Share

6. Miris

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-22 15:23:15

Sekuat tenaga, Tari tak terusik dengan kehadiran keduanya. Walau dia berdiri tepat di depan keduanya, tetapi pasangan itu sama sekali tak terusik dengan kehadirannya. Tari marah, bukan karena cemburu, tetapi rasa jijik membayangi pikiran mengingat kejadian tadi yang sudah dilakukan keduanya.

"Hati-hati, Sayang. Besok malam, Mas akan pulang ke rumah." Andrian mendaratkan kecupan di pipi Lita, tetapi sang istri malah membalas kecupan itu dengan lumatan di bibir. Cukup lama mereka melakukannya, padahal ada si sekretaris. Tari yang melihat adegan itu segera membuang muka, malu.

"Permisi. Bisa saya menggunakan liftnya?" tanya Tari menghalau kegiatan panas mereka.

"Kamu nggak bisa menunggu!" ucap Andrian keras. Tari menggeser letak berdirinya saat Lita berjalan keluar lift setelah acara pamer ciuman.

"Saya sudah terlalu lama menunggu untuk masuk ke lif ini. Pekerjaan saya, jadi terganggu. Kalau telat masuk, jelas Bapak akan marah." Tari berusaha berani menyuarakan keberatan hati melihat adegan keduanya.

Lita menyenggol lengan Tari, lalu berbisik. "Jangan menggoda suamiku! Awas kalau sampai kamu melakukannya!"

Umpatan keras, Tari teriakkan di hatinya. Siapa yang menggoda? Sejak kapan aku berniat menggoda atasanku sendiri. Harusnya kata itu keluar dari Bu Nina untukmu. Dasar!

Andrian dan Tari menaiki lift berdua setelah Lita menghilang dari pandangan mereka. Di lantai tiga kantor itu, hanya ada tiga ruangan. Dua di antaranya ditempati Tari dan Andrian serta satu ruangan untuk rapat. Gadis itu sengaja membuang muka agar tidak bertatapan dengan atasannya.

"Kenapa wajahmu seperti itu, Tar?" tanya Andrian menyadari ada yang aneh dengan sekretarisnya.

"Kenapa, Pak? Saya biasa saja," jawab Tari malas. Rasa hormat yang dia miliki pada Andrian mendadak musnah.

"Oh, apa karena kamu melihat kami berciuman tadi?" kata Andrian percaya diri. "Wajar kami melakukannya. Saya dan Lita itu sudah menikah. Jadi, nggak masalah, 'kan?" Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana, punggungnya disandarkan pada dinding, sedangkan kaki kirinya disilangkan. Andrian berkata dengan santai tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Maaf, saya lancang, Pak. Kemesraan dengan pasangan itu memang wajar dan wajib dilakukan kerena berpahala, tetapi sengaja mempertontonkan hal itu di depan umum merupakan perbuatan mungkar. Apa Bapak tahu tentang hal itu?" Tari menatap Andrian dengan berani.

Tawa Andrian pecah seketika. "Kamu mengatakan ini, nggak sedang dalam keadaan cemburu, 'kan?" Satu kakinya dia gunakan untuk mengunci pergerakan kaki Tari. "Apa kamu juga mau merasakannya? Bagaimana kalau kita sedikit bersenang-senang?"

Tari menutup mukanya dengan kedua tangan. "Jangan sembarangan, Pak! Saya bukanlah Ibu Lita," jeritnya.

"Kenapa dengan Lita?" Tatapan Andrian tajam menghunus keberanian Tari. "Apa ada yang salah dengan dia?"

Tari mendorong tubuh Andrian. "Ya, salah! Pernahkah Anda berpikir? Bagaimana hati Ibu Nina saat melihat Anda bermesraan seperti tadi? Satu hal lagi, jangan samakan saya dengan istri kedua Anda!"

Andri terdiam, seakan mengingat sesuatu. "Shiit!" umpatnya keras, "apa kamu bertemu dengan istri saya?"

Denting suara lif berbunyi, menandakan bahwa tujuan mereka telah sampai. Tari tak menggubris pertanyaan bosnya, dia segera keluar dari dalam kotak persegi itu. Biarlah Andrian mencari jawaban sendiri atas semuanya.

***

Andrian mondar-mandir di ruangannya, berkali-kali dia mencoba menghubungi Nina. Namun, sang istri tak juga mau menjawab panggilannya. Ada ketakutan dalam dirinya, apalagi terngiang perkataan Tari tadi.

Sial ... sial! Mengapa aku melupakan janji untuk menemani Nina makan siang bersama anak-anak.

