Danilla mulai merupakan tubuhnya diatas ranjang kamarnya. Dia merasakan begitu sangat lelah sekali, setelah melakukan perjalanan yang begitu sangat jauh dari kota Jogja menuju kota Jakarta. Dia menghirup udara Jakarta yang sudah lama dia tinggalkan. Namun sebuah luka itu kembali menganga. Senyuman itu begitu sangat hilang. Ketika mengingat sebuah masa lalu yang menyayat hatinya. Bahkan tuduhan-tuduhan itu selalu melekat dalam dirinya. “Apa kabar dirimu? Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu juga merindukan aku?” Air mata itu pun segera turun membasahi kedua pipi Danilla. Selama tujuh bulan bersama dengan Kiano, membuat dirinya merasakan arti dicintai. Bahkan dia sudah bisa melupakan sosok lelaki yang meninggalkan dia tanpa alasan. Kenangan dan beberapa perjalanan selama 7 bulan bersama dalam status pernikahan kontrak saat itu. Dia juga merasakan bahwa Kiano adalah lelaki terbaik. Meskipun dia tidak ingin menyalahi sebuah takdir dalam kehidupannya. Dia memilih untuk pergi meningga
Di ruang tunggu, Kiano dan Vira yang terlihat begitu sangat frustasi. Mereka berdua memikirkan kondisi dari Kahfi. “Kamu harus tenang, Mas, kalau Kahfi itu pasti akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat.” Kiano yang terlihat begitu sangat frustasi. Dia tidak bisa melihat kondisi dari putranya yang harus terbaring lemah di ruang UGD. Bahkan dokter belum memberikan kabar mengenai kondisi putranya. “Bagaimana aku bisa tenang, sementara kondisinya yang terlihat begitu sangat buruk. Aku tidak bisa untuk melihat anakku dalam kondisi seperti itu.” "Semoga aja tidak terjadi sesuatu yang buruk terhadap anakmu. Dia akan baik-baik saja. Dokter pasti akan melakukan yang terbaik untuk anakmu.” Vira pun menggenggam erat tangan Kiano. Dia berusaha untuk menenangkan pria itu. * Pikiran Danilla yang tidak tenang sama sekali. Dia mengalami kegelisahan. Mendadak dia pun teringat sosok putranya. Dia seperti merasa ada sesuatu yang buruk menimpa putranya selama ini. "Apakah ini ada hubungannya dengan
"Kamu udah cari tahu kondisi dari putramu sekarang?” Danilla hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Karen. “La, mau bagaimanapun bocah laki-laki itu tetaplah anakmu. Darah yang mengalir dari tubuh bocah laki-laki itu ada darah kental dari kamu. Jadi walaupun kalian berpisah sekalipun, ikatan di antara kalian tidak akan pernah bisa terpisahkan.” “Aku sudah ikhlas melakukan semua itu Karen. Bahkan aku tidak ingin melanggar perjanjian itu. Lebih baik aku menjauh dari kehidupan anakku. Asalkan anakku bahagia dengan keluarganya.” “La, Apa kamu yakin tidak pernah merindukan anakmu itu? Apakah kamu juga tidak penasaran dengan pertumbuhan dan perkembangan anakmu itu?” Kedua mata Danilla hanya berkaca-kaca. Dia sangat merindukan putranya. Namun sebuah takdir tidak pernah menyetujuinya. Kemudian Karen pun menunjukkan sebuah akun I*******m milik Kiano. Dia menunjukkan beberapa galeri foto koleksi tentang Kiano bersama dengan anaknya. Danilla yang terlihat begitu sangat lemah sekali,
Semalaman Danilla mulai merenung. Bahkan dia tidak bisa tidur. Dia masih teringat-ingat tentang sosok putranya. Dia sangat merindukan putranya yang selama ini dia tinggalkan. "Maafkan ibumu ini, Nak.” Danilla mulai berlinang air mata. Senyuman itu pun telah pudar selama beberapa tahun terakhir ini. Dia menahan sebuah kerinduan yang mendalam. Hingga semalaman dia tertidur di atas sajadah panjangnya. Dia merasa dunianya begitu sangat sunyi dan dingin. Bahkan penuh dengan kegelapan malam yang menyelimutinya saat itu. Bibirnya terasa membeku. Dia tidak bisa memungkiri bahwa rasa rindunya begitu dalam terhadap putranya. Namun dia terjebak dalam sebuah ikatan perjanjian yang tidak bisa dia patahkan. * Di ruang rawat inap VVIP, Kiano tidak pernah meninggalkan sama sekali putranya. Dia menjaga putranya dengan baik. Dia takut terjadi sesuatu yang terhadap putranya. Sementara Vira terus menemani Kiano hingga tertidur pulas di atas sofa ruang rawat inap. Sementara Joanna dan suaminya, mereka
