Di tempat lain. Klien yang sebelumnya meminta pertemuan dengan Anna akhirnya tiba di sebuah restoran yang telah AW Organizer persiapkan. Setelah meminta pengertian klien itu, Anna menyerahkan tugasnya kepada asisten sekaligus sahabatnya-Rosy Woods-untuk menangani masalah perancangan pernikahan kliennya.
Rosy yang telah tiba di restoran itu sejak lima belas menit yang lalu cukup terkejut melihat klien yang memasuki ruangan khusus pertemuan itu.
‘Sial, dia tampan dan seksi!’ pikirnya sembari memperhatikan setiap inci wajah pria itu dan gestur tubuhnya. Dengan sedikit gugup, Rosy berdiri dan menampilkan senyum terbaiknya untuk menyapa klien pentingnya itu.
“Selamat pagi, Tuan. Saya Rosy Woods dari AW Organizer yang akan membantu perancangan pernikahan Anda.” Ucapnya dengan mengulurkan tangan pada pria itu.
“Ernest Mars.” Balas pria itu dengan singkat dan ekspresi acuh tak acuhnya. Rosy hanya tersenyum tipis dan mempersilahkan Ernest duduk lalu memanggil pelayan untuk menyiapkan minuman untuknya dan juga Ernest.
“Apa kau sudah menunggu lama?” Ernest menatap Rosy yang duduk di depannya dengan tatapan intens dan membuat Rosy gugup dengan pipi memanas, sedikit kesulitan menatap pria itu untuk menjawabnya., terlebih melihat tatapan intens pria itu yang seolah menelanjanginya membuat Rosy mau tak mau merasa kesulitan bernapas, “tidak, tuan Mars. Saya tiba di sini hanya beberapa menit sebelum Anda tiba. Jadi, itu bukan masalah.”
Rosy menyelamati dirinya sendiri yang berhasil untuk tetap bersikap profesional di depan Ernest tanpa menunjukkan kegugupannya. Bisa dibilang ia penggemar pria tampan, apalagi ketampanan Ernest di atas rata-rata. Ia yakin Ernest merupakan salah satu pria paling tampan di Boston yang pernah ia temui. Namun sayang sekali bahwa pria tampan ini sudah memiliki pasangan dan akan segera menikah. Rosy merasa pahit di dalam lidahnya menyadari fakta itu.
Ernest hanya mengangguk sebagai tanggapan. Rosy sedikit kehilangan kata-kata mendapat respon yang sikat seperti itu, ia sedikit kesulitan dalam memilih kata untuk membuka diskusi mereka. Akhirnya, dengan mengumpulkan keberaniannya, Rosy membuka suara memecah keheningan untuk bertanya.
“Apa Anda hanya datang sendiri? Bagaimana dengan pasangan Anda?” tanyanya dengan ekspresi bingung. Sangat jarang ada klien yang datang sendirian untuk mendiskusikan perencanaan pernikahan mereka kecuali pasangannya mungkin datang terlambat.
Ernest menatap Rosy sejenak, lalu menjawab dengan nada ragu, “sebenarnya bukan aku yang akan menikah, tetapi sepupuku. Saat ini dia masih di luar negeri bersama pasangannya. Aku datang mewakilinya untuk melihat beberapa hal. Apa itu tidak masalah untukmu nona Woods?”
Sedikit mengerjap, Rosy segera mengangguk dan menjawab dengan nada malu sekaligus bersemangat, “Ya, tentu. Itu bukan masalah. Maaf, karena saya mengira anda yang akan menikah.”
“Tidak, bukan saya.” Ernest menjawab dengan yakin lalu tersenyum maklum akan kesalahpahaman itu. Tepat ketika itu pelayan masuk ke ruangan mereka mengantarkan minuman. Rosy mempersilahkan Ernest untuk minum sementara ia mulai mempersipakan beberapa file untuk ditunjukkan kepada Ernest.
