“Arrgghh! Sakit!” teriak Elena.
Dengan kedua tangan yang menyanggah dirinya, Liam menatap wanita itu lekat-lekat,
“Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu belum tersentuh? Kenapa wanita seusiamu masih suci?” tanyanya dengan panik.
Belum pernah sebelumnya Liam bercinta dengan wanita yang masih suci, ia selalu menjauhi wanita-wanita itu, ia hanya bercinta dengan wanita yang telah berpengalaman.
Kedua mata Elena yang berkaca-kaca menatap lirih Liam, air matanya mengalir keluar, saat ia merintih, “Sakit … Tolong jauhkan itu dariku, sakit … “
“Kamu mau aku menghentikannya?” tanya Liam lagi meski di dalam hatinya ia berdoa semoga Elena menjawab tidak. Gairahnya tidak dapat terbendung lagi, ia butuh pelepasan sekarang juga.
***
Tiga jam sebelumnya.
“A tequila, please!” pinta Elena pada Finn, bartender yang malam itu bertugas di club pinggir pantai yang tidak pernah terlihat sepi, terutama di saat seperti sekarang ini, saat berlangsungnya festival bulanan di pantai yang memiliki hamparan pasir putih sepanjang tujuh mil itu.
Tiga bulan sudah Elena tinggal di kota yang terletak di antara Teluk Meksiko dan daratan Florida. Kota kecil yang sangat damai dan menyenangkan, terutama untuk Elena yang sangat membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya setelah keluarganya mengusirnya akibat dari skandal yang ia ciptakan.
Elena tahu, kalaupun ia kembali ke keluarganya, mereka pasti akan menerimanya dengan tangan terbuka. Tapi Elena masih enggan untuk kembali dan menjadi boneka cantik keluarganya lagi, berada di bawah kendali orangtuanya lagi. Ia telah lelah dengan semua itu.
“Thank you!” ucapnya sambil tersenyum lembut saat Finn menyerahkan segelas Tequila padanya.
“Ini yang terakhir! Tidak biasanya kau minum sebanyak ini, Elena. Kau sudah setengah mabuk!” tegas Finn. Hanya Finnlah yang mengetahui identitas asli Elena, dan Finn pula yang mengenalkannya dengan kota ini ketika Elena mencari tempat yang tenang dan damai.
“Aku butuh minuman ini, Finn. Aku ingin melupakan semuanya!”
“Ya sudah, lakukan sesukamu. Aku akan mengantarmu kalau kau mabuk nanti!”
Merasa tenang karena akan ada yang menjaganya saat ia kehilangan kesadaran nantinya, Elena pun menegak habis minumannya. Ia melarikan diri ke dalam minuman, ia ingin satu hari saja melupakan semua peristiwa yang sangat memalukan itu.
“Excuse me, is anyone sitting in this chair? (Permisi. Apa ada yang duduk di sini?)” suara dalam dan maskulin seseorang membuat Elena tersentak dari lamunannya.
Ia menoleh ke pemilik suara itu, ke pria tinggi besar dan juga teramat sangat tampan. Elena yang terpana pada pesona pria itu hanya dapat menjawabnya dengan gelengan kepalanya, dan pria itu menunjuk kursi yang kosong tadi,
“Do you mind if I sit here?"
“Of course no, ya tentu saja, silahkan,” jawabnya dengan suara pelo karena minuman keras telah menguasai dirinya.
Pria itu duduk dan langsung mengulurkan tangan sambil menyebutkan namanya, “Liam!”
Elena pun menjabat tangan pria bernama LIam itu sambil menyebutkan namanya sendiri, “Elena.”
Ia membetulkan letak kacamata tebalnya sebelum kembali meminta segelas Tequila lagi pada Finn yang meski sambil menggerutu kesal tetap menuangkan minuman itu ke gelas kosong Elena.
“Hi, Liam … Dance with me?” tanya Elena setelah menegak habis minumannya.
Alih-alih menjawab pertanyaan Elena, Liam malah bertanya pada Finn, “Apa Wanita ini sering mabuk di sini?”
“Tidak, Mr. Liam. Baru kali ini saja dia seperti itu,” jawab Finn, ia harus berpura-pura tidak mengenali Elena.
Club juga private beach itu adalah milik Liam, jadi semua karyawan di sana dapat mengenalinya, termasuk juga Finn. Sambil tersenyum menggoda, Finn menekan dagu Elena saat ia menatap mata sayu wanita itu, “Kau mau dansa denganku, Elena?”
Wanita itu mengangguk antusias, sebelum memekik pelan saat dengan mudah Finn mengangkat tubuhnya untuk membantunya turun dari barstool dan membawanya ke tengah lantai dansa, bergabung dengan pengunjung lainnya yang telah lebih dulu berada di sana.
“Kenapa kamu berada di sini?” tanyanya.