"Kamu yakin nggak penasaran sama anakmu?" Danilla langsung menoleh ke Karen. “Lebih baik begini sih, Ren.” Kedua mata Karen melotot ketika lihat instastory dari Kiano. “La, kamu harus lihat. Putramu masuk rumah sakit. Katanya sih menderita penyakit tipes.” Kemudian Danilla langsung merebut ponsel milik Karen. Dia melihat kondisi anaknya yang terbaring lemah di ruang rawat inap. Kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca. Dia melihat kondisi putranya lemah tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Dia ingin sekali untuk melihat putranya secara langsung dan memeluknya. Namun dia berusaha untuk menahan rasa itu. Karen memegang pundak kanan Danilla. Lalu dia mulai menatap kedua mata Danilla yang terlihat begitu sangat cemas menatap foto bocah laki-laki itu. "Aku ingin sekali berada di sampingnya! Tapi aku tidak bisa untuk melakukannya.” Kesedihan menyelimuti hati Danilla. Dia tidak ingin menyakiti wanita lain dengan kehadiran dirinya. Dia hanya ingin hidup berdamai dengan masa lalunya. M
Di kamarnya, Vira menahan isak tangisnya seorang diri. Dia masih mengingat sebuah percakapan antara Kiano dengan Kahfi. Bahkan kehadirannya tidak akan pernah bisa diterima oleh mereka berdua. Dia hanya sebatas bayangan di antara mereka berdua. Vira mengambil sebuah obat penenang dari laci kamarnya. Dia setiap hari harus meminum obat itu. Karena jika tidak pikirannya bisa sangat kacau. Dia juga merasa insecure terhadap dirinya sendiri sebagai seorang wanita. Dia bahkan tidak akan pernah bisa untuk menjadi wanita yang sempurna dan dicintai oleh suaminya. Vira berusaha untuk meredam amarahnya. Dia menelan beberapa pil obat penenang yang telah diresepkan oleh dokter. Lalu tubuhnya pun mulai meringkuk di atas ranjang kamarnya. Dia merasa dunianya sangat hancur sejak Dia memutuskan menikah dengan Kiano. “Ya Tuhan Sampai kapan aku harus bertahan seperti ini? Tapi aku tidak ingin menyerah begitu saja atau membiarkan wanita lain menghancurkan rumah tanggaku.” Vira menggumam dalam hatinya. Ai
“Pak Kiano?!” Kedua mata Karen pun langsung terbelalak melihat sosok lelaki yang ada di hadapannya itu. Dia hanya bisa menggigit ujung bibirnya. Detak jantungnya berdebar begitu sangat kencang. Rasa gugupnya terlihat begitu sangat jelas. Keringat dingin pun keluar dari ujung kepala hingga ke kaki. "Saya ada urusan sama kamu, ayo ikut saya!” “Tapi saya...” Kiano langsung menarik tangan Karen. “Pak, lepasin saya. Karena saya ada urusan lain. " Karen berusaha untuk melepaskan lengan tangan. "Kamu hutang penjelasan sama aku Karen! Kamu harus beritahu aku di mana Danilla!” "Sampai kapanpun aku nggak akan pernah beritahu Pak Kiano tentang keberadaan Danilla! Karena saya tidak mau sahabat saya terkena masalah lagi dengan keluarga bapak!” Tegas Karen. “Tapi saya berhak untuk mengetahui keberadaan dari Danilla. Sampai kapanpun dia masih istriku!” “Hah? Istri?!” Karen tersenyum kecut menatap Kiano. “Danilla cuman istri rahim sewaan bapak! Jadi kontrak dia dengan bapak itu sudah selesai,
Kiano masih menunggu Danilla keluar dari persembunyiannya. “Sampai kapanpun, aku nggak akan pergi dari sini Danilla! Aku akan nunggu kamu di sini! Walaupun kamu menolakku sekalipun! Dan aku tidak akan pernah melakukan kesalahan yang sama seperti dulu!” Danilla berusaha untuk memikirkan cara agar Kiano pergi dari sana. Dia tidak ingin sama sekali terlibat dengan masa lalunya kembali. “Aku nggak boleh begini terus! Aku nggak boleh ngebiarin dia untuk di sini menungguku! Aku tidak mau merusak rumah tangganya dengan wanita itu! Karena tugasku sudah selesai menjadi seorang wanita rahim sewaan!” Gumam Danilla. Danilla mulai memikirkan sebuah cara untuk keluar dari sana. “Aku nggak mungkin di sini terus! Aku harus segera pergi dari sini! Ya Allah bagaimana caranya aku bisa terbebaskan dari pria semacam dia?!” Pikir Danilla. * Di ruang tamu apartemen, Karen yang merasa sangat khawatir dan cemas memikirkan sahabatnya yang belum pulang. Dia berusaha menghubungi sahabatnya namun ponselnya