Share

Pertemuan

"Oh, tidak-tidak, apa yang harus aku lakukan. Aku tidak tahu dunia apa ini? Aku tidak mengenal dunia ini, bagaimana aku bisa menjalaninya. Aku belum siap menjadi seorang istri." Helena mengusap wajahnya secara kasar. Lalu mengacak-acak rambutnya. Otaknya seakan mendidih. Dia sungguh tidak menerima semua ini. 

"Bagaimana bisa aku menjadi seorang istri yang tidak di cintai. Dhih, apa lagi istri kedua. Lelucon macam apa ini? Aku Helena si cantik, yang memang tidak ingin menikah di usia ku 20 Tahun harus terjebak di sini. Oh, bulshit, ancur reputasi ku jika seperti ini. Lalu bagaimana dengan tubuh ku di sana. Oh, Tuhan ... Kenapa aku harus terjebak di dunia aneh ini?" Helena berdecak pinggang. Dia ingin marah, tapi siapa yang harus ia salahkan?

Akhhh

Helena melambaikan tangannya secara kasar. Kemudian mengelus dagunya runcipnya, bergelut dengan pikirannya. Dia pun menuju ke arah balkom untuk mendinginkan pikirannya.

Sedangkan di luar kediaman Duke Cristin.

Kereta megah berhenti di halaman depan. Sepasang sepatu hitam pun turun satu persatu menuruni anak tangga. Lalu di susul oleh sepatu berwarna biru dengan gaun yang senada.

"Apa istri ku lelah?" Tanya Duke Cristin yang tersenyum lembut. Sinar bulan yang menerpa wajahnya, memperlihatkan wajahnya yang cantik dengan sejuta kelembutan dan menenangkan. Setiap saat jika dia lelah karena pekerjaan. Maka ia akan mendatangi istrinya, memeluknya karena hanya istrinya lah yang menghilangkan lelahnya.

Duchess Lilliana menggeleng, "Aku tidak lelah. Ayo masuk," ajaknya sambil menggenggam tangan Duke Cristin.

Sepasang sejoli itu pun bergandengan tangan memasuki kediaman Duke Cristin di iringi canda tawa.

Sedangkan di atas balkom. Helena menyaksikan semuanya, matanya tajam seakan ingin membakar kedua pasangan itu. Sejak tadi ia merenungi, mencerna semuanya. Meskipun Duchess Lilliana memperlakukannya dengan baik, tapi tidak bisa di pungkuri. Permintaannya adalah salah dengan menggunakan hutang budi. Pemilik tubuh asli, Viola justru hanya diam menerima dan pasrah meskipun di perlakukan tidak adil. Dia hanya ingin menyenangkan hati Duchess Lilliana sekaligus melunasi hutang budinya.

Sebenarnya ia juga kagum pada Duchess Lilliana yang selalu menasehati Duke Cristin yang harus bersikap baik pada Viola.

Dan tentunya kebaikan Duchess Lilliana yang mau berbagi.

"Terbuat apa hatinya Duchess Lilliana, kamu bahkan menyuruh suami mu untuk menikah lagi demi meneruskan keturunan Duke Cristin, ck. Pengorbanan yang luar biasa. Dan Viola memiliki seorang kekasih, huh. Aku harus lepas dari kediaman Duke ini."

"Tuan, Nyonya." Seorang pelayan pun memberikan hormat pada Duke Cristin dan Duchess Lilliana.

"Bagaimana keadaan nona Viola?" Tanya Duchess Lilliana. Waktu di pesta ulang tahun keluarga Viscount tadi, ia merasa khawatir meninggalkan Viola. Namun apalah daya, ia tidak bisa membantah suaminya karena ini menjadi kewajibannya menemani suaminya, apa lagi ia di undang oleh keluarga Viscount.

"Emm, tadi pelayan nona Viola memanggilkan Dokter. Katanya nona Viola sudah sadar." Jawab sang pelayan.

"Benarkah," wajah Duchess Lilliana langsung cerah seketika. Ia berlari, menaiki anak tangga menuju lantai atas. Sesampainya dia sana, ia langsung membuka pintu bercat putih itu.

"Viola!" Panggilnya seraya mengedarkan pandangannya. Viola gadis lugu dan manis yang sudah di anggap adik sendiri oleh dirinya. Ia sangat menyayangi Viola. Bahkan jika ada yang menjelekkan Viola meskipun keluarganya. Ia akan berdiri di depan Viola.

"Vio, kamu ada di ma ... "

Suaranya berhenti ketika melihat seorang gadis, memegangi pagar pembatas dengan menggunakan baju tidur. Rambutnya yang terurai terbawa oleh angin, membuat surai hitamnya itu melambai-lambai.

"Adik,"

Aku sekarang Viola, bukan lagi Helena batinnya sambil memejamkan matanya.

Ia membuka matanya, lalu memutar tubuhnya. Mengeluarkan senyuman indah di wajahnya. "Kakak,"

Ia membalas pelukan Duchess Liliiana yang memeluknya begitu erat.

"Kamu sudah sadar." Duchess Lilliana pun menangis, ia sangat takut kehilangan Viola. Ini salahnya yang tidak bisa menjaga Viola dengan baik.

"Terima kasih, terima kasih karena telah bangun. Maaf, aku tidak bisa menjaga mu dengan baik."

"Kakak tidak perlu menyalahkan diri mu, ini salah ku yang tidak berhati-hati. Maaf sudah membuat mu khawatir."

Viola melepaskan pelukan Duchess Lilliana. "Aku ingin beristirahat Kak, maaf bisakah kita melanjutkan besok pagi," ucapnya memelas. Ia merasa harus mengumpulkan mental lebih dulu.

"Baiklah, besok pagi kita akan berbincang-bincang lagi," ucap Duchess Lilliana tersenyum, ia mengelus pucuk kepala Viola dan berlalu pergi meninggalkan Viola.

Sementara di tempat lain.

Duke Cristin malah duduk dengan santai di ranjangnya, menyandarkan punggungnya dengan menggunakan bantal ke sisi ranjang. Tidak ada rasa senang mau pun sedih. Baginya Viola hanyalah istri pajangan tanpa arti apa pun di hatinya. Selamanya dia akan mencintai satu orang yaitu Duchess Lilliana, cinta masa kecilnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Khorik Istiana
Halo semua, salam kenal. Mampir yuk baca "Surat Wasiat Sang Duke" siapa tahu suka hehe ......
goodnovel comment avatar
Mersiana Handayani
berdecak pinggang? berkacak pinggang kali y thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status