Selama ini kemajuan Foxy dalam pemulihan cukup bagus. Perlahan namun pasti, dirinya bisa mulai menggerakkan jari juga kakinya. Chris menjadi alasan bagi Foxy untuk segera sembuh dalam waktu dekat. Semakin lama ia bersama detektif tersebut, dirinya tidak lagi merasa nyaman. Berkali-kali pria itu meluncurkan rayuan basi dan mencoba menarik simpati Foxy. Meski sering mendapat respon yang cukup ketus, tapi Chris sepertinya bukan pria yang gampang menyerah jika dalam hal mendapatkan wanita untuk ia tiduri! Peter mengunjungi Foxy hampir setiap hari. Tampak sekali pria itu sangat perhatian padanya. Begitu banyak yang ia harus balas dari seluruh kebaikan Peter selama ini. Akan tetapi, sepertinya Peter melakukan karena Foxy adalah tanggung jawab yang harus ia pikul. Janji Peter pada sahabatnya, ayah Foxy, harus dipenuhi. “Tidak seharusnya kau terus melakukan ini, Peter,” cetus Foxy dengan pelan. Peter melipat tangan dan menatap wanita muda yang terkesan sangat ia sayangi seperti anakny
Sudah lima kali ini, Russel berusaha menghubungi Joe. Namun, tidak ada satu pun panggilannya yang mendapat tanggapan. Pria dengan rambut yang sudah hampir semuanya memutih tersebut mengeraskan rahang dengan geram. Dia tidak ingin Joe terlepas dari genggaman. Kenyataannya, Russel menerima segala kesetiaan dan dedikasi Joe sebab anak asuhnya itu memutuskan demikian. Bila Joe berniat bebas, pria itu bisa saja meninggalkan dirinya dan Russel tidak akan mampu menghalangi. Bahkan usahanya untuk memberikan bisnis besar pada Joe pun tidak akan membuat anak angkatnya tersebut tunduk dan menurut pada semua perintah Russel. Memikirkan kelemahan posisi saat ini, menghempaskan Russel pada kenyataan pahit yang harus dia hadapi. Pikiran yang kalut dan batin tidak tenang, membangkitkan kemarahan secara perlahan. Mata tua itu masih terlihat tajam dan bengis, Russel bagaikan singa tua yang matang dan masih sanggup menghancurkan musuhnya dengan sekali terkam. Dia tidak menyukai situasi yang dirinya t
Kedatangan Maddox pagi itu sudah bisa ditebak dengan mudah oleh Jean. “Aku lupa jika masih menyimpan USB ini. Dari kantor pertambangan Josh.” Maddox mengulurkan benda kecil itu padanya. Jean menerima dan menatap dengan heran. “Kapan kau mendapatkannya?” tanya Jean sembari memasukkan ke dalam portal laptop. “Waktu mengalami ledakan dengan Foxy,” sahut Maddox sembari menyeret satu bangku mendekat. Jean mengernyitkan dahinya. “Dan kau melupakan ini? Sangat bodoh!” sindir Jean. “Terlalu banyak hal yang terjadi. Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana, Jean.” Wajah Maddox tampak muram. “Apakah kau berhasil menemui JB?” Jean tampak membuka file tersebut dengan lincah dan cepat. “JB?” Kening Maddox berkerut. “Joe Black, Mad! Astaga, apakah kau baik-baik saja?” Sahabatnya menoleh dan menatap Maddox dengan khawatir. “Ya … ya, aku berhasil menemuinya dan sukses membujuk JB menjadi sekutuku,” jawab Maddox dengan menekankan kata ‘JB’ untuk meyakinkan Jean, bahwa dia baik-baik saja
Kabar berita dari Raymond benar-benar membuat Russel gembira. Tawa yang tergelak terdengar dari ruang tengahnya. Kepala pelayannya, Arthur, menuangkan anggur merah dengan anggun. “Aku merasakan dorongan yang begitu besar untuk kembali bermain-main, Arthur!” gelak Russel. “Ya, Tuan Brown.” Arthur menanggapi seadanya. Majikannya tidak membutuhkan komentar panjang dari seorang pelayan seperti dia. Meski sudah mengabdi selama puluhan tahun, Arthur tetap memposisikan diri hanya sebagai pelayan yang tidak akan melanggar batasan. Namun, Russel selalu mempercayakan semua rahasianya pada pria berkebangsaan Inggris tersebut. Mungkin karena hanya berbeda beberapa tahun saja, Russel menganggap Arthur jauh lebih matang dan bijak dalam menyimpan rahasia tergelapnya. “Tapi masih ada satu hal yang menggangguku, Arthur.” Russel berhenti tertawa. Dahinya berkerut seperti sedang berpikir keras. “Kau tahu, aku paling tidak menyukai kutu kecil yang membuatku gatal dan tidak nyaman, kau paham b