Hari ini, Andrian memang berjanji pada istri pertamanya untuk makan siang bersama tiga orang anak mereka. Namun, kedatangan Lita yang setengah jam lebih awal dari jadwal makan siang, membuatnya lupa daratan. Pakaian seksi nan menggoda istri keduanya itupun sukses meningkatkan hasrat. Andrian dibuai oleh servis yang begitu memuaskan dari Lita dan dia pun melupakan Nina.

Di luar ruangan Andrian, Nina berjalan dengan sangat pelan. Dia menuju toilet terlebih dahulu sebelum menemui sang suami, jelas terlihat jika riasannya sudah kacau akibat menangis. "Tari?"

"Iya, Bu. Maaf!" Tanpa sengaja Tari menabrak Nina yang sedang merapikan riasannya.

"Kamu tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, Bu. Sekali lagi, maafkan saya." Suaranya terdengar bergetar.

"Tidak usah takut. Mungkin kamu tadi mengira tidak ada orang."

Tari tertegun memandang Nina. Bagaimana bisa perempuan yang dilihatnya kacau di rooftop tadi sudah kembali biasa saja saat ini.

Sungguh perempuan yang luar biasa, gumam Tari.

"Tar, di ruangan Bapak apa masih ada tamu?" tanya Nina. Seketika raut wajah sang sekretaris berubah.

"Saya kurang tahu, Bu. Silakan menghubungi Pak Andri langsung. Permisi, saya duluan." Tari meninggalkan Nina yang terdiam. Perempuan itu menangkap satu kekecewaan pada sekretaris suaminya.

Tari kenapa? Mengapa dia terlihat ketakutan dan marah? Apa dia melihat perbuatan Andrian dan Lita? Astagfirullah, kasihan Tari. Keterlaluan mereka, dia masih gadis tentu syok melihat adegan seronok seperti itu. Kata Nina dalam hati

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   121. Indah Tanpa Dendam

    Happy Reading*****Sebelum menjawab salam dari perempuan di hadapannya, Tari meneliti tampilan orang tersebut dari atas ke bawah. Rentang waktu setahun telah mengubah perempuan itu menjadi jauh lebih baik. Pakaian yang semuanya tertutup serta tutur kata lembut saat menyapa. Mencerminkan adanya perubahan dalam dirinya."Waalaikumsalam. Apa kabar, Bu?" sapa Tari berusaha menghormati perempuan itu."Jangan panggil aku ibu. Saya bukan suami atasan kamu lagi," ucap perempuan itu yang tak lain adalah Lita. Tari sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada Lita hingga merubahnya seperti sekarang. Walau jelas tahu bahwa perempuan itu sudah tidak bersama Andrian, tetapi Tari tetap berusaha menghormatinya. Terlepas dari segala ancaman dan teror yang pernah dilakukan, istri Andrian sudah memaafkan semua kesalahan itu.Baru akan menjawab perkataan Lita, dari arah belakang Andrian memanggil nama Tari. "Sayang, belanjanya sudah selesai belum." Lita dengan cepat menundukkan pandangan dari l

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   120. Terkejut

    Happy Reading*****Ingin rasanya Tari menghilang saat ini juga. Bagaimana bisa dia sebrutal itu. Sungguh, si perempuan tidak menyadari aksinya sudah meninggalkan begitu banyak jejak pada suaminya.Andrian yang tahu jika istrinya terkejut dengan hasil perbuatannya sendiri, hanya bisa mengulas senyum. Hatinya berbunga-bunga, ternyata Tari juga bisa seganas tadi. Sebelum sang istri menjawab perkataan putranya, lelaki itu berbisik."Kamu hebat, Sayang. Mas ketagihan dengan yang tadi." Lalu, lelaki itu membuka selimutnya dan menjejakkan kaki ke lantai.Tari menghela napas panjang. Benar-benar jahil suaminya itu. Tidak tahukah Andrian jika dirinya malu setengah mati dengan kebrutalan itu. Melihat begitu banyak jejak di bagian tubuh sang suami yang lain, Tari menggelengkan kepala. Dia kemudian fokus pada Akmal sebelum si kecil bertanya macam-macam."Iya, Sayang. Nanti, Mama pasti obati bekas gigitan serangga di leher Ayah," jawab Tari pada akhirnya.Perempuan itu merutuki dirinya sendiri ya

