Share

Sekamar dengan Atasanku
Sekamar dengan Atasanku
Author: Yuneri ATR

1. Terpaksa Sekamar

"Maaf pak, kamarnya sisa satu." 

Jawaban yang meluncur dari bibir resepsionis penginapan membuat Nita kecewa. Ia dan atasannya baru saja terjebak dalam hujan yang sangat lebat. Hanya tempat ini satu-satunya penginapan yang berhasil mereka temui di sepanjang jalan. 

Berbeda dengan Kandar, si atasan berstatus rangkap. Wajah pria di samping Nita itu terlihat datar nyaris tidak ada ekspresi. Mungkin sedang memikirkan cara penolakan yang tepat tanpa menyinggung perasaan. Sebab sebelumnya mereka sudah sepakat untuk tidur di kamar terpisah, apapun yang terjadi!

"Kebetulan kamar ini punya dua kasur terpisah. Ruangan cukup luas, bahkan bisa menampung sampai sepuluh orang dan juga..." Petugas resepsionis masih berusaha menawarkan keunggulan dari penginapan ini. 

Ah, kelihatan sekali mereka tidak mau kehilangan pelanggan. Padahal sudah jelas dari awal calon penyewa menginginkan dua kamar. Kenapa malah menawarkan kasur terpisah? Begitulah rentetan kalimat yang bersarang di kepala Nita sekarang.

"Ya sudah yang adanya saja," sahut Kandar tanpa bersalah. 

"Eh, Pak Kandar?" Nita yakin telinganya tidak salah dengar.

Apa mungkin mereka akan menginap disini? Berdua dan sekamar? Saat tubuhnya berbalik ingin memastikan, kunci kamar sudah berpindah di tangan Kandar. Yang benar saja! Padahal perempuan 25 tahun itu sudah bersiap-siap ingin beranjak pergi.

"Apa-apaan ini, kenapa dia tidak berdiskusi denganku lebih dulu?" batin Nita tak percaya. 

"Ayo Nita, kita pergi ke kamar sekarang!" ajak Kandar sebelum Nita sempat protes. 

Sial! Cepat sekali dia berjalan, seperti orang mau kebelet pipis saja. Padahal mulut Nita baru menganga beberapa mili. Tidak bisa begini! Mereka harus segera bicara. 

"Anu pak...." Nita berusaha mensejajarkan posisi mereka. 

"Kenapa anu, hm?" sahut Kandar cepat. Tatapan pria 27 tahun itu masih ke depan tanpa menghentikan langkah.

"Kita disini cuma sementara, kan?" Nita ingin memastikan kebenarannya.

"Kamu tertarik mau tinggal selamanya disini?" Kandar malah bertanya balik. 

"Bukan seperti itu maksud saya!" protes Nita. 

"Lalu?" Pria bertubuh jangkung itu masih dengan posisi yang sama. Tidak sedikitpun menoleh. 

"Kita disini cuma istirahat sebentar, kan? Baru setelah itu cari penginapan lain." Nita berharap apa yang dipikirkannya sekarang tidaklah benar. 

"Aku tidak begitu yakin. Nanti kita bicarakan lagi setelah mandi," ucap Kandar enteng. 

Detik itu juga pupil mata Nita langsung melebar. Sungguh jawaban diluar ekspektasi. Tidak mengira bahwa hari ini akan datang untuknya. 

"Astaga! Apa itu artinya kami akan tidur sekamar?" batin Nita menjerit, sambil mengikuti pria yang kini berjalan di depannya. 

Mereka terus melangkah tanpa percakapan bahkan saat tiba di kamar penginapan sekalipun. Nita ingin sekali menyampaikan keluhan yang mengganjal di hati dan pikirannya namun Kandar seperti sibuk sendiri. Pria itu bahkan melengos saja pergi ke kamar mandi tanpa menoleh sedikitpun. 

"Ah, tidak bisa begini! Kami harus bicara secepatnya sebelum hari terlalu gelap," pikir Nita frustasi.  

Nita merasa tidak benar akan hal ini. Ia harus bicara dengan Kandar demi kenyamanan bersama. Setelah 10 menit berlalu, terdengar deritan suara pintu kamar mandi. Pertanda seseorang telah keluar dari sana. 

Nita reflek mengalihkan tatapannya ke arah sumber bunyi. Terlihat Kandar muncul dari sana dengan tubuh setengah polos bersama lilitan handuk di pinggang. Berjalan dengan enteng bagaikan model pakaian dalam pria yang sedang beraksi di atas catwalk. 

