Share

Part 7

          Ini hari kedua Clara bekerja. Ia harus membiasakan diri ia bisa membantu Audrey dengan maksimal. Ia harus membalas semua kebaikan yang telah Alvin dan Audrey lakukan kepadanya.

"Clara, bisakah kamu mengantarkan makanan ke alamat ini? Aku ada clien hari ini. Jadi aku tidak bisa mengantarnya." Ucap Audrey merasa bersalah.

"Baik, aku bisa. Hitung-hitung menambah pengalaman. Sepertinya aku sudah mulai menghafal tempat disini. Hehe."

"Kamu memang gadis yang bisa diandalkan."

                               ***

         Clara menyusuri jalanan dengan mengayuh sepedanya. Ia menikmati hari yang masih pagi. Jalanan kota masih terasa lelang, mungkin karena masih terlalu pagi. Udara disini belum terlalu berpolusi. Clara jadi ingin menghirup dengan rakus udara pagi ini.

         Clara jadi berandai-andai. Seandainya negara ini memiliki penduduk seperti Jepang, mungkin polusi tak akan separah ini. Mereka akan mengayuh sepeda ketika akan melakukan beraktivitas. Seperti bekerja, refreshing, dan pergi ke sekolah. 

         Sepertinya Clara harus menghentikan kebiasaan buruknya. Ia terus saja mengandaikan segala sesuatu. Ia harus bisa menerima apapun yang telah terjadi, seburuk apapun itu. Seperti kehilangan kedua orang tuanya.

           Clara menghela nafas pelan. Lagi-lagi ia mengingat ayah dan ibunya. Mengingat mereka membuat Clara menjadi tak bersemangat untuk menjalani hidup. Ia seperti hidup sendiri. 

           Clara menggeleng pelan. Ia harus bersyukur. Setidaknya masih ada orang yang mau menampungnya, hingga ia tak hidup di jalanan seperti beberapa waktu yang lalu. Ia harus sadar bahwa ia harus melihat ke bawah bukan ke atas.

          Clara melirik jam tangannya. Sial. Sebentar lagi ia akan terlambat. Clara mengayuh sepedanya dengan cukup kencang sampai ia tak menyadari bahwa terdapat mobil yang melintas cukup kencang di depannya.

        Ckitttt..... Brakk

          Sepeda Clara ambruk. Ia terlalu kaget mengalami kejadian yang terlalu tiba-tiba. Ia bahkan tak sempat mengerem sepeda cantiknya. Ia menatap makanan yang akan diantarkannya. Ia yakin, makanannya sudah tak berbentuk lagi. Ia jadi merutuki dirinya sendiri yang kurang hati-hati.

           Pengemudi itu keluar dari mobilnya. Ia menatap seseorang yang baru saja hampir ditabrak olehnya. Ia bersyukur, ia memiliki reflek yang sangat baik. Sehingga ia bisa mencegah kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Seperti menabrak gadis itu.

          Nathan melihat, gadis itu terlihat mengemasi barang dagangannya. Ia terlihat begitu merasa bersalah pada gadis itu.

          Nathan segera keluar dari mobilnya, kemudian menghampiri dang gadis yang masih sibuk dengan barang bawaannya. Ia tampak tak menyadari akan kedatangan Nathan.

        Nathan terpaku sejenak ketika melihat wajah gadis itu dari dekat. Ia begitu mirip dengan mendiang istrinya. Apa gadis ini yang selalu diceritakan oleh Devan? Jantungnya berdegup begitu cepat. Apa ini karena kemiripan si gadis pada mendiang istrinya sampai bisa membuat jantungnya berdegup secepat ini?

"Maaf, saya tidak sengaja. Saya akan bertanggung jawab." Ucap Nathan sopan, ia berusaha mengalihkan pandangannya dari Clara.

"Tidak apa-apa,Pak. Saya yang bersalah. Saya yang tidak berhati-hati. Saya terburu-buru , sampai saya tidak mementingkan keselamatan saya sendiri dan orang lain. Maaf." Jawab Clara sopan.

"Kamu tidak salah, saya yang salah. Saya mengendarai mobil saya terlalu cepat, sampai hampir menabrak kamu. Sesuai perkataan saya, saya akan bertanggung jawab."

"Tidak usah,Pak.. Saya merasa tidak enak jika Bapak seperti ini."

"Tidak perlu begitu. Saya akan mengganti rugi semuanya. Kamu tinggal mengatakan berapa kerugianmu."