Maddox mengunjungi Apple pagi itu di rumah sakit. Kondisi remaja enam belas tahun tersebut sudah cukup membaik, walau sesekali rewel. Berkali-kali ia mengeluh gatal di bagian pundak dan perutnya. “Luka bekas operasimu akan cepat sembuh. Bersabarlah dan berhenti menggaruk, Ape.” Ibunya dengan sabar mengelus bekas luka yang masih menyisakan warna merah. “Tim sudah mengatur tempat tinggal kalian sementara waktu. Aku akan bertemu kalian cukup lama ke depannya,” cetus Maddox pada mereka berdua. Apple menatap pria yang menjadi panutannya itu dengan sedih. “Aku berharap semua keadaan akan membaik, Mad. Aku merindukan kehidupan kita yang dulu,” ujar Apple dengan pelan. Maddox mendekat dan menyingkirkan poni Apple yang menutupi dahinya. “Begitu ini semua selesai, kita akan berlibur ke Bermuda,” janji Maddox padanya. Apple tersenyum dan mengangguk. “Semoga bisa terjadi secepatnya. Aku tidak sabar ingin menikmati matahari dengan perasaan tenang,” timpal Apple. “Sepasang bikini seksi ak
Bantahan dari Peter yang mengatakan, jika tidak seharusnya mereka mengugat FBI yang telah mengambil kasus mereka begitu saja, membuat Mark berang. “Kau tahu jika Raymond tidak pernah menghormati kita dari dulu hingga sekarang?! Tidak kuduga kau menyatakan pengkhianatan dengan kalimatmu barusan, Pete!” kecam Mark tanpa menyembunyikan kekecewaannya. “Aku tidak berkhianat! Aku mengorbankan semua demi kesatuan kita, Parker! Tapi mencari masalah dengan Gibs, sama saja menggorok leher sendiri!” tangkis Peter, memberikan pembelaan atas tindakannya. Tim membisu, sementara kedua atasannya saling baku mulut. Ada lima orang yang saat itu ada dalam ruangan rapat. Komisaris kepolisian pusat-Dean Jackson, Kepala Sheriff- Mark Parker, Undersheriff-Peter Williams, Komisaris CIA-Nick Lang dan Tim Muller. Mereka sedang membicarakan mengenai FBI yang melangkahi otoritas pusat dengan tidak hormat. Selama hampir satu jam lebih, masing-masing pro dan kontra menyatakan pendapat mereka. Ada yang mengan
Maddox masih menunggu dengan sabar tanggapan darinya. Foxy terlihat putus asa saat ini. Wajah itu terlihat tirus dan tubuhnya menyusut. Wanita yang mengutamakan penampilan untuk selalu menawan, kini tidak lagi ada dalam diri Foxire Dawson. Perempuan tersebut tidak lebih seperti wanita kebanyakan dengan rambut diikat tinggi dan wajah tanpa riasan sedikit pun. “Aku tidak akan tahu, apa yang kau inginkan jika terus bungkam,” keluh Maddox lesu. Dalam hati, pria itu mengutuk diri habis-habisan. ‘Kenapa aku jadi melemah? Perempuan yang menjengkelkan ini seharusnya membuatku naik pitam karena teka teki memuakkan!’ pekik Maddox membatin. “Mengejutkan sekali, jika Joe merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi sekutumu.” Bibir kering Foxy tampak menyiratkan kejiwaannya yang tertekan. “Tapi aku lelah mengikuti semua permainan hanya sebagai pion semata.” “Itulah alasanku meminta Joe bergabung. Dia akan memastikan kau selamat dan tidak akan terjangkau oleh Russel!” tandas Maddox, kembali
Rasanya perasaan yang mengganjal ini membuat Maddox tidak bisa begitu saja melupakan kejadian di taman. Setelah Foxy menyatakan isi hati lalu meninggalkan dirinya, Maddox merasakan keresahan yang luar biasa. Ia tidak menyangka, jika wanita yang begitu menjengkelkan ternyata menyimpan perasaan khusus untuk dia. Lebih mengejutkan lagi, ia baru sadar kalo dirinya juga menyimpan perasaan yang sama! Pagi ini, Maddox sudah berada di rumah Jimmy dan Joe baru saja tiba dua menit yang lalu. Mereka duduk di teras belakang, sembari menghadap meja yang penuh dengan pilihan minuman . “Selama bertahun-tahun kita berdiri di dua sisi berbeda, tapi hari ini kalian datang sebagai tamuku. Dunia sudah gila!” cemooh Jimmy. Ia masih tidak senang dengan keputusan Maddox, yang seenaknya menjadikan tempat itu sebagai pertemuan. “Jangan mengeluh seperti perempuan, Jim! Kau beruntung kami ada di sini sebagai sekutumu!” tukas Maddox sembari menuangkan whiskey untuknya. “Aku bisa mengembalikan apa yang tel