Home / Romansa / Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant / 1. Tidak Tahu Terima Kasih

Share

Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant
Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant
Author: Selvia_Rqyanzah1104

1. Tidak Tahu Terima Kasih

last update Last Updated: 2024-10-22 11:08:14

"Mati gue mati, hari pertama kerja bisa-bisanya gue langsung telat."

Ruby berjalan tergesa keluar dari kontrakan sepetak yang menjadi tempat tinggalnya sambil merapikan rambutnya yang berantakan.

Dia jadi tidak bisa berdandan dengan benar akibat bangun kesiangan padahal hari ini baru hari pertamanya bekerja.

Bahkan mengunci pintu kontrakan saja, tangannya sampai bergetar.

"Kamu baru akan berangkat, Ruby? Ini udah jam sembilan dan itu artinya kamu udah bikin kesalahan fatal di hari pertama kerja," celoteh Ana, anak pemilik kontrakan.

Ruby dan Ana lumayan dekat selama Ruby mengontrak di sini karena mereka yang seumuran dan dulunya satu sekolah waktu SMA.

"Iya, aku udah telat banget. Kenapa kamu nggak bangunin aku tadi?" balas Ruby sangat panik.

"Aku berangkat dulu, bey Ana!" Ruby langsung berpamitan tanpa membiarkan Ana menyahut kalimatnya tadi.

"Semoga kamu nggak dalam masalah," lrih Ana sambil melihat Ruby yang pergi sambil berlari.

"Kasian dia," gumam Ana.

Ruby berjalan cepat menuju jalan raya, sebelum sampai di jalan raya, dari kontrakannya Ruby harus melewati gang sempit dulu selama beberapa meter.

Sebelumnya Ruby sudah memesan ojek online, jadi saat Ruby sampai di jalan raya ojek online pun dan datang lalu Ruby segera mengarahkan tukang ojek itu ke tempat kerja baru Ruby.

"Bisa lebih cepat dikit nggak, Bang?" Ruby menepuk pundak abang-abang tukang ojek.

Ruby sangat panik sekali sekarang, Ruby tidak ingin kalau sampai dirinya dipecat padahal belum mulai bekerja.

"Yang sabar atuh, Neng. Saya nggak bisa ngebuat lagi, saya tau Neng nya buru-buru, tapi keselamatan itu jauh lebih penting. Memangnya Neng mau berakhir di rumah sakit atau kuburan kalau saya ngebut dan kita berakhir kecelakaan?" sahut si tukang ojek panjang lebar.

"Ya nggak mau atuh, Bapak," jawab Ruby.

Ruby malah ikut-ikutan mengeluarkan logat Sunda seperti si tukang ojek padahal Ruby adalah orang Jakarta asli.

Ojek yang Ruby tumpangi berhenti mendadak, padahal tempat kerja Ruby masih berjarak lima ratus meter lagi dari sini.

"Kenapa, Pak?" tanya Ruby.

Perasaan Ruby mulia tidak enak ketika motor berhenti mendadak.

"Sepertinya motor saya mogok, Neng." Tukang ojek itu turun dari motornya begitu pula dengan Ruby.

"Yah ... Terus gimana dong, Pak?" Ruby semakin panik saja sekarang.

Ojek yang ia tumpangi mogok, sementara Ruby sudah tidak punya kuota lagi untuk memesan ojek yang baru.

"Terpaksa Neng harus naik ojek lain, biar saya yang pesankan atas permintaan maaf saya karena ketidak nyamanan Neng naik ojek saya." Tukang ojek itu terlihat merasa bersalah.

"Nggak usah, Pak. Saya jalan kaki aja, lagian udah deket kok," sela Ruby.

Selain karena kuota Ruby habis, jarak dari sini ke tempat kerja Ruby yang baru memang lumayan dekat hanya sekitar lima ratus meter saja.

Yeng benar saja, lima ratus meter Ruby bilang dekat? Tapi apa boleh buat, Ruby tidak ingin menunggu lebih lama lagi kalau harus memesan ojek baru, terlebih Ruby harus mengisi paket data terlebih dahulu.

