Takdir manusia seperti benang yang terentang tak terputus kecuali oleh kematian. Seperti sebuah sulur-sulur tipis yang teratur, meskipun milyaran benang yang ada mengarah pada ribuan kemungkinan bersinggungan dengan untaian yang lain.
Anehnya, di antara serba kemungkinan tersebut terkadang muncul sesuatu yang dibutuhkan. Misteri dari sebuah kebetulan dan pertemuan memang tidak bisa dipecahkan oleh siapa pun juga.
Pagi itu Jean sedang membenahi sebuah file imigran yang Tim ingin dapatkan statistiknya. Berdasarkan bantahan Maddox yang mengatakan jika Jimmy sudah sangat keterlaluan, Tim menjadi terusik dan bermaksud menyelidiki lebih jauh.
Laporan imigran gelap yang pernah tertangkap mereka telisik lebih mendalam dan Tim mengandalkan Jean untuk mengakses jaringan departemen imigrasi secara diam-diam, untuk mendapatkan data rahasia mereka.
Sejauh ini, Tim mendapatkan informasi jika Jimmy bukanlah nama asli dari pria tersebut.
James Arthur Ficher adalah nama asli si tua brengsek tersebut.
Jimmy tidak diketahui lahir di mana sebab akta lahir yang mereka dapatkan sepertinya hasil revisi, tapi dari daftar laporan pajak dan pencabutan visa tertera pria tersebut besar di Texas sementara orang tuanya adalah imigram berasal dari Jerman.
“Berapa banyak lagi imigran Jerman yang harus kuketahui bermasalah? Aku seperti dikutuk karena berdarah Jerman!” keluh Tim dengan kesal.
Jean tersenyum samar dan geli atas gerutuan Tim tersebut.
“Aku keturunan Israel dan keluarga yahudi sejati! Kutinggalkan semuanya sejak sepuluh tahun yang lalu. Tapi tidak peduli seberapa jauh aku meninggalkan komunitasku, selalu ada orang Israel yang kutemui sepanjang sepuluh tahun ini!”
“Aneh bukan? Kita selalu terhubung dengan sesuatu yang menjadi jati diri, di mana setengah mati ingin kita hindari.”
Jean mengedikkan bahu dan kembali memusatkan perhatian pada layar komputernya.
“Ini data sementara yang bisa aku dapatkan. Lihat grafiknya!” seru Jean.
Tim mendekat dan memperhatikan grafik tersebut dengan seksama.
“Pantas Maddox berang, Jimmy benar-benar sudah keterlaluan,” gumam Tim dengan hati geram.
“Bisakah kau mendapatkan data dua puluh tahun terakhir? Maksudku sejak Jimmy menjalankan bisnisnya?” pinta Tim.
“Itu bukan dua puluh tahun terakhir, Tim. Jimmy berkiprah di dunia ini sudah tiga puluh tahun dalam hidupnya!” cetus Jean melihat tanggal lahir dan tanggal kedatangan orang tuanya.
“Baiklah! Lakukan itu, aku ingin tahu seberapa lama manusia ini menjadi racun bagi masyarakat!”
Jean mengerakkan jarinya dengan cepat.
Keduanya terus menyibukkan diri untuk mengulik lebih lanjut lagi.
**
Segerombolan muda mudi yang baru saja turun dari bis umum itu segera berlari ke arah kasino yang ada di jalan Las Vegas Strip.
Maddox duduk di dalam mobilnya yang parkir di pinggir jalan. Mengamati beberapa orang yang tidak pernah berhenti datang. Para wisatawan yang ada di sepanjang jalan adalah manusia dengan berbagai tujuan dan latar belakang.
Ada yang datang dengan dompet tebal dan bersiap menghabiskan di meja judi. Namun tidak sedikit yang datang dan berharap keberuntungan ada di pihaknya, meski uang tidak seberapa.
Maddox menganggap mereka adalah manusia terbodoh yang pernah ada. Kerja keras sekian lama kemudian membuang uang dengan sia-sia adalah suatu kecerobohan yang fatal.
Mengenang masa lalunya yang begitu pahit, Maddox tidak pernah terlintas untuk mengacaukan hidupnya. Walau kini posisi hidupnya sangat stabil, dengan pekerjaan bagus dan tunjangan kesehatan yang bisa diandalkan, Maddox tetap tidak ingin mengambil resiko untuk bersenang-senang.
Tujuh belas tahun berlalu, Maddox tetap tidak bisa melupakan kepahitan yang pernah mengisi hari-harinya. Di mana sekerat roti adalah hal tersulit yang bisa dia dapatkan, sementara menjadi bajingan kecil adalah satu-satunya pilihan.