“Kalau begitu, bisakah Anda memberikan ini kepada calon pengantinnya untuk memilih konsep seperti apa yang mereka inginkan, tuan?”
Ernest menerima file itu dan membaca serta melihat-lihat beberapa tema dengan ekspresi serius, “sebenarnya mereka ingin aku yang sepenuhnya mengatur dan memilih konsepnya. Bisakah kau membantuku memberi masukan mana yang sebaiknya kupilih?”
Meskipun tidak sebaik Anna dalam bekerja, Rosy cukup cekatan ketika berdiskusi dengan kliennya. Dengan tanggap Rosy mulai menjelaskan dan merekomendasikan beberapa tema yang menurutnya bagus untuk digunakan saat ini. Tanpa Rosy sadari, pria di depannya kerap kali diam-diam mencuri pandang pada kaki dan pahanya yang sedikit terekspos karena ia hanya mengenakan mini dress ketat berwarna hitam dengan belahan dada yang rendah.
Lekuk tubuh Rosy cukup membuat banyak pria rela berlutut memohon untuk membuat Rosy menemani mereka bersenang-senang. Tak hanya itu, wajah mungil dengan mata biru besarnya yang indah mampu menghipnotis siapapun yang menatapnya. Ia benar-benar definisi salah satu wanita tercantik di Boston.
Dapat dilihat jika Ernest sedikit tertarik pada Rosy yang terlihat cukup cantik dan menawan. Bekerja sebagai fotografer profesional membuat Ernest sering bertemu dengan berbagai wanita cantik dari kalangan artis hingga orang-orang kaya di Boston. Dan itu membuatnya jadi menganggap kecantikan wanita lain biasa saja. Tapi, kesan kecantikan yang diberikan oleh gadis di depannya ini sungguh menarik perhatiannya. Entah mengapa hatinya sedikit berdesir dengan niat ingin memiliki gadis itu.
“Baiklah, hasil diskusi hari ini akan aku katakan pada sepupuku nanti. Untuk sekarang, bagaimana jika kita sudahi diskusinya dan sarapan dulu? Kebetulan aku belum sempat memakan apapun pagi ini.”
Sedikit linglung, Rosy akhirnya mengangguk setuju dan menjawab, “Huh? Ah, ya. Baiklah.”
Pertemuan mereka hari itu di akhiri dengan sarapan yang merangkap makan siang dengan tenang. Rosy juga akhirnya tahu bahwa Ernest adalah seorang fotografer terkenal yang sering dibicarakan akhir-akhir ini.
Seminggu setelah pertemuan terakhir mereka, Anna dan Marcus akhirnya membuat janji untuk bertemu lagi. Kali ini mereka berencana untuk memesan gaun pengantin sekaligus tuxedo untuk pernikahan Marcus dan Lisa. Sayangnya, hari itu Lisa kembali menolak ajakan Marcus untuk memesan gaun pengantin bersama dengan alasan sibuk. Tentu saja, hal itu membuat Marcus merasa sedih dan tak berdaya.Sebagai seorang pria, ia merasa harga dirinya jatuh karena mencintai seorang Lisa Romanov. Gadis yang sudah berhubungan dengannya selama 5 tahun itu telah berubah begitu banyak sejak ia menjadi model terkenal di Boston sekitar dua tahun lalu. Sikap lembut, perhatian, dan rendah hati gadis itu telah hilang berganti menjadi kasar, acuh tak acuh, dan juga lebih tidak pedulian terhadapnya. Namun, Marcus selalu meyakinkan dirinya bahwa Lisa akan berubah kembali seperti dulu setelah mereka menikah.“Maaf sudah membuatmu menunggu lagi Tuan Bond,” suara Anna membuat Marcus tersadar lam