“Aku? Tentu saja untuk mencari kedamaian,” jawab Elena sambil mengalungkan tangannya di leher Liam.
“Apa kamu mendapatkan kedamaian itu?”
“Tidak, belum, entahlah … Tadinya sudah, tapi belum,” racau Elena sebelum menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan lagi pikirannya, tapi pengaruh alkohol itu terlalu keras untuknya,
“Tapi setidaknya aku bisa menjadi diriku sendiri,” lanjutnya.
“Memangnya selama ini kamu menjadi siapa?” kekeh Liam.
“Boneka!” jawab Elena dengan cepat.
Liam yang tidak mengetahui maksud dari jawaban Elena itu pun tergelak, membuat Elena menatapnya dengan kedua matanya yang disipitkan yang terlihat menggemaskan di balik kacamata tebalnya,
“Apa itu terdengar lucu untukmu?” tanyanya dengan nada kesal.
“Sorry, aku hanya terbawa suasana,” ucap Liam, sudut bibirnya berkedut karena menahan tawanya, gerakan yang tak luput dari mata Elena.
“How does it feel?”
Pertanyaan Elena yang keluar dari topik pembicaraan Mereka membuat Liam mengerutkan keningnya,
“Sorry?”
“Bibirmu, bagaimana rasanya mencium bibir itu?” ulang Elena.
Ia hanya pernah satu kali mencium bibir pria, dan rasanya sangat luar biasa hingga menyebabkannya lupa diri. Apakah pria yang satu ini juga akan membuatnya lupa diri?
“Oh, well, maybe the same as the others. But … “
“But?”
“Tergantung juga dengan keahlian sang pria dalam berciuman,” lanjut Liam.
“Oohh … “
“Hanya itu?”
“Apanya?”
“Hanya Oohh saja responmu?”
Memangnya Elena harus bagaimana lagi? Secara ia hanya baru satu kali mencium seorang pria. Itupun ia tidak mengetahui identitas pria itu hingga saat ini, mengingat saat itu dalam keadaan gelap, hanya cahaya bulan saja yang menjadi satu-satunya sumber cahaya.
Kedua mata Elena membelalak lebar saat merasakan bibir lembut Liam di bibirnya, bersamaan dengan desiran halus yang merayap ke seluruh tubuhnya, seperti yang pernah ia rasakan malam itu. Napas Elena pun mulai terengah saat bibir lembut itu meluncur turun ke dagunya, lalu ke sepanjang lehernya dan erangan pelan keluar begitu saja dari mulut Elena saat Liam menggigit pelan daun telinganya,
“Sstt, jangan alihkan perhatian pasangan yang lainnya karena eranganmu itu,” bisikan lembut Liam di telinganya.
“Apa kamu mau melanjutkan ke lebih intim lagi?” tanya Liam dengan suara serak.
Dulu, Elena pun nyaris melakukan hubungan intim dengan pria asing yang pertama kali ia cium. Yang pada akhirnya menjadi sebuah skandal besar dan berakhir pada terusirnya ia dari rumahnya sendiri oleh kedua orangtuanya. Ia tidak mau mengulang kejadian menyakitkan itu lagi. Jadi, untuk mencegah pria itu bertindak lebih jauh lagi, Elena pun menjawab tanpa ragu,
“Tidak, sebelum kita menikah." Elena sedikit bersyukur karena ternyata masih tersisa sedikit akal sehat di kepalanya yang mulai terasa ringan itu.
“Ah, menikah. Ide yang bagus. Bagaimana kalau kita menikah malam ini juga?”
“Bi … Bisakah?” tanya Elena.