Menurut Ruby itu hanya akan membuang-buang waktu.

Dengan sangat terpaksa, Ruby harus jalan kaki menuju tempat kerjanya yang masih berjarak lima ratus meter lagi dari tempat ini.

Ruby berlari kecil di tepi jalan raya yang khusus untuk pejalan kaki, Ruby tidak memikirkan apapun sekarang. Yang di pikirkan oleh gadis itu hanyalah bagaimana caranya supaya dia bisa sampai di kantor dengan cepat.

Namun sungguh sial, sepertinya Dewi Fortuna sedang tidak berpihak pada Ruby. Di ujung sana ada segerombolan pemuda yang sedang kejar-kejaran dan sepertinya akan melewati Ruby.

Ruby menelan ludahnya dengan kasar, tiba-tiba saja Ruby merasa perasaannya sangat tidak enak sekarang.

"Nggak mungkin kan mereka lagi tawuran?" gumam Ruby mulai takut.

Ruby adalah seorang perempuan, tidak mungkin dia tidak takut ketika orang-orang akan tawuran di depan matanya.

Apalagi Mereka terlihat membawa tongkat bisbol dan balok kayu. Ruby pastikan kalau terkena pukulan bisbol atau balok kayu itu dirinya pasti akan langsung pingsan di tempat.

Dari penampilan para pemuda itu, Ruby yakin mereka adalah para mahasiswa nakal yang hobi tawuran melebihi bocah SMA.

Kurang kerjaan sekali, pikir Ruby dengan segala rasa kesal dalam dirinya.

"Aku harus gimana sekarang?" Ruby berdiri dan gelisah di tempatnya. "Kalau tetap jalan ke depan, pasti aku nggak bakal baik-baik aja. Kalau nggak jalan, aku nggak bakal bisa cepat sampai di kantor." Ruby jadi serba salah sekarang.

"Gimana dong? Aku nggak mau dipecat sebelum bekerja?" Ruby menggigit kuku jari jempolnya sendiri saking paniknya Ruby sekarang.

Karena sibuk melamun dan memikirkan bagaimana caranya dia bisa tiba di kantor tepat waktu, Ruby jadi tidak sadar bahwa sekarang dia sudah berada di tengah orang yang sedang tawuran.

Ruby semakin kebingungan dan tidak tahu bagaimana caranya keluar dari pusat kekacauan ini.

      'Gue emang mau dapat kerjaan yang bagus, tapi gue juga nggak mau mati konyol di tempat ini,' batin Ruby.

"Woi ... Minggir! Kamu mau mati di tengah mahasiswa yang lagi tawuran." Ruby keheranan ketika ada yang menarik tangannya untuk menepi.

"Tapi saya harus segera ke tempat kerja, saya sudah sangat terlambat," balas Ruby tanpa melihat muka orang yang baru saja menarik tangannya untuk menjauh dari pusat kekacauan.

"Saya juga mau kerja, tapi apa kamu mau mati konyol di tengah-tengah mereka? Biasanya yang terlalu rajin mikirin kerjaan seperti kamu ini hanyalah orang-orang miskin saja," hinanya begitu angkuh.

Pria itu menatap Ruby dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan pandangan meremehkan.

Ucapannya memang tidak salah, orang-orang yang selalu memikirkan pekerjaan memanglah orang-orang yang kurang berada atau orang-orang yang gila kerja saja.

Tapi tetap saja, Ruby merasa tersinggung dengan kata-kata orang sombong yang satu ini.

Ruby ternganga, awalnya Ruby ingin berterima kasih karena orang ini telah menolongnya. Tapi sepertinya Ruby tidak jadi mau berterima kasih karena orang ini sudah menghinanya lebih dulu.

Ruby menatap penampilan seorang laki-laki yang sudah menarik tangannya tadi dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai, sama seperti cara laki-laki itu menatap Ruby tadi.