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   119. Digigit Serangga

    Happy Reading*****Sesampainya di kamar, Tari membuka pintu dengan tergesa. Takut juga jika sang suami sampai salah paham dengan perkataannya tadi. "Mas, jangan salah paham, dong," ucapnya.Sekarang, Andrian sedang mengganti pakaiannya dengan kaos serta celana pendek. Dia melirik sang istri sebentar. "Gimana nggak salah paham. Kamu membandingkan lelaki lain di depan suamimu. Aku itu cemburuan, Sayang. Bukankah kamu sudah tahu sejak dulu?" Sang suami melanjutkan aktifitasnya melipat sarung dan menggantung baju koko, tiba-tiba saja suasana hati Andrian berubah jelek."Membandingkan gimana, Mas?" Sepertinya, Tari memang salah memilih kata. Padahal maksudnya tadi bukan membandingkan Andrian dengan Pamungkas. "Kalau nggak membandingkan terus apa? Bukankah kamu mengatakan kasus kami berbeda. Maksudmu pasti si Pamungkas pasti jauh lebih baik dari Mas, kan?" Andrian duduk di tepi ranjang dan memajukan bibir. Setelah menjadi suami Tari, lelaki itu makin manja saja. Tidak ingat sama umur.Sek

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   118. Sedikit Cemburu

    Happy Reading *****Andrian tidak pernah bosan dengan ibadah menyenangkan bersama sang istri. Sekali lagi, mereka melakukannya dan setelahnya tertidur hingga suara azan Zuhur membangunkan. Tari melenguh dan meregangkan tangan. Kemudian menatap lelaki di sebelahnya yang masih menutup mata."Mas, bangun. Sudah Zuhur," kata Tari pelan disertai guncangan pelan pada lengan Andrian."Hmm," jawab Andrian, tetapi matanya masih tertutup. "Boleh nggak kalau Mas salatnya di rumah saja?""Tidak boleh. Memangnya Mas Andri mau disebut salihah?" kata Tari cepat.Seketika Andrian membuka mata dan menatap sang istri. "Kok bisa salihah, Yang?"Memutar bola mata dan tersenyum, Tari berkata, "Ya, kan. Seorang perempuan itu lebih baik salat di rumah. Nah, jika seorang lelaki tidak salat di masjid tanpa uzur yang jelas, kan, namanya salihah." "Ih, jadi kamu ngatain Mas, ya?" Andrian gemas sendiri melihat wajah sang istri. Dia menggelitik pinggang perempuan itu sampai minta ampun setelahnya."Sudah ... su

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   117. Cinta Itu

    Happy Reading*****Tari menengok pada suaminya. Indera Andrian sudah dipenuhi kabur gairah. Tak akan bisa lagi perempuan itu beralasan lain apalagi anak-anak tidak berada di kamar lagi. "Mas mau sarapan apa? Biar aku siapkan dulu," katanya berusaha lepas dari pelukan Andrian yang makin erat dan menggebu."Sarapan kamu boleh, Sayang?" Andrian semakin berani. Mulai menciumi leher dan juga pundak sang istri."Jangan dulu, masih ada anak-anak di rumah. Jika mereka tiba-tiba ketuk pintu kayak kemarin, malah tidak nyaman. Lebih baik, biarkan aku masak supaya cepat sarapan dan meminta bantuan Bapak sama Ibu untuk menjaga anak-anak," kata Tari mencoba bernegosiasi. Dia, hanya perlu sedikit waktu untuk melayani suaminya. Menata jantung yang terus saja bertalu."Anak-anak sudah dibawa ngungsi sama Mas Radit. Di rumah ini tinggal kita berdua, Sayang. Mas sudah nggak sabar menantikan hari ini, apalagi melihat wajah cantikmu. Mas semakin nggak kuat menahannya." Andrian mulai melancarkan rayuan ke

  • Sekretaris Alim Sang Bos Genit   116. Harus Berhasil

    Happy Reading*****Siang berlalu dan berganti sore. Sudah tidak ada tamu lagi di rumah Radit. Namun, ketiga buah hati Andrian dan juga ponakannya Tari tidak mau beranjak dari kamar pengantin. Mereka memonopoli perempuan yang baru saja menjadi istri Andrian.Sekarang, keempat anak-anak itu malah tidur di ranjang dengan Tari di tengah. Andrian yang duduk di sofa depan tempat tidur menatap malas pada anak-anak tersebut."Kenapa selalu saja ada gangguan saat aku ingin berduaan dengan istriku. Radit sama Haura memangnya nggak nyariin anaknya? Enak sekali mereka berdua. Bukan mereka yang jadi pengantin, tapi malah mereka yang berduaan," gerutu Andrian.Matanya mengawasi anak-anak dengan sangat iri karena mereka bisa tidur dipeluk oleh Tari. Jengkel dengan keadaan di kamarnya, Andrian keluar tanpa pamit pada sang istri. Turun, di ruang keluarga, terlihat Radit dan juga Ibrahim tengah berbincang, entah membahas apa. Andrian pun berniat untuk bergabung daripada suntuk memikirkan malam pertama

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status