Pernikahan Liam dan Elena dilangsungkan di salah satu hotel mewah di London. Sesuai dengan keinginan Liam, acara sakral itu diadakan secara tertutup. Tidak ada satu pun awak media yang diundang, bahkan tamu undangan tidak diperkenankan mengeluarkan ponsel mereka untuk mengabadikan acara itu, atau mereka akan berurusan tidak hanya dengan para bodyguard Foxmoore tapi juga pengawal kerajaan, karena Sang Ratu hadir juga di acara itu.Liam tidak pernah melepaskan rangkulan tangannya di pinggang Elena saat mereka menyapa tamu penting yang hadir, ia tidak peduli jika terlihat terlalu posesif, semua demi wanita yang ia cintai juga calon anak mereka yang tengah berkembang di dalam rahim istrinya."Bagaimana rasanya menikah untuk yang kedua kalinya dengan pria yang sama, El?" tanya Belinda dengan tatapan menggodanya."Rasanya jauh lebih indah yang kedua ini, Belle. Karena kami sudah sama-sama saling mencintai, tidak seperti pernikahan pertama kami yang terjalin karena keputusan impulsif kami sa
Awalnya Liam mau mengadakan press conference seorang diri, tapi Elena memaksakan dirinya untuk ikut juga dalam press conference itu. Karena ia pun akan menjelaskan juga berita yang tengah panas di berbagai media mengenai dirinya dan Liam.Mereka duduk berdampingan, sementara cahaya kamera berkali-kali menerangi wajah mereka, hingga akhirnya press conference itu dimulai. Liam yang lebih dulu memberikan penjelasannya."Seperti yang sudah kalian ketahui mengenai kejadian tidak menyenangkan di acara After Party, keberadaan saya di sana adalah untuk melindung tunangan saya, Lady Elena, wanita yang sangat saya cintai. Seseorang berniat jahat padanya, yang untungnya saya datang tepat waktu untuk menyelamatkannya," mulai Liam.Elena sungguh terharu, karena Liam mau mengakui perasaannya pada Elena di hadapan banyak wartawan. Mereka pasti akan kembali menjadi trending topik, dan menjadi tajuk utama di berbagai media, baik lokal maupun internasional."Tunangan? Kapan tepatnya kalian bertunangan
"Aku hamil?""Ya, Wifey. Gayle sedang membeli alat tes kehamilan untuk lebih memastikannya diagnosa Gemma. Karena tidak mungkin kamu membawamu ke rumah sakit sekarang tanpa menimbulkan skandal baru lagi.""Gemma di sini?""Kamu juga mengenalnya?""Sehari setelah aku kembali ke London, Henry langsung membawaku ke rumah Gemma untuk memastikan aku hamil atau tidak. Tapi saat itu semua alat tes kehamilan menunjukkan kalau aku negatif, pun dengan USG, tidak terdapat kantong kehamilan. Tapi, kenapa sekarang tiba-tiba aku hamil? Apa karena kita melakukannya lagi semalam? Tapi tidak mungkin juga kalau aku langsung hamil kan?" Elena mencecar Liam dengan pertanyaan.Liam merapikan selimut Elena saat menjawab, "Mungkin saja saat itu terjadi kesalahan. Nanti kita tanyakan lagi pada Gemma. Sekarang kamu mau apa? Ada sesuatu yang kamu idamkan?"Elena menggeleng pelan. Ia sedang tidak mengidamkan apapun, ia hanya merasa tersiksa dengan rasa mualnya saja. Lalu tiba-tiba saja Elena duduk saat tering
"Sejujurnya, saya lah pria yang El cium di pesta keluarga anda, My Lord. Skandal yang membuat anda mengusir El keluar dari Mansion anda, yang akhirnya El bertemu dengan saya dan menerima begitu saja tawaran pernikahan dari saya.""Kau! Jadi kau lah biang masalah dari semua ini! Kau yang membawa keburukan untuk El kami!" raung daddy Simon, pada akhirnya amarahnya terlepas juga setelah susah payah ia menahannya demi persahabatannya dengan ayah dari pria yang menghamili putrinya itu."Sebelumnya, saya sudah datang ke London untuk bertemu dengan El, juga memberikan penjelasan pada orang tua El mengenai hubungan kami di Miami. Tapi Henry langsung mendeportasi saya saat itu, jadi kesempatan saya untuk berterus-terang pada kalian hilang begitu saja, karena nama saya telah di blacklist di negara kalian.""Saya pun akan melakukan hal yang sama seandainya saya mengetahui masalahnya lebih dulu. Kau tidak tahu jadi semurung apa El saat kembali ke rumah kami. Tiap hari kami harus melihat raut kese