Setelan jas rapi membalut tubuhnya, sekali lihat saja Ruby sudah tau kalau orang ini adalah orang kaya.

Pantas saja dia sombong, pikir Ruby sambil tersenyum miring.

"Si paling orang kaya," cibir Ruby, "asal Anda tau, nggak semua orang terlahir beruntung seperti Anda. Dan saya adalah satu dari orang yang tidak beruntung itu," hardik Ruby.

"Dasar tidak tau terima kasih, harusnya kamu berterima kasih karena saya sudah menolong kamu. Ini malah mengejek saya," kesal pria itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Bab 29 : Siap

    Di dalam pesawat, Ruby bersandar pada bahu Julian, menikmati ketenangan yang jarang mereka dapatkan. Julian yang biasanya cuek dan malas-malasan kini tampak lebih rileks, jemarinya dengan santai memainkan rambut istrinya."Jangan sampai kamu berubah jadi bos menyebalkan saat liburan," gumam Ruby setengah mengantuk.Julian terkekeh. "Tenang saja, aku akan menjadi suami yang menyebalkan kali ini."Ruby mendengus, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. Perjalanan ke Paris kali ini memang bukan hanya untuk bersantai, tetapi juga untuk menjauh dari urusan pekerjaan dan kenangan masa lalu yang terus mencoba mengusik kehidupan mereka.Saat mereka tiba di bandara Charles de Gaulle, angin dingin musim gugur menyambut kedatangan mereka. Ruby mengeratkan mantelnya sementara Julian menatap sekeliling dengan santai. Baru saja mereka hendak menuju hotel, sebuah suara yang familiar membuat Ruby menghentikan langkahnya."Julian? Benarkah itu kamu?"Seorang wanita dengan rambut panjang bergelombang da

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   27 : Kembali ke setelan awal

    Pekerjaan di kantor sedang kacau balau. Tenggat waktu menumpuk, laporan belum selesai, dan telepon terus berdering tanpa henti. Ruby bahkan nyaris tidak punya waktu untuk duduk dengan tenang, sementara Julian—yang biasanya santai—mulai terlihat sedikit kewalahan.“Julian, ini dokumen yang harus kamu tanda tangani hari ini,” kata Ruby sambil menaruh setumpuk berkas di meja suaminya.Julian menatap tumpukan itu dengan ekspresi malas. “Ini beneran semuanya harus hari ini?”Ruby menghela napas panjang. “Kalau mau kita bisa pulang sebelum tengah malam, iya.”Julian menggerutu pelan, tapi tetap meraih pena dan mulai menandatangani satu per satu. Sementara itu, Ruby kembali ke laptopnya, mengetik dengan cepat sebelum tiba-tiba—Tring!Notifikasi email masuk. Ruby membacanya sekilas, lalu langsung mengusap wajahnya dengan frustasi. “Julian… ada revisi lagi dari klien.”Julian berhenti menandatangani dan menatap Ruby dengan ekspresi tidak percaya. “Serius?”Ruby mengangguk lelah. “Dan mereka m

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   27 : Bertemu gadis buta

    Setelah dipaksa untuk ikut double date oleh Fagas dan Marvel, Julian dan Ruby akhirnya terjebak dalam acara kencan ganda yang mereka tak inginkan.Mereka sudah berada di restoran yang sudah dipesan oleh Marvel—sebuah restoran rooftop yang cukup romantis. Fagas datang dengan seorang wanita bernama Celine, sementara Marvel…Marvel datang sendirian.Fagas mengerutkan dahi. “Mana pasangan lo?”Marvel mengangkat bahu santai. “Tenang, dia bakal nyusul.”Julian melirik Marvel malas. “Jangan bilang lo ngajak kencan sama cewek random yang lo temuin di jalan.”Marvel hanya terkekeh. “Yah, bisa dibilang begitu.”Beberapa menit kemudian, seorang wanita akhirnya muncul.Wanita itu sangat cantik, dengan rambut panjang bergelombang dan raut wajah lembut. Dia mengenakan gaun sederhana berwarna krem yang membuatnya terlihat anggun. Namun, yang membuat semuanya terdiam adalah…Dia membawa tongkat putih.Ruby langsung menyadari sesuatu. Wanita itu buta.Marvel segera berdiri dan membantunya duduk dengan