"Astaga, mataku ternoda!" Nita memekik dalam hati. Dengan cepat perempuan berkulit cerah itu menoleh ke arah lain. 

Namun, sudut mata Nita masih bisa menangkap jelas bayangan tubuh setengah basah Kandar yang kian mendekat. Dengan tinggi 180 cm pria itu benar-benar memukau. Andai tidak ada batasan di antara mereka mungkin sekarang Nita sudah menyambar punggung milik Kandar sambil menghirup aroma sabun di tubuhnya. Tanpa sadar perempuan itu menelan ludah saat membayangkan sesuatu yang mesum. 

"Kamu tidak ingin mandi?" tanya Kandar sambil mengusap rambut yang basah dengan handuk kecil. Pria itu tampak tidak canggung sedikitpun seperti sudah terbiasa saja. 

Nita tercekat tapi tidak berani menoleh. "Tidak, saya ingin bicara empat mata dengan bapak."

"Masih masalah tadi?" tanya Kandar memastikan. 

"Bukan, ini masalah lain." Nita berusaha menyangkal. 

Mata pekat yang tajam itu sejenak menyipit seperti meragukan. "Apa itu?" 

"Apa kita bisa pindah ke penginapan lain sebelum hari terlalu gelap?" Nita akhirnya berhasil mengeluarkan kegelisahan yang terpendam. Berharap Kandar bisa mempertimbangkannya. 

Namun yang terjadi si atasan berstatus rangkap malah menghela nafas. Baginya usulan Nita sama saja dengan masalah yang mereka bahas tadi. Lantas, dimana letak perbedaanya? Mungkin pikiran perempuan itu mulai oleng akibat melihat pemandangan tubuh setengah polos pria setelah mandi. 

"Sepertinya permintaanmu itu cukup sulit. Di luar masih hujan lebat," kata Kandar saat matanya tertuju pada rintik hujan dari balik jendela kaca. 

"Kamu tidak suka sekamar denganku?" tanyanya lagi, terdengar seperti seseorang yang putus asa. 

Nita menoleh cepat ke arah Kandar yang kini duduk di kursi sebelahnya. "Bukan begitu, saya khawatir jika ada orang kantor melihat kita."

"Lalu?" Kandar seperti ingin Nita bicara lebih lanjut. 

"Kalau sampai ketahuan kita dalam masalah besar. Saya tidak khawatir jika mengalami dampaknya sendirian. Tapi bapak, jangan karena masalah seperti ini posisi dan karir anda dipertaruhkan," jelas Nita sungguh-sungguh. 

Perempuan itu bahkan menatap dalam pada Kadar untuk meyakinkannya. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan pada pria tersebut. Nita sudah membayangkan bagaimana konsekuensinya jika hal itu sampai terjadi. 

Kandar masih terlihat tenang. "Lalu apa masalahnya?" 

Ah, pria ini seperti menganggapnya remeh. Dia tidak takut sama sekali kehilangan posisi di kantor. Bukankah aturan perusahan sudah jelas tidak menganjurkan para pekerjanya memiliki hubungan? 

"Bapaaak, saya ini bicara serius loh." Nita merasa tidak terima telah diabaikan. 

"Apa aku terlihat bercanda?" Wajah tenang Kandar berubah serius. "Bukankah suami istri wajar menginap di kamar bersama?" 

Deg! 

Memang, saat ini hubungan Nita dan Kandar adalah pasangan suami istri yang baru berjalan dalam satu bulan. Mereka menikah diam-diam karena sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Akibat peraturan kantor yang ikut mengatur masalah asmara, membuat Nita memilih merahasiakan pernikahan mereka. 

"Iya, tapi..." Belum selesai Nita bicara, Kandar sudah menyela. 

"Sudah, mandi sana!" Perintah pria itu. 

Nita mencebik lalu bergerak dari posisinya untuk mengambil pakaian ganti. Ia tidak sepede Kandar yang berani memamerkan sebagian tubuh polosnya. Apalagi sampai detik ini mereka belum melakukan hubungan suami istri. 

"Satu lagi..." Ucapan Kandar membuat aktivitas Nita sejenak terhenti. "Jangan memanggilku dengan sebutan bapak saat di luar kantor. Aku ini suamimu, bukan orang tuamu. Paham!" 

"Iya, ya... Ngerti pak suami," sahut Nita setengah kesal. Lalu bergegas masuk ke kamar mandi. 

Lantas, bagaimana kedua orang ini bisa terlibat dalam hubungan pernikahan? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status