"Anu, bukan begitu. Bukan masalah kerugian atau bukan Pak. Tapi, saya harus mengantarkan pesanan untuk pelanggan kakak saya."

"Dimana kamu bekerja?"

"Restoran Valencia."

"Restoran Valencia? Saya sering mengunjungi restoran itu. Dan kebetulan saya memesan makanan pagi ini. Apa pesanan yang kamu bawa untuk Nathaniel Gio Alvaro?"

"Benar sekali,Pak. Bagaimana bapak bisa tahu?" Tanya Clara penasaran.

"Karena orang itu saya sendiri."

"Oh. Maaf Pak. Pesanan Bapak sudah hancur tak berbentuk. Saya akan kembali untuk mengantar makanan yang baru."

"Tidak perlu. Saya bisa membelinya lagi di kantin perusahaan. Kamu tidak perlu kembali mengambilnya lagi. Ini kartu nama saya. Jika kamu terluka atau sepeda kamu rusak, kamu bisa menghubungi saya." 

"Baik,Pak."

"Kalau begitu, saya pergi dahulu."

  

        Clara hanya mengangguk. Ia mengamati orang itu dengan seksama. Pria itu sangat tampan dan bertanggung jawab. Pasti pasangannya sangat beruntung memiliki sosok pria seperti Pak Nathan. 

                               ***

         Nathan mulai menetralkan detak jantungnya yang berdetak tak karuan. Ia hanya melihat sosok yang mirip dengan mendiang istrinya, tapi mengapa ia seolah-olah bertemu dengan sang istri tercinta. 

         Gadis itu sangat baik dan sopan. Ia yakin bahwa gadis itu masih berusia sangat muda. Terlihat dari wajahnya yang masih lugu dan tingginya yang bahkan hanya sebatas dadanya. Lebih pendek dari mendiang istrinya yang selisih setinggi dagu Nathan saja. Mungkin, jika gadis itu terus tumbuh, bisa saja menyamai tinggi mendiang istrinya.

         Nathan jadi mengingat Devan. Ia selalu menceritakan bahwa ia bertemu dengan mamanya. Pasti gadis itu yang dimaksud Devan. Nathan menghela nafas pelan, setidaknya dengan bertemu dengan gadis itu, ia bisa mengobati rasa rindunya terhadap sang istri.

                             ***

         Nathan memasuki kantornya dengan terburu-buru. Walaupun ia seorang bos, tetap saja ia memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Ia tak boleh telat sedikitpun, ia ingin menjadi sosok pemimpin yang bisa dijadikan panutan bukan hanya sebatas gelar. 

       Nathan mendesah pelan. Hampir saja ia terlambat. Kurang satu menit lagi. Ia mendudukan bokongnya pada kursi kebesaran miliknya. Tubuhnya cukup lelah karena mengejar waktu.

        Baru saja ia melepaskan penatnya, tiba-tiba saja pintu terbuka. Nathan merolingkankan bola matanya malas ketika menyadari sosom yang baru saja masuk ke dalam ruangannya. Itu Jovian, sekretarisnya. Jovian masuk dengan senyuman lebar sekali. Firasat Nathan menjadi tidak enak.

"Ada apa?" Tanya Nathan judes.

"Saya sudah menemukan seseorang dibalik tikus kecil di perusahaan kita." Jawab Jovian bangga.

"Tumben, tidak biasanya kamu bekerja secepat ini."

"Anda meragukan saya? Bukankah saya adalah salah satu orang kepercayaan Anda? Jadi, tidak mungkin saya melakukan pekerjaan dengan tidak cepat."

"Baiklah. Saya percaya. Lantas, siapa seseorang dibalik tikus kecil itu?"

"Edgar."

"Edgar? Saya merasa tidak asing dengan nama itu."

          Nathan berusaha mengingat-ingat. Siapakah sosok yang bernama Edgar itu? Mengapa ia sampai berbuat demikian terhadap perusahaannya? Atau ia pernah melakukan kesalahan terhadapnya pada masa lalu. 

"Maksudmu, Edgar Emilio Grisham?"

"Betul sekali Pak."

           Nathan mengepalkan  tangannya erat. Benar dugaannya. Edgar adalah saingannya dalam dunia bisnis. Anak itu bisa melakukan apapun untuk menghancurkannya. Tapi, Nathan tak semudah itu untuk dihancurkan oleh sosok tengik seperti Edgar itu. Nathan akan membalas semuanya, seseorang yang telah membuat masalah dengannya. Tak akan ia biarkan, jika orang itu akan hidup tenang di atas pijakan kakinya.

             

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status