Panggilan di radio yang meminta patroli terdekat untuk merapat di salah satu tempat kasino terdengar, lamunan Maddox pun buyar.
“Ketololan yang terjadi setiap hari,” gumam Maddox seraya menyalakan batang nikotinnya dengan santai.
Perkelahian yang cukup parah menjatuhkan korban tiga orang. Mereka terlibat baku tembak yang menyebabkan dua wanita menjadi korban, serta seorang remaja sekarat karena peluru menembus dahinya.
Peristiwa yang seperti itu tidak pernah Maddox perhatikan. Baginya, menolong serta mengamankan orang yang ada di sekitar Las Vegas Strip adalah buang waktu.
Mereka-mereka adalah manusia yang dalam kategori Maddox tidak pantas untuk mendapatkan bantuan.
“Buat apa aku menyelamatkan orang yang datang untuk menjadi penjahat kecil? Mereka menerima karmanya sendiri!”
Itu adalah alasan Maddox malas mengurusi hal-hal seperti perkelahian barusan.
Tahun 2010 ini Maddox cukup jarang mendapatkan kasus yang besar.
Karena begitu banyak waktu luang, dirinya seringkali menyelidiki beberapa hal yang selama ini terlihat baik-baik saja.
Ternyata penemuan demi penemuan ajaib pun berhasil dia temukan. Beberapa pihak mulai terlihat resah dan gelisah, Maddox benar-benar ancaman untuk mereka.
Ponselnya berbunyi dan Maddox melihat nama pemanggil, Jean Lockey.
“Ya.”
“Ke kantor, sekarang! Penting!”
Jean menutup panggilan dan Maddox menghela napas dengan ekspresi malas.
Melihat jika dirinya tidak ada hal yang lebih baik untuk dikerjakan, pria itu memutar kunci kontak mobil dan kakinya menekan pedal gas, segera melaju meninggalkan pinggir jalan yang mulai ramai saat menjelang sore.
**
Lima belas menit sebelumnya ….
Jean masih mencari tahu siapa saja yang datang bersama Jimmy di kota bagian Nevada tersebut. Ada beberapa nama yang cukup legendaris dan dirinya kenal dengan sangat baik.
Ia mendapati komunitas yang menamakan diri sebagai ‘Odra Noisse’, yang merupakan nama perbatasan antara Jerman dan Polandia.
Dua kata tersebut merupakan nama sungai yang menjadi garis batas dua negara. Entah kenapa mereka mengambil nama itu, tapi Jean memiliki firasat yang tidak baik mengenai perkumpulan misterius tersebut.
“Tahun 1978 ada sekitar dua puluh imigran Jerman yang tiba di Las Vegas. Mereka mendapatkan pengakuan dari negara kita sebagai penduduk tahun 1982. Merekalah yang pertama kali mendirikan komunitas Odra Noisse. Dari catatan terakhir tahun 2005, tinggal lima dari dua puluh orang tersebut. Sisanya meninggal dan dua orang, pasangan suami istri tepatnya, meninggal tahun 1978, tiga bulan setelah tiba di kota ini.”
Jean mengulirkan layar komputer menuju ke bawah, Tim menunggu dengan tidak sabar.
“Durcho Voller dan Merelyn Voller. Mereka memiliki tiga anak, meninggal di apartemen, tapi kasus ditutup atas dugaan bunuh diri. Anehnya, tiga anak mereka di panti asuhan tanpa ada catatan kelanjutan. Anggota komunitas lainnya tidak memiliki keturunan sama sekali!”
Baik Jean dan Tim saling berpandangan.
“Mereka adalah komunitas yang menolak untuk memiliki anak,” ucap keduanya bersamaan.
Tim menelan ludah dan terlihat mulai gelisah.
“Bisakah kau melihat nama ketiga anak mereka?” tanya Tim dengan gugup.
Jean mengerutkan dahi, tapi tanpa bertanya ia melakukan hal tersebut.
“Ini bukan berupa catatan, tapi foto dari sertifikat keluarga. Leroy Voller, Heather Voller dan Jurgen Voller.”
Begitu Jean membacakan nama-nama tersebut, wajah Tim memucat.
“Kenapa, Tim?” tanya Jean heran.
“Kurasa aku menemukan keluarga Maddox,” desisnya.
Jean melebarkan mata dan mulutnya terbuka.
“Telepon dia segera!” perintah Tim seraya berlalu menuju kantornya, untuk mengambil sesuatu.
Jean mengiyakan dengan cepat-cepat.
