelilingi kapal karena bosan. Matanya tertuju pada matahari yang berwarna merah. Hampir tenggelam.

"Sudah saatnya kau memulangkan Thalita, Arion," suara Andre datang dari belakang.

Arion tidak mengindahkan Andre. Dia masih berdiri dengan tenang melihat ke depan.

"Faradita menghubungiku. Dia mencarimu," kata Andre lagi. Dia berdiri di samping Arion.

"Jangan hari ini Andre. Aku tidak mau membahas apa pun,"ucap Arion. Dia tidak mau merusak mood-nya yang sedang baik.

"Kau jangan membentuk duniamu sendiri! Thalita akan menyusahkanmu."Andre mengingatkan.

"Dia akan menjadi masalah bagimu!"

"Berhenti menyeret Thalita. Dia hidupku." Arion menarik kerah Andre dengan emosi.

Thalita melangkah mundur. Dia mendengar ucapan Andre. Tapi tidak terlalu jelas. Ia tahu Andre membencinya. Dia menjauh dari kedua laki-laki itu. Dadanya sesak.

"Kau lupa. Thalita adalah istriku!" tegas Arion menghempaskan Andre. Wajahnya frustasi.

"Lalu bagaimana dengan Fara?" Andre tidak menyerah. Baginya memberi saran yang terbaik untuk Arion adalah tugas sebagai sepupu.

"Persetan!" Arion meninggalkan Andre .

Faradita. Dia melupakan gadis itu semenjak bersama Thalita. Arion mencintai Thalita. Arion berjalan ke belakang kapal mencari istrinya.

"Thalita."

Thalita menoleh pada suara itu. Dia sedang meringkuk seorang diri di sudut jendela kaca.

"Apa yang kau lakukan?" Arion bingung mendapatkan Thalita lemas tidak bergairah.

Thalita mencondongkan tubuhnya agar bisa dekat dengan Arion."Kapan kita pulang ke Indonesia. Aku rindu suasana di sana."

Arion terdiam. Harusnya dia sadar Thalita tidak pernah bahagia bersamanya. Gadis itu jarang tertawa lepas dan bicara banyak.

"Aku ingin pulang." Thalita melanjutkan.

Arion tidak bisa berkonsentrasi. Dia belum siap berpisah dengan Thalita. Tidak! Gadis itu sekarang istrinya. Mereka tidak akan berpisah. Tapi, Arion pernah berjanji melepaskan Thalita. Apa gadis itu tidak ada sedikit pun memiliki perasaan terhadap Arion.

"Kita akan pulang." Arion mendesah pasrah.

Thalita memeluk Arion tiba-tiba. Dia mencari ketenangan dalam diri siaminya. Arion tahu pelukan itu bukan arti yang sebenarnya. Dia mengelus puncak rambut Thalita.

Thalita mengeratkan pelukannya. Arion menyukai perubahan Thalita. Ia terlalu banyak berharap mimpi indahnya menjadi kenyataan. Hidup bersama gadis ini untuk selamanya. Thalita satu-satunya yang ada di hatinya.

***

HAI JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YAHH!! TINGGALKAN JEJAK KALIAN KARENA SANGAT BERARTI BUAT AUTHOR.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Uswatunhasanah
iya....tak ape..tak ape...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status