Hye Jin melempar ranselnya ke lantai, helaan napas panjang mengiringi tubuhnya saat jatuh di atas sofa. Kedua kakinya diselonjorkan ke atas meja, dan punggungnya yang terasa bertekuk-tekuk diluruskan di sofa tersebut. Aktivitasnya semakin hari semakin padat, mengingat saat ini dirinya sudah menginjak akhir semester kelas 3 Sekolah Menengah Atas.
Otaknya sejak pagi hingga malam bekerja tanpa henti, memasukkan segala macam materi dari sekolah maupun dari tempat les. Walau kadang kala otaknya memberontak ingin menyerah, gadis itu tetap memberikan asupan ilmu yang berlebihan agar dirinya dapat memperoleh nilai terbaik di ujian akhir. Waktu santai di hari libur, baginya hanya sebuah mimpi di siang bolong.
Kedua matanya berkelana menjelajahi seisi rumah, keningnya mengkerut mendapati suasana rumah yang hening tanpa suara. Bahkan suara napas orang pun tidak terdengar di sana. Ia melirik ke arah jam dinding yang terpajang di ruang tamu, waktu menunjukkan pukul 09.00 P.M.
Hai, para pembaca setia. Semoga kalian selalu sehat dan bahagia. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman yang sudah bersedia membaca cerita sampai selesai. Loveyouall, ikutin terus ceritanya yaa. Bye...
Mobil SUV hitam dengan plat DJ 56 P itu terparkir rapi di jalan dua arah yang berada di tengah perkebunan asri. Gadis itu memandangi perkebunan sayur yang berada di hadapannya lewat jendela mobil, ia bisa melihat udara yang mengalir untuk menggoyang beberapa dedaunan di perkebunan itu.Setelah beberapa saat, pandangannya beralih pada rumah sederhana yang berdiri di samping perkebunan hijau itu. Rumah dengan atap yang pendek serta tampak kumuh di bagian luarnya, seperti sudah tidak layak huni. Namun, faktanya ada seseorang yang tinggal di sana, seketika hati Hye Jin terenyuh.Hye Jin memejamkan kedua matanya, objek yang ditunggunya belum juga muncul. Gadis itu tidak keberatan jika harus menghabiskan waktu cukup lama untuk menunggu, sebab ia menyukai udara yang menemaninya di sana.Bukan seseorang yang sedang ditunggunya yang membangunkan tidur Hye Jin, melainkan suara laju kendaraan yang bising melewati mobilnya, menyemburkan angin yang keras ke wajah gadis itu. Hye Jin menegakkan tubu
Hye Jin duduk seorang diri di depan Mini Mart yang berada di samping HanSung Hospital, tempat dimana Lee Hye Kyung dirawat. Ditemani dengan sepuluh potong gimbab di hadapannya, gadis itu bersandar menatap kosong ke arah gedung Rumah Sakit tersebut. Mulutnya tidak berhenti mengunyah sepotong demi sepotong gimbab itu sambil mencari cara untuk mendapatkan informasi dari gadis tersebut.Kedua matanya menangkap beberapa wartawan yang masih berdiri di depan Rumah Sakit. Hye Jin bisa menangkap keberadaan mereka dengan mudah walau di antaranya bersembunyi di suatu tempat. Gadis itu terdiam sambil menahan suhu dingin yang menembus tulang.Ia menyantap satu potong gimbab yang tersisa di hadapannya walau mulutnya sudah tidak bersemangat untuk mengunyah makanan itu. Hingga potongan gimbab yang cukup besar dengan tekstur yang masih kasar tersangkut di tenggorokannya.“Uhhhuuukkk!” Hye Jin tak berhenti batuk sambil menepuk dadanya pelan. Hal bodoh yang baru disadarinya setelah tersedak adalah, dirin
