Hari Libur, hufff ... kuhembuskan nafasku sekuatnya. Masya Allah tenangnya, tanpa tekanan dari pak Damar, laporan yang tak pernah kunjung usai, membuat absen, merekap absen, mendata proyek dan masih masih banyak lagi pekerjaan yang seabrek yang tak ada habisnya.Kuhirup udara pagi yang masih segar di halaman rumahku, walaupun di pinggir kota rumah tua ini banyak ditumbuhi pepohonan yang tidak terlalu besar, berbagai aneka macam bunga terdapat di beranda dan halaman rumahku.Aku suka menanam bunga tapi ibulah yang sering merawat tanaman-tanaman tersebut agar tidak terlalu suntuk di rumah kalau aku sedang bekerja katanya.“Eh Nak Nisa, gak kerja, Nak?” sapa Bik Sartinah tetangga di ujung jalan.“Gak Bik, Nisa libur hari ini,”jawabku sopan.“Bagaimana keadaan Ibu kamu?”“Alhamdulillah, Sudah membaik, Bik.”“O ya sudah, Bibik pulang dulu.”“Mampir dulu, Bik,”tawarku.“Gak usah Nis, Pak lekmu di rumah belum sarap
“Baik, Pak.”Aku segera menghubungi karyawan yang dimaksud Pak Damar, mereka semua terkejut ketika ku beritahu bahan presentas lui untuk besok ditiru oleh perusahaan rival lain.Pak Damar tak mempermasalahkan lagi siapa yang membocorkan bahan presentasi tersebut, yang penting sekarang bahan presentasinya selesai dan tentunya harus lebih baik dari yang sebelumnya.Angga, Raka, Cellin, Andina, aku dan beberapa karyawan yang lain bekerja keras memutar otak agar menghasilkan desain yang unik, menarik tapi berkualitas bagus dengan budget proyek yang sesuai.Tentunya dengan dibantu ide-ide Pak Damar yang cerdas dan cemerlang.Mengenai jawabanku kepada pak Lukman juga belum tersampaikan kepada Andina. Sudahlah besok atau lusa akan ku beritahu.Hari menjelang magrib, pekerjaan belum selesai juga, aku segera keluar ruangan Pak Damar untuk menunaikan shalat magrib di mushola. Kuhadiahkan Alfatihah untuk ayahku dan berdo’a agar pekerjaan kami se
Setelah shalat isya, aku menceritakan semua tingkah Pak Damar yang agak aneh kepada ibu, mulai dari ia membentak calon istrinya Adelia dan menanyakan tentang lamaran Pak Lukman, wajarkah seorang atasan bertingkah seperti itu?Ibu tak memberi komentar apa pun, beliau hanya mengatakan, bersikap baiklah pada semua orang. Aku akan mengingat pesan ibu tersebut.Aku dan ibu segera beristirahat untuk mengembalikan tenagaku yang terkuras hari ini.Pagi ini ketika hendak berangkat bekerja, Bu Romlah kembali ingin tau dengan kehidupanku semenjak aku bekerja di kantor ia lebih gencar mengorek informasi.“Nisa ... kayaknya elu semalam pulangnya telat banget ya, emang kerjanya sampek malam ya?”“Iya Bu Romlah, Nisa lembur,” ucapku singkat.“Emm ... emang yang nganterin elu semalam siapa, Nisa?”Wah segitunya Bu Romlah, jadi semalam dia nungguin aku pulang sampe ngintip segala ketika aku diantar Pak Damar.“Diantar temen, Bu
Hari berlalu, semua karyawan yang mengerjakan tender proyek kemarin dikumpulkan di ruang rapat oleh Pak Damar, beliau akan menyampaikan sesuatu.Ia berdiri dan mengedarkan pandang ke seluruh ruangan. Kharisma dan jiwa kepemimpinan beliau terlihat ketika sedang berbicara di depan karyawannya.“Hari ini saya akan menyampaikan sesuatu kepada kalian semua, sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kerja kerasnya selama ini, dan akhirnya perusahaan kita ... “ ia menggantung ucapannya sejenak.“Perusahaan kita memenangkan tender besar itu .“Semua bertepuk tangan dan bersorak bahagia.“Alhamdulillah” tidak sia-sia semua usaha yang kita lakukan akhir-akhir ini.“Seperti janji saya kemarin saya akan memberikan bonus kepada tim yang telah mengerjakan tender ini, dan hari sabtu ini kita berlibur ke puncak.”Mereka kembali bersorak bahagia, kemudian semua kem
POV. DAMARAku segera masuk ke kamarku, aku pikir setelah mengatakan hal itu kepada mama, beliau akan percaya begitu saja. Ternyata tidak segampang itu.Siapa yang akan kusuruh menjadi calon istri pura-puraku nanti.Kalau karyawan kantor Mama pasti tidak percaya, minta tolong Lukman, ah nanti dia bawa perempuan sembarangan lagi.Oh iya, aku ingat adikku pernah ingin mengenaliku pada seorang temannya. Bagaimana kalau dia saja, ya benar, aku akan coba berbicara padanya mungkin dia bisa membantuku.Aku langsung menemuinya di kamar, kuketuk pintu kamarnya tak ada sahutan, aku mencoba membuka pintu kamarnya tak dikunci, kudorong sedikit dan terbuka.Aku melihat pemandangan yang luar biasa, adikku satu-satunya sedang melaksanakan shalat di kamarnya.Aku tertegun sejenak memandanginya, ia terlihat cantik berbalut mukenah putih dan tanpa make up. Wajahnya yang ayu nampak teduh dan menyejukkan hatiku.