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   Bab 26 : Bencana

    Setelah kekacauan pagi itu, suasana di kantor mulai sedikit tenang. Ruby akhirnya bisa duduk di mejanya dan fokus pada pekerjaannya, sementara Julian… ya, dia tetap Julian.Alih-alih bekerja, bos malas itu malah duduk di kursinya sambil memainkan pena di tangannya, menatap Ruby dengan senyum menyebalkan.“Kenapa tatapanmu kayak gitu?” Ruby bertanya tanpa menoleh dari layar laptopnya.Julian bersandar ke belakang, menyilangkan tangan di belakang kepalanya. “Aku cuma berpikir… gimana ya kalau sekretarisku ini berhenti terlalu serius bekerja dan lebih fokus mengurus bosnya yang kesepian?”Ruby mendengus, mengetik lebih cepat. “Bos yang kerjaannya cuma tidur dan menggoda sekretarisnya? Ya, enggak, makasih.”Julian tertawa pelan. “Tapi kamu suka, kan?”Ruby langsung menoleh tajam, pipinya sedikit memerah. “Suka apanya?!”Julian bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Ruby dengan langkah santai. Dengan cepat, dia menyandark

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   25 : Kerja

    Ruby meneguk ludah, mencoba tetap tenang. Tapi sulit sekali, apalagi ketika Julian berdiri begitu dekat, menatapnya seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.Oke, Ruby. Tenang. Jangan goyah!Tapi bagaimana bisa tenang kalau Julian berdiri begitu dekat, dengan ekspresi penuh percaya diri yang menjengkelkan itu?"Apa kau takut?" Julian bertanya, suaranya rendah dan penuh godaan.Ruby memaksakan senyum. "Takut? Aku? Tidak mungkin.""Benarkah?" Julian semakin mendekat, membuat Ruby hampir tersudut ke meja."Jangan terlalu percaya diri, Bos," kata Ruby, mencoba mempertahankan harga dirinya. "Kau bukan satu-satunya pria yang bisa membuat seorang wanita salah tingkah."Julian mengangkat alis. "Oh? Jadi, kau mengakui kalau aku membuatmu salah tingkah?"Sial. Dia membalikkan kata-kataku!Ruby segera meralat, "Aku tidak bilang begitu."Julian hanya menyeringai. "Tapi kau berpikir begitu."Ruby menggigit bibirnya, menatap pria itu dengan tajam. "Aku tidak terintimidasi olehmu, Julian."Julian terse

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   24. Terjebak

    Di sebuah apartemen kecil di sudut kota, Ruby mondar-mandir di ruang tamu, matanya tak lepas dari ponselnya. Beberapa kali ia mengetik pesan untuk Julian, tapi selalu dihapus sebelum sempat dikirim.Renzi, yang duduk santai di sofa dengan kaki terangkat di meja, meliriknya dengan bosan. "Kalau kau terus berjalan seperti itu, lantai bisa berlubang, Ruby."Ruby mendelik tajam. "Diam kau, Renzi. Aku sedang tidak bercanda."Renzi mengangkat bahu, tidak tersinggung. "Aku tahu. Tapi serius, kau terlalu khawatir.""Terlalu khawatir?" Ruby mendekat dengan ekspresi tidak terima. "Kau sadar Julian ikut meringkus seorang kriminal besar, kan? Damar bukan penjahat biasa. Dia punya koneksi ke mana-mana, bahkan ke kepolisian."Renzi menghela napas panjang. "Julian bukan anak kecil. Dia tahu apa yang dia lakukan.""Itu masalahnya!" Ruby melempar dirinya ke sofa di samping Renzi, wajahnya dipenuhi frustrasi. "Dia selalu bertindak seolah semuanya ada dalam kendali. Padahal dia bisa saja dalam bahaya be