Setibanya di parkiran, Marcus membukakan pintu mobilnya untuk gadis itu. Tersenyum dengan lembut dan memastikan Anna memasuki mobilnya dengan aman sebelum ia memutar dan masuk ke mobil untuk duduk di bangku kemudi.Jujur saja, perlakuan Marcus yang begitu sopan dan lembut membuat hati Anna sedikit berdesir aneh. Sepanjang hidupnya ia belum pernah bertemu pria sesopan dan selembut Marcus, terlebih pria itu juga begitu rendah hati dan tidak arogan seperti kebanyakan pria kaya yang pernah ia temui.Tanpa sadar Anna tersenyum tipis dengan ekspresi pahit di wajahnya mengingat pria di sebelahnya ini akan segera menikah dengan seorang model yang cantik namun kasar. Jika dipikirkan lagi, takdir sungguh lucu. Tidak ada yang tahu bagaimana Tuhan mengatur pertemuan setiap pasangan. Mungkin seorang gadis kasar seperti Lisa Romanov memang harus berpasangan dengan pria sebaik dan sesopan Marcus.Sepanjang perjalanan menuju butik, mobil itu hanya diisi oleh keheningan karena t
Kurang dari setengah jam Anna dan Marcus tiba di sebuah butik ternama di kota itu, butik ini merupakan salah satu butik milik keluarga Bond. Meskipun begitu, Anna juga telah lama bekerja sama dengan butik ini dalam membuat beberapa gaun pengantin untuk event pernikahan yang telah dia tangani. Hasil pengerjaan mereka luar biasa mengagumkan, banyak pasangan yang merasa puas dengan hasil pengerjaan mereka, sehingga membuat Anna merasa lebih yakin untuk menyewa jasa perancangan gaun pengantin di sini.“Halo, Anna! Tuan Muda Bond! Senang bertemu dengan kalian berdua. Apa kalian datang bersama?”Anna dan Marcus hanya dapat tersenyum canggung, kemudian Marcus menjawab dengan nada sopan,”Ya, kami datang bersama. Apa kabarmu Nyonya Marie?”“Ha ha ha! Aku sangat baik. Aku benar-benar merasa bersemangat karena akan merancang gaun pernikahan untuk calon istrimu Tuan Marcus!” Marie Antonius menjawab dengan tawa cerianya, meskipun ia sudah
Setengah jam telah berlalu, Rosy sesekali melirik jam di tangannya dengan ekspresi gelisah menunggu Ernest keluar dari kamarnya. Ia merasa seperti seorang gadis bodoh karena rela menunggu pasangan itu melakukan hal tak senonoh sementara ia berada di apartemen itu juga untuk menunggu mereka selesai.“Aku pergi dulu, sayang.”Suara pintu terbuka yang disusul dengan suara seorang gadis dengan nada menggoda terdengar dari balik punggung Rosy. Refleks ia menoleh ke belakang dan kembali melihat bagaimana Lisa mengabaikannya dan dengan santai mencium Ernest di bibir sebelum berbalik melirik Rosy dengan acuh tak acuh sambil berjalan melewatinya untuk pergi sementara Ernest mendampinginya hingga ke pintu apartemen.Setelah Lisa pergi, Ernest menutup pintu lalu berjalan menghampiri Rosy yang masih duduk di sofanya dengan kulit wajah yang memerah antara merasa marah sekaligus malu.Ernest memperhatikan ekspresi gadis itu sejenak sebelum duduk di sofa seb
Rosy menipiskan bibirnya menahan diri untuk tidak mengumpati pria itu. Sikap pria itu semena-mena dan menyebalkan. Apa menurutnya menjadi tampan dapat membuatnya bersikap begitu semena-mena pada siapapun?“Aku sudah selesai, ayo kita pergi.” Ernest berdiri di tempatnya, melihat itu Rosy juga buru-buru bangun dan hendak berjalan menuju kasir untuk membayar sebelum Ernest menahan tangannya dan menatapnya dengan ekspresi aneh.“Kau mau kemana?” tanyanya dengan kening berkerut.“Aku mau membayar kopiku,” jawab Rosy jujur. Ernest menggeleng dan berjalan melewati gadis itu menuju kasir sambil berkata, “Tidak perlu, biar aku yang bayar. Lagipula kau sudah menemaniku sarapan,” ucapnya dan langsung membayar semua menu yang mereka pesan.Rosy hanya bisa diam di sebelahnya dan mengekori pria itu kembali ke mobil setelah slesai membayar.Di saat yang bersamaan, Anna dan Marcus telah tiba di toko bunga dan sedang