"Sebaiknya kita membawa El ke rumah sakit untuk memastikan diagnosa saya.""Kenapa? Apa ada masalah serius dengan El?" desak mommy Marie."Katakan saja, Gem. Apa diagnosamu itu?" Henry turut serta mendesaknya.Tatapan Gemma kini tertuju pada pria itu, “Henry aku sendiri pun tidak mempercayainya, tapi aku yakin sekali kalau saat ini El sedang hamil.”"Hamil?" tanya semua yang ada di sana, termasuk juga Lord dan Lady Foxmoore."Ya Tuhan, El!" pekik mommy Marie."Bagaimana bisa? El belum menikah dan terlebih lagi tidak memiliki kekasih! Pasti ada yang salah dengan diagnosamu," sangkal daddy Simon."Maka dari itu saya sarankan untuk mendapatkan hasil yang akurat, lebih baik kita membawa El ke rumah sakit. Atau adakah di antara kalian yang bisa pergi keluar untuk membeli alat tes kehamilan?""Tunggu dulu, kalau memang benar El hamil, lalu siapa ayah dari janin di dalam kandungannya itu? Selama ini El tidak dekat dengan pria manapun kecuali ... "Mommy Marie tidak berani melanjutkan, terl
"Aku pun demikian, Dad. Jadi tenang saja, aku sudah menyiapkan hukuman yang teramat pedih untuk pria itu di selnya nanti," jelas Henry. Ia telah membayar seseorang untuk memastikan pria itu hanya tinggal nama dalam beberapa hari ini."Bagus! Itu baru calon Duke of Foxmoore!" puji daddy Simon."Tapi bagaimana kita akan menjelaskan pada masyarakat yang sudah kadung melihat foto-foto El di pesta itu yang sudah disebar berbagai media? Juga foto saat seorang pria membawa El masuk ke dalam mobilnya?""Untuk pria yang membawa El masuk ke dalam mobilnya, anda tidak perlu mencemaskannya, My Lady. Karena pria itu adalah aku. Dan aku sudah menyiapkan konferensi pers untuk memberikan penjelasan atas kejadian itu. Aku akan memulihkan kembali nama baik Elena," jelas Liam, ia menahan dirinya untuk tidak meraih tangan Elena untuk meremasnya, atau menarik tubuh Elena agar bersandar padanya.Dari yang Liam lihat, orang tua Elena belum mengetahui hubungan mereka. Jadi Liam tidak bisa begitu saja memprok
Sesampainya di lobby hotel, mereka dikejutkan dengan kehadiran Lord dan Lady Foxmoore di sana. Kedua orang tua Elena itu langsung berderap mendekati mereka, tatapannya hanya tertuju pada sosok Elena saja, membuat jantung Elena berdegup dengan kencangnya,'Apa Mommy dan Daddy sudah mengetahui pernikahan rahasiaku dengan Liam? Apa sudah saatnya aku mengakui semuanya pada Mommy dan Daddy?' batinnya bertanya-tanya."El, putriku! Apa kamu baik-baik saja? Siapa pria kurang ajar yang berniat jahat padamu?" cecar mommy Marie sebelum memeluk Elena."Mom, aku baik-baik saja. Liam datang di saat yang tepat, dia sudah menolongku," jawab Elena sambil membalas pelukan mommy Marie."Liam? Siapa Liam, Sayang?"Elena melepaskan dirinya dari pelukan mommy Marie untuk menarik Liam mendekat ke arahnya,"Kenalkan Mom, Dad, ini Liam. Aku tidak dapat membayangkan akan sehancur apa hidupku jika Liam tidak datang tepat waktu dan membawaku keluar dari pesta itu."Liam mengulurkan tangannya bergantian untuk men
"Rumah tangga? Astaga El. apa kamu sudah kehilangan ingatan? Kalian sudah bukan lagi suami istri sekarang!" ralat Henry yang menyadarkan Elena pada kenyataan yang harus ia terima itu. Wajahnya seketika menunduk.Bagaimana bisa ia berkata seperti itu, sementara belum tentu juga Liam menganggap Elena sebagai istrinya. Elena telah mempermalukan dirinya sendiri, rasanya ia ingin membenamkan wajahnya dalam-dalam."El masih istriku, Henry! Sampai kapanpun hanya El yang akan menjadi istriku. Tidak akan ada wanita lain yang menggantikan posisinya sebagai Mrs. Payne!" sanggah Liam sambil mengarahkan wajah lembut Elena padanya,"Aku mencintaimu, El. Aku tidak mau kehilangan kamu lagi," ucap Liam dengan tulus. Ia dapat melihat mata Elena yang mulai berkaca-kaca, mata yang seolah mengatakan banyak hal yang tidak dapat terucap oleh mulutnya, dan saat bibir yang bergetar itu terbuka, rentetan kata-katanya menyirami hati Liam dengan pengakuannya,"Aku juga mencintaimu, Liam. Entah sejak kapan aku mu
Meski mulutnya menolak mengantar Liam ke rumah sakit dan lebih memilih Liam mati kehabisan darah, tapi pada akhirnya Henry tetap membantu Liam meski amarahnya pada sahabat baiknya itu belum memudar sedikit pun. Henry hanya tidak ingin membuat Elena semakin marah padanya. Mendengar keluhan Elena tadi sedikit banyaknya mempengaruhi suasana hati Henry, ia jadi merasa besalah pada Elena karena telah bertindak diluar sepengetahuan Elena.Saat ini mereka berada di ruang tunggu saat petugas medis melakukan CT scan pada Liam. Dan sudah berkali-kali juga Henry meminta Elena untuk duduk, alih-alih berjalan hilir-mudik menunjukkan kekhawatirannya pada Liam,"El, duduklah. Liam akan baik-baik saja. Sekedar patah hidung tidak akan membuat seseorang kehilangan nyawanya.""Hanya sekedar patah hidung? Bagaimana kalau ternyata hidung Liam yang bengkak itu menutup jalur pernapasannya? Liam akan kesulitan bernapas, Henry!""Kita sedang berada du rumah sakit sekarang, dokter pasti akan langsung mengambil