Hye Jin berjalan santai menuju lantai tiga, di sana terdapat ruang penyimpanan untuk para karyawan. Ia berdiri di depan sebuah loker berwarna abu-abu, di dalamnya ada barang-barang pribadi yang sengaja gadis itu tinggalkan jika ada urusan mendadak. Tangannya mengacak-acak tempat itu, mencari sehelai kaus yang tersimpan di sana.“Seonbae! Kau tadi sangat keren. Kau membuat pria itu kalah telak, sampai tidak mampu berbicara lagi.” Dong Joon yang sejak tadi mengekor, terus berbicara tanpa henti dengan suara yang lantang. Ia bahkan mengikuti langkah gadis itu ke manapun. “Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang? kau akan menemui gadis-gadis itu? Dan aku akan ikut denganmu? Apa aku akan dapat kesempatan untuk mewawancarai gadis-gadis itu? Apa aku ….” Langkahnya terhenti menabrak tubuh Hye Jin yang juga berhenti mendadak di hadapannya.Gadis itu menghela napas panjang, “Dong Joon-a! Kau akan mengikutiku sampai ke dalam?” tanyanya sinis.Dong Joon celingak-celinguk melihat sekelilingnya, tak
Duka yang mendalam terasa menyelimuti hati setiap orang yang mengantarnya, air mata jadi sesuatu yang sulit terbendung. Nuansa hitam menjadi latar utama, berbagai macam doa di dalam hati dipanjatkan untuknya menuju peristirahatan terakhir. Isak tangis beradu dari sisi kanan dan kiri, sangat kuat, menambah kesan sendu yang mendalam.Hye Jin dan Dong Joon, berdiri berdampingan sembari menundukkan kepala seraya memanjatkan doa bersama. Gadis itu berusaha menahan tangisnya saat abu seorang gadis muda dikuburkan di dalam tanah. Setelah dikremasi, selesai sudah kehidupannya, Song Mi Ah telah meninggalkan dunia yang fana. Gadis yang baru berusia 19 tahun, harus tewas dengan cara yang mengenaskan. Siapa yang tidak sakit hatinya melihat nasib gadis malang itu?Dari balik kaca mata hitamnya, sepasang netra milik Hye Jin mulai berkaca-kaca. Sekelebat bayang sang adik melintas di benaknya yang berantakan. Secepat mungkin dia menghilangkan pikiran-pikiran buruk itu, sebelum memancing kesedihannya s
“Wow! Wow!” teriak Dong Joon sambil menggebrak meja dengan keras. Ia berdiri dengan tingkah heboh, sambil memegangi kepalanya. Seketika pria itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di kafe tersebut.“Kau kenapa?” tanya Hye Jin heran, kepalanya mendongak untuk melihat pria itu.“Aku baru ingat! Gadis yang tadi masuk ke ruangan korban. Dia … dia gadis yang bersama Jae Ha, Kan? Iya, Kan? Ingatanku tidak salah, Kan?” ucapnya heboh. Beberapa orang yang duduk di dekat mereka mulai membicarakan tingkah pria itu.Hye Jin menghela napas panjang, menyangga dagunya dengan sebelah tangan sambil menatap jalanan di depan kafe yang hingar bingar, penuh dengan kendaraan. “Benar!” serunya singkat. “Dia, Song Ri Jin.”“Kau ingat, Kan? Waktu kita membuntuti Jae Ha, dan ternyata pria itu bertemu dengan seseorang di sudut gang?” Hye Jin menatap serius pada Dong Joon.Pria itu hanya mengangguk cepat, tak sabar mendengar cerita Hye Jin lebih lanjut.“Jae Ha menyuruh pria-pria itu untuk menculik d
Hye Jin terpaku menatap kopi susu yang tersuguh di cangkir kecil terbuat dari keramik mahal. Matanya tak bergeming melihat minuman berkafein itu, belum ada niatan untuk menikmatinya walau aroma kopi itu terus menggodanya.Sebelum duduk di sofa mahal berbahan polyester berwarna cokelat tua itu, dirinya harus berhadapan dengan Ha Ra yang menyerangnya dengan tatapan heran sekaligus iri. Bagaimana tidak? Saat ini Hye Jin berada di sebuah ruangan besar yang digunakan untuk pertemuan para investor perusahaan tersebut. Ha Ra tidak pernah berada di sana, tentu saja jiwanya memanas saat tahu Hye Jin dipanggil ke sana.Gadis itu termenung bersama orang-orang yang jarang ia lihat sebelumnya, entah siapa yang sedang mereka tunggu di sana. Ia hanya terdiam tanpa alasan yang jelas. Berkali-kali diliriknya arloji hitam yang melingkar di pergelangan sebelah kanan, 20 menit terbuang percuma dan gadis itu menyesalinya.Saat dirasa waktu berharganya terbuang percuma, gadis itu memutuskan untuk bangkit da