Share

Bentakan

"Kemana dia?" Duke Arland celingak-celinguk kanan kiri. Dia mencari seorang gadis yang menggemaskan dan lucu.

Sang Kesatria yang berada di sampingnya pun langsung menawarkan diri. "Tuan, biar saya saja yang mencarinya."

"Tidak! ayo kita cari bersama-sama," ucap Duke Arland mempercepat langkahnya seraya melihat kanan-kiri.

"Itu dia," Duke Arland berlari dengan cepat. Menerobos orang yang berlalu lalang. Dia tidak boleh kehilangan wanita itu. "Hey, Nona."

Viola dan pelayan Mia menoleh ke belakang. Sejurus kemudian, Viola kembali menghadap lurus dan melanjutkan langkahnya. Ia tak memperdulikan pria aneh di belakangnya.

"Hey, Nona. Mau kemana?" Tanya Duke Arland berbasi-basi. Langkahnya, dia sejajarkan dengan langkah Viola dan pelayan Mia. 

Sedangkan sang Kesatria ingin memuntahkan darah. Junjungannya berbicara lembut, bahkan wanita yang baru dia temui. Seumur hidupnya, junjungannya membaut benteng pertahanan. Hanya ada Lilliana dan Lilliana saja.

"Em, Nona boleh aku antar." Tawar Duke Arland dengan lembut. 

Viola menatap tajam laki-laki di sampingnya. Ia risih yang di ekori kemana-mana. "Tuan siapa? Kenapa sok dekat dengan saya?" Pekik Viola dengan kesal.

"Kenalkan, aku Duke Arland. Panggil saja Arland." Laki-laki itu memberikan hormat, menaruh salah satu tangannya di dada, membungkuk. Kemudian meraih tangan Viola dan menciumnya.

Viola menganga, ia menarik kembali tangannya. "Apa sih?"

Viola melihat sekelilingnya, untungnya tidak ada yang memperhatikannya. Dia pun menarik lengan pelayan Mia ke salah satu toko gaun demi menghindari laki-laki yang baru di anggap tak bermoral. Seenak jidatnya mencium tangannya. Padahal sudah tradisi. Namun Viola merasa risih.

"Nona, gaun ini bagus." Viola menggeleng, dia tidak suka dengan warnanya. Ya, warna kuning.

"Aku tidak suka," Viola melihat sekeliling toko itu. Ekor matanya terkunci melihat sebuah gaun berwarna biru dengan belakang leher yang berenda. Kerlap-kerlip dari gaun itu dan ke elegannya membuat Viola sangat tertarik.

"Nona ingin ini, tapi saya tidak membawa uang Nona," ujar pelayan Mia yang merasa bersalah. Dia lupa menyiapkan uang untuk kepergiannya.

"Apa?" Viola menggaruk kepalanya. Hancur sudah untuk memiliki gaun yang ia sukai.

"Jangan khawatir Nona, saya akan mengatakan tagihannya ke kediaman Duke."

"Tidak perlu," ucap Duke Arland menyela. Ini kesempatan dirinya menolong wanita di depannya. "Aku yang akan membayarnya, jadi Nona tidak perlu khawatir."

"Tidak perlu!" Ketus Viola. Ia curiga pada laki-laki di depannya. Bisa saja, nanti dia akan menjadi istri kedua atau simpanan lagi.

"Aku tulus, Nona. Aku ingin berteman dengan Nona. Jika Nona menolak, aku akan tetap membelikannya dan mengantarkannya pada ke kediaman Duke."

Viola memutar otaknya, berteman. Dia tidak berniat berteman dengan siapapun. Tapi melihat ketulusan dan kelembutannya yang ingin meminta maaf mencerminkan jika laki-laki di hadapannya orang yang baik. Tidak ada salahnya, jika dia berteman dengan laki-laki. "Baiklah, kita berteman," ucap Viola tersenyum.

Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 06.00.

Viola turun dari keretanya, lalu berjalan gontai.  Seharian ini dia menyibukkan diri di kota. Sejenak melupakan kehidupan mirisnya. Dan lagi, dia mendapatkan teman baru. Membelikannya banyak gaun dan perhiasan. Tidak ada salahnya jika ia matre sedikit saja.

"Nona pasti lelah, aku akan menyiapkan air hangat, teh hangat," ujar pelayan Milea.

"Nah, bagus itu." Ucap Viola seraya mengacungkan jempol tangan kanannya. 

"Bagaimana kalau tuan marah,  kalau Nona keluar sampai sore seperti ini?"

Viola menghentikan langkahnya, berdecak pinggang dan tertawa. "Oh, ayolah. Dia tidak akan memikirkan ku. Aku tenggelam pun, dia tidak akan bersedih."

"Viola." Teriak seseorang. Dengan langkah tegasnya, laki-laki itu menghampiri Viola dan menyeretnya masuk ke dalam.

"Viola dari mana saja kamu? Apa pantas seorang wanita bangsawan pulang jam segini?" Bentak Duke Cristin.

"Tuan Duke yang terhormat, apa salah jika saya keluar mencari udara segar," ucap Viola tersenyum simpul. Dia anggap kali ini berbicara dengan seorang patung garang.

Darah Duke Cristin semakin memanas. Sejak tahu, Viola tidak pulang dengan istri pertamanya. Hatinya mendadak khawatir, ia ingin menyuruh sang Kesatria. Tapi egoinya sangat tinggi, ia tidak mau Viola percaya diri. Apa lagi menyakiti Duchess Lilliana. 

Duchess Lilliana memang menyuruhnya mencari Viola, tapi pikirannya menolak dengan tegas. Lilliana, ia tidak ingin menyakitinya.

"Kami istri ku, jadi aku berhak tahu."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Linda Dwi Novita
nih orang kenapa sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status