“Hal yang paling aku takutkan sepanjang hidupku adalah bertemu dengan keluarga besarku,” cetus Claire dengan putus ada menatap layar ponsel canggihnya. Pesan dari paman Claire yang mengatakan untuk kembali saat thanksgiving membuat wanita itu menciut dan kehilangan semangat. “Seharusnya kau berbahagia karena masih memiliki keluarga!” cetus Foxy tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang ia tanda tangani. “Jadi kau berharap memiliki keluarga? Pamanmu Josh sudah memberimu keluarga bukan?” tanya Claire, seakan tidak terima jika dia berada di posisi yang salah sendirian. “Apa yang dia berikan lebih seperti sebuah lembaga yang membesarkan dan mengantarkan aku menuju kesuksesan. Tidak ada kehangatan atau kedekatan keluarga!” Foxy menekankan tiap kata dengan tajam. Claire mengedikkan bahu dan menerima dokumen yang telah Foxy tanda tangani. “Berarti kau sama kacaunya denganku!” simpul Claire seraya meninggalkan Foxy. Pengacara sukses itu menghela napas pendek dan memejamka
“Membeli properti? Menyedihkan sekali alasanmu!” Maddox menarik sudut bibirnya, hingga membentuk senyum menjengkelkan. Foxy mendelik dan membanting pintu mustang itu sekuatnya. Belum apa-apa, pria itu sudah menunjukkan sikap yang tidak menyenangkan. “Hei! Jika mustangku terluka, aku akan menuntutmu!” teriak Maddox seraya mengacungkan jarinya. Wanita itu tidak peduli dan duduk dengan ekspresi mendongkol. Mobil Maddox meninggalkan parkiran gedung kantor Foxy dengan kecepatan sedang. Tanpa ada pembicaraan yang lain, laju mobil terus melewati jalan raya Las Vegas yang cukup padat di siang hari. Foxy tidak tahu tujuan mereka, hingga akhirnya Maddox melewati persimpangan utama di Las Vegas Strip. “Kita mau keluar kota?” tanya si pengacara dengan wajah kebingungan. Maddox tidak menjawab. Ia sibuk mencari rokok yang ada di dashboard mobilnya. Setelah mendapatkan sebungkus nikotin yang ia inginkan, Maddox menyalakan sebatang dan dengan ekspresi lega menghisap dalam-dalam. “Peter memi
Begitu melihat Maddox masuk ke ruangan, Jean yang sedang menagih laporan dari Chris segera menghampirinya. “Laporanmu!” tangannya teracung dengan telapak terbuka. “Kau masih belum menyerahkan laporan kasus terakhir!” tagih Jean dengan wajah judes. “Dan Tim menunggumu di kantor, karena sepertinya kau meninggalkan pengacara cantik di tengah gurun!” sambung Jean, setelah Maddox memberikan tumpukan dokumen padanya. Maddox tidak menjawab, namun segera melangkah menuju ke kantor kaptennya. Begitu melihat, Tim segera mengakhiri panggilan dan menutup ponsel buru-buru. “Kau benar-benar tidak bisa diandalkan! Kenapa kau perlakukan Nona Dawson begitu buruk, Mad?!” “Dia menghina dan mencemooh kemampuanku! Dia yang menolak untuk kubantu!” “Lalu kau meninggalkan dia di tengah padang gurun?!” “Padang gurun? Jangan berlebihan, Tim!” “Mr. Muller bukan Tim! Aku bukan rekanmu!” Maddox menatap Tim dengan tidak percaya. “Kau marah meskipun aku benar? Siapa yang keterlaluan sekarang?!” Maddox be
Maddox menelusuri semua bukti dan dokumen yang ada di dalam file dan mempelajari satu persatu. Papan tulis putih telah penuh dengan coretan yang merupakan petunjuk dan peta yang hanya Maddox sendiri mengerti. Tim melihat dari kursinya dan tidak berniat mengganggu. Baginya menemani Maddox hanyalah untuk menghindari kecaman kedua putrinya mengenai perdebatan mereka tadi sore. Wanita tomboi dengan tindikan di bibir dan hidungnya muncul dan membawa tiga gelas kopi untuk kedua rekannya. “Itu yang tidak dilakukan oleh Chris! Semua tercatat dalam otak dungunya, sementara kapasitas otaknya tidak memadai!” Komentar Jean ditanggapi oleh Tim dengan tawa kecil. Tidak sedikit pun Maddox terusik untuk menimpali. Ia terus merangkai semua bukti dengan coretan di papan tulis. Konsentrasinya penuh tertuju pada kasus pembunuhan berantai yang telah menelan korban tujuh wanita muda. “Pembunuh ini benar-benar biadab. Tidak akan ada ampun baginya kali ini!” gumam Maddox ketika melihat foto-foto korban