Sekembalinya ia ke gedung Bond Inc setelah makan siang bersama Anna Walkins, Marcus duduk di kursinya dan menghela napas lelah. Pikirannya kembali menerawang memikirkan apa yang terjadi hari ini. Awalnya ia merasa begitu kecewa pada Lisa yang membatalkan janji untuk ke butik bersamanya, namun tanpa ia sadari rasa kesalnya benar-benar menguap selama Anna Walkins berada di dekatnya.Gadis itu entah bagaimana berhasil membuat suasana hatinya terasa jauh lebih baik.Tok Tok Tok“Presdir, ini aku Jody Hills.”Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Marcus, ia menatap pintu di depannya sebelum memberi izin masuk pada Jody Hills-asistennya.Pintu terbuka dan memperlihatkan sesosok pria berambut pirang dengan iris mata berwarna hijau zambrud dan memiliki tinggi proporsional memasuki ruangan Marcus. Pria itu membawa beberapa file di lengannya dan memberikannya pada Marcus. “Ini laporan hasil rapat hari ini, selanjutnya tuan Hendry in
Masih tersisa waktu dua bulan lagi sebelum hari pernikahan Marcus dan Lisa. Tidak banyak hal yang tersisa untuk dipersiapkan oleh Anna mengingat ia sudah menyelesaikan beberapa persiapan dengan baik, tapi hari ini ia mengundang Marcus berserta Lisa untuk melihat gedung resepsi pernikahan mereka yang akan diadakan di sebuah hotel bintang tujuh bernama Star Wash yang cukup terkenal di Boston.Hotel Star Wash terkenal sebagai hotel bintang tujuh yang mewah dan hanya dapat dimasuki oleh para bangsawan kelas satu di kota itu, sejujurnya cukup sulit untuk menyewa salah satu ruangan dengan kapasitas seribu orang untuk sebuah acara mengingat harga sewa yang mahal, tapi itu semua bukan masalah bagi Marcus yang memang memiliki kekayaan bersih miliyaran dollar setiap tahunnya.Dan juga, pemilik hotel itu cukup mengenal Anna Walkins dengan baik sehingga ia bersedia bekerja sama dengannya untuk menyewakan satu gedung khusus untuk hari pernikahan Marcus dan Lisa. Lagipula itu
Sky Hall sangat sesuai dengan rumornya, tempat itu benar-benar indah hingga membuat Anna menatap takjub pada setiap dekorasinya. Ia dapat membayangkan betapa indahnya acara pernikahan yang akan diadakan di sini. Dalam hati ia diam-diam berpikir untuk melaksanakan acara pernikahan di sini juga, namun ia masih belum benar-benar tertarik pada pernikahan.“Tempat yang bagus, tuan Hilton.” Marcus memuji Sky Hall dengan tulus, tatapannya menelusuri setiap sudut tempat dan tersenyum puas.Mendengar pujian Marcus, Hendry tersenyum cerah dan merasa bangga pada dirinya atas pencapaian yang telah ia raih sepanjang hidupnya. Project hotel bintang tujuh ini benar-benar menguras banyak tenaga, pikiran, dan hartanya, namun itu semua sebanding dengan hasil yang telah ia capai.“Terimakasih atas pujianmu, Tuan Bond,” katanya dengan senyum senang menatap Marcus.Kemudian ia membawa Anna dan Marcus untuk berkeliling dan menjelaskan berbagai design da