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   19 . bantuan

    Pelarian yang Tak TerhindarkanFagas dan Friska melangkah dengan hati-hati menuju pintu belakang gudang. Napas mereka tertahan saat suara langkah kaki mendekat dari pintu depan. Mereka tahu, sedikit saja kesalahan, mereka akan terjebak.Fagas menempelkan tubuhnya ke dinding, mengintip ke celah kecil di pintu belakang. Di luar gelap, hanya ada cahaya redup dari lampu jalan yang berkedip-kedip. Sejauh ini, aman. Namun, firasatnya mengatakan bahwa ini tidak akan berlangsung lama.Friska berdiri di sampingnya, mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya—sebuah pisau kecil. "Jika mereka menangkap kita, kita tidak bisa hanya diam," bisiknya.Fagas mengangguk, lalu meraih gagang pintu dengan perlahan. Namun sebelum ia sempat membukanya, suara berat terdengar dari pintu depan."Periksa seluruh ruangan. Mereka tidak bisa pergi jauh."Langkah kaki mulai berpencar, beberapa orang masuk ke dalam gudang dengan senjata di tangan. Fagas dan Friska harus segera pergi.Fagas membuka pintu belakang sedikit

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   22 : Pertarungan

    Malam itu, Fagas dan Friska melaju dengan hati-hati melalui jalan-jalan sepi kota, menuju tempat yang telah mereka tentukan. Rumah tua itu sudah jauh di belakang mereka, dan mereka melaju ke tempat yang lebih aman untuk bertemu dengan Roy. Mobil hitam yang mengintai mereka sebelumnya tampak menghilang, tapi Fagas tahu itu bukan berarti mereka aman.Tiba di tempat yang lebih terpencil, Fagas dan Friska keluar dari mobil, menuju sebuah bangunan kecil yang tampak biasa-biasa saja, namun cukup aman untuk pertemuan rahasia. Roy sudah menunggu di dalam, duduk di meja dengan sebuah laptop terbuka."Fagas, Friska," Roy menyapa mereka sambil menutup laptopnya. "Apa yang kalian butuhkan?"Fagas tidak membuang waktu. "Aku butuh informasi lebih tentang Damar. Kita tahu perusahaan itu hanya kedok, dan sekarang Damar mengirim orang untuk mengejarku. Apa yang kau bisa temukan?"Roy menatap Fagas dengan serius. "Aku sudah menggali lebih dalam. Damar adalah sosok

  • Sekretaris Penawan Hati CEO Arrogant   21 : Pergi

    Fagas menyalakan ponselnya, matanya menyipit saat mengetik sesuatu dengan cepat. Friska mencondongkan tubuhnya, mencoba mengintip layar ponselnya."Apa yang kau lakukan?" tanyanya."Aku mencoba menghubungi seseorang," jawab Fagas singkat.Friska menghela napas, menatap ke luar jendela mobil. Jalanan tampak lebih tenang, tidak ada tanda-tanda SUV hitam tadi. Tapi ia tahu mereka tidak bisa lengah."Siapa orang ini?" Friska kembali bertanya."Seorang kenalan. Dia bisa membantu kita melacak siapa yang tadi mengejar kita," ujar Fagas sambil menunggu ponselnya terhubung.Setelah beberapa nada sambung, seseorang akhirnya mengangkat."Halo?""Roy, ini aku," kata Fagas cepat."Fagas? Lama tak terdengar kabarmu. Ada apa?""Aku butuh bantuanmu untuk melacak sebuah mobil. SUV hitam, mungkin sekitar model tahun terbaru. Mereka membuntutiku dan seseorang yang bersamaku," Fagas menjelaskan.Sejenak, ada jeda di telepon sebelum Roy bersuara lagi."Kau kena masalah, ya?""Bisa dibilang begitu," jawab

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status