Kepulan asap itu berkumpul, sementara akses udara satu-satunya hanya terdapat jendela yang tidak begitu lebar. Dua manusia duduk dengan sikap berlawanan. Tim dengan bahasa tubuh kebapakan, sementara Maddox sibuk menikmati kopi dinginnya dengan nikotin di jarinya. Mendengar Tim berbicara padanya di ruang makan apartemen kecilnya yang sempit, membuat perasaan Maddox menjadi kebas. Perasaan kecewa yang bergejolak di dalamnya ternyata justru berdampak lain saat ini. Maddox kehilangan minat untuk melawan, apalagi membantah. Kali ini, pria itu tidak mengeluarkan kata-kata kasar. Sikapnya tampak tenang dan muncul keinginan untuk menghindar, mungkin menyendiri sementara waktu. Menghela napas panjang, Maddox mematikan rokok di asbak dan berjalan santai ke arah pintu lalu membukanya. “Pergilah, Tim. Akan kuikuti semua perkataanmu tapi tinggalkan aku sendiri.” Wajahnya melukiskan sebuah ekspresi yang sulit untuk dipahami. Tim tampak terkejut hingga lupa bicara selama beberapa detik. Dia ti
Maddox mengangsurkan gelas berisi mojito pada Foxy. Keduanya mengunjungi bar kecil, tempat dirinya biasa menghabiskan waktu menyendiri. “Mojito ini rasanya parah sekali,” keluh Foxy dengan wajah muram. “Setidaknya tempatnya lumayan sepi dan tidak ada gangguan yang menjengkelkan kita!” sahut Maddox terlihat tidak masalah dengan whiskey murahannya. Foxy terpaksa menyesap minuman yang memang ia butuhkan untuk menenangkan diri dari tragedi yang baru saja ia lama beberapa jam yang lalu. “Bagaimana dengan kondisimu? Kau cukup mencurigakan dengan tetap hidup dan tidak terluka, Nona Dawson! Empat manusia mati menggenaskan dan yang tersisa dari korban yang hidup adalah kau. Utuh, tanpa tergores sedikit pun!” Foxy mengerling padanya dan menatap tajam Maddox. Rasanya sulit dipercaya jika kalimat itu terlontar dari mulut detektif yang beberapa detik lalu menunjukkan perhatian padanya. “Kau menuduhku terlibat, Detektif Maddox?” Mata Foxy tampak berkaca-kaca dan bibirnya gemetar. Kilatan emosi
Foxy memberikan keterangan yang cukup mencengangkan dengan ekspresi tampak gugup juga ketakutan. Saat Tim memberikan kesempatan untuk beberapa detektif membantunya menginterogasi, Maddox tidak begitu mengajukan banyak pertanyaan. Setiap mereka menyinggung mengenai tembakan pertama yang Foxy dengar, Maddox melihat jika wanita itu mulai cemas dan gelisah. “Kau ada di dalam kamar mandi, sementara penembakan pertama berlangsung. Dari arah manakah tembakan tadi?” Chris mengajukan pertanyaan itu pada Foxy. “Kalian selalu mengulang pertanyaan yang sama dan seperti tidak bisa mengingat dengan baik!” protes wanita itu dengan wajah tidak suka. “Ini adalah prosedur yang harus kami lakukan, Nona Dawson. Mohon bekerja samalah.” Tim meminta dengan pandangan yang juga kesal. Sebagai pengacara seharusnya Foxy tahu bagaimana proses ini akan berjalan. Dengan sikap yang sedikit malas, Foxy kembali mengungkapkan apa yang terjadi. “Boleh aku mengajukan pertanyaan juga?” tanya Maddox, akhirnya. Tim
[Maaf, Nona Dawson. Maddox adalah satu-satunya orang yang disahkan oleh pengadilan untuk melindungimu] Penolakan Tim membuat Foxy putus asa. “Tidak bisakah kalian mengirim detektif lain? Dia benar-benar menjengkelkan dan tidak sopan!” tegas Foxy, menjelaskan keberatannya. [Ya, dia memang kurang menyenangkan. Tapi percayalah, Maddox bisa menjaminmu untuk tetap bernapas] Kapten itu tidak memberikan pilihan lain, Foxy mengatakan terima kasih dan menutup panggilan dengan wajah merah padam. “Sial!!” pekiknya. Tangannya segera menekan nomor Peter. Aduan yang sama dia sampaikan pada wakil sherriff tersebut. Peter mengatakan akan menggantikan Maddox dengan petugas yang lain, detik itu juga Foxy mulai merasa lega. ** Penjemputan Daniel mendapat pengawalan ketat dan Maddox harus mengikuti mereka hingga menyerahkan tanggung jawab menjaga saksi pada petugas berikutnya. Dari jauh Maddox melihat jika Foxy tampak gugup saat bertemu dengan Daniel. Pemuda tampan yang tidak menyangka akan mendap