POV. DAMARMalam ini aku akan dikenalkan Gendhis dengan temannya. Aku mengenakan T-shirt berwarna putih, jaket hitam, dan celana hitam, kukenakan sepatu yang kubeli saat berlibur ke Singapura waktu itu.Kupandangi pantulan wajahku di kaca, Emm sepertinya sempurna.Kupikir tak ada salahnya berkenalan siapa tau perempuan itu bisa membantu untuk menjadi calon istri pura-puraku.Gendhis sudah pergi dari tadi sore, katanya ia menjemput temannya yang akan dikenalkan padaku. Aku segera turun ke bawah, kulihat Mama dan Papa sedang santai sambil menonton televisi.“Wah anak Papa ganteng banget, mau kemana Mar?”“Mau ketemu calon istri Damar, Pa,” jawabku asal.Papa terkekeh.“Tuh lihat anak laki-lakimu Ma, gak usah dijodohin dia bisa cari istri sendiri.”“Palingan juga ngopi sama Lukman,” ucap ibu tak yakin.“Ya udah Ma, Pa, Damar pamit ya, Assalamualaikum,” aku mengucapkan salam, me
Aku pulang diantar Gendhis ke rumah, di dalam mobil, Gendhis terus saja menanyakan pendapatku tentang kakaknya.“Aku gak nyangka lho Nis, ternyata kalian saling kenal.”“Gimana Kak Damar, ganteng kan Nis? Kira-kira kamu suka gak? Aku berharap banget kamu jadian sama Kak Damar.”“Kayaknya Kak Damar suka sama kamu deh Nis, nanti aku korek informasinya ya, aduhh gak kebayang deh kalau kamu jadi Kakak iparku.”Ia tak pernah berhenti mengoceh tentang Pak Damar dan aku.Seandainya aku tau itu Pak Damar aku gak akan mau dikenalkan oleh Gendhis.Pak Damar sudah punya calon istri Adelia, dan ia juga Bos di kantorku, aku juga tak suka dengan sikap Pak Damar yang seperti itu.Aku hanya menjawab pertanyaan Gendhis dengan senyuman, aku tak mau berkomentar.Ah rasanya aku tak mau ke kantor esok hari, aku malu bertemu Pak DamarPagi ini aku sedang memanaskan mesin motorku di depan ru
Mereka semua tertawa setelah meledekku, aku tak menanggapi. Pak Lukman datang menghampiri kami.“Assalamua’laikum Nisa, kamu naik mobil siapa ke puncak?” sapa Pak Lukman“Wa’alaikumsalam, sama Andin dan Cellin Pak,” jawabku sopan.“Oh”Setelah semuanya berkumpul, kami segera berangkat.Jarak dari Jakarta ke Puncak kisaran 90 kilometer. Jika kondisi lalu lintas lancar maka estimasi waktu dari Jakarta sampai di Puncak yakni sekitar 2 jam.Namun apabila terjebak kemacetan karena ada sistem buka tutup maka pengunjung biasanya akan terkena 4 jam perjalanan. Semoga saja sore ini tidak macet.Kami semua menikmati perjalanan sambil berbincang-bincang.Dua jam kemudian, kami sampai di Masalla Village tempat penginapan dengan nuansa sejuk yang menyatu bersama alam, Masalla Village memiliki fasilitas yang lengkap untuk rombongan, yaitu berupa