Hari ini Rhea menghadiri acara arisan yang diadakan rutin setiap bulan bersama para sepupunya Danial. Seperti biasa, acaranya diadakan di ballroom hotel milik salah satu sepupunya Danial. Keluarga besar Danial memang berasal dari kalangan melas atas, Rhea bahkan sangat kesulitan saat belajar menyesuaikan diri dengan mereka. Maklum saja, Rhea terlahir dari keluarga sederhana yang bahkan tidak pernah mengenalkannya dengan keharmonisan keluarga."Kau datang sendiri, Rhea?" Kedatangan Rhea disambut dengan senyuman manis milik Miranda, kakak sepupu Danial.Seulas senyum tipis Rhea terbitkan sebagai balasan, "Ah, iya, Danial sedang ada urusan dan tidak bisa datang." jawab Rhea tak enak hati. Melihat mereka semua datang membawa pasangannya. Rhea jadi merasa terasingkan."Kami tahu, kok." sahut Gabriella, adiknya Miranda. "Katanya kau dan Danial akan bercerai, apa benar?" sambung gadis itu membuat Rhea menahan napas. Perkataan Gabriella berhasil mengundang perhatian yang lain, perlahan bebera
"Selamat atas pernikahanmu, Danial." Akting terbaik sepanjang sejarah hidup Rhea adalah ketika ia menghadiri pesta pernikahan Danial dengan senyum lebar yang terpantri di wajah cantiknya. Memberi ucapan selamat dan bersalaman seolah ia turut berbahagia dan dapat menerima dengan lapang dada kenyataan yang menyakitkan hari ini. Sebuah kenyataan bahwa Danial tidak dapat lagi ia miliki. Pria itu sudah menjadi hak milik wanita lain. Dalam jarak waktu satu bulan sejak bercerai dari Rhea, Danial sudah menggelar pesta pernikahan keduanya dengan begitu mewah dan dihadiri oleh banyak tamu undangan orang-orang penting. Hebat sekali mereka. "Terimakasih, semoga kau cepat menyusul." Di hari bahagianya bahkan Danial masih memasang wajah angkuh dan dingin. Sangat tidak sopan untuk menghormati para tamu yang datang. Rhea mendengus samar, lalu melukiskan senyum sebagai respon baik dari doa mantan suaminya itu. Setelah menyalami mempelai wanita dan mengucapkan selamat atas pernikahan mereka, Rhea s
Bagi Danial, menikahi Liya adalah bagian dari kebutuhan bisnis keluarganya semata dan memenuhi keinginan orang tuanya. Liya bukanlah anak yang berasal dari keluarga sembarangan, Ayah nya merupakan seorang Duta Besar, sementara Mama nya seorang Dokter Bedah. Dua keluarga Konglomerat itu sangat sempurna untuk menyatu dan memperkuat bisnis mereka. Tanpa memberi kesempatan Danial untuk berpendapat, pria itu dipaksa untuk meminang hidup seorang gadis dari keluarga petinggi negara, Liya Katresa. "Sidney?" Liya mengangguk. Ia baru saja membicarakan tentang keinginannya mengambil gelar profesor di Sidney, Australia. "Kenapa kau baru membicarakannya sekarang? Apa Mama sudah tau hal ini?" tanya Danial, Liya menggelengkan kepalanya. Danial membuang napa samar, seharusnya masalah seperti ini Liya bicarakan sebelum mereka menikah. Kalau tau akan begini Gracia pasti tidak akan menikahinya dengan Liya. Karena Gracia mencari wanita yang dapat memberikan Danial keturunan dalam waktu secepat mungk
Sesuai dengan ekspetasi Rhea, Bandung memang kota yang menenangkan. Ia tidak salah memilih tempat pelarian. Baru satu bulan hidup di sini, tapi Rhea sudah bisa merasakan sedikit perbedaan yang terjadi pada pola hidupnya.Setelah menjadi seorang pengangguran, Rhea merasa hidupnya menjadi lebih santai. Bangun pagi tidak perlu repot memilih setelan apa yang akan ia pakai ke kantor hari ini atau sibuk mempersiapkan bahan untuk meeting.Isabell: tidak merindukan kantor?Rhea yang baru selesai melakukan workout sebagai kegiatan rutinnya itu, lantas mengecek ponsel dan spontan tersenyum, membaca pesan dari Isabell.Rhea: menjadi pengangguran ternyata lebih menyenangkanTak butuh waktu lama untuk Rhea menunggu balasan dari Isabell. Pada jam segini biasanya gadis itu sedang menyantap sarapan, tidak heran kenapa bisa membalas pesan dalam hitungan detik.Isabell: itu karena kau sudah kaya!Isabell: beda halnya denganku. Sudah kerja bagai kuda saja aku masih tetap miskin.Sambil terkekeh pelan Rh
Isabell mengambil gelas es kopi miliknya dari atas meja, kemudian meminumnya hingga tandas. Berharap es kopi yang menyegarkan tenggorokannya itu dapat meredam amarah yang menguasai dirinya saat ini.Mendengar berita tentang Danial yang sedang beredar di kantornya membuat Isabell meradang. Tanpa banyak pikir, gadis itu segera bangkit dari kursi kerjanya, kemudian membawa langkahnya ke ruangan kebesaran Danial. Bagaimana Isabell bisa menahan diri, beberapa menit lalu ia mendengar berita kalau Danial akan dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung. Kebetulan atau direncanakan, demi Tuhan, hal ini sangat tidak lucu! "Pak Danial ada di dalam?" tanya Isabell ke Ardan, Sekretaris Danial. Pria berkacamata itu menaikan sebelah alisnya melihat kedatangan Isabell yang tidak diundang."Ada perlu apa, Isabell?" tanyanya dengan tenang.Isabell berdehem, mengontrol dirinya agar tidak terlalu lihat emosi di depan Ardan. Meski umurnya sudah dipertengahan tiga puluh lima, tapi pria itu tidak kalah t
Cleo Miguel membuang napas jengah saat menerima pesan dari Danial. Pesan dengan satu kalimat yang membawa langkah Cleo ke kediaman teman sekaligus atasannya itu."Kau memanggilku untuk ini?" tanya Cleo, jari telunjuknya menunjuk botol wine di atas meja, satu dari botol itu tersisa setengah isinya.Danial berdecak, ia hanya menoleh sekilas lalu menendang kursi kosong di sampingnya seolah menyuruh tamunya itu untuk duduk."Jadi, kau patah hati karena di tinggal mantan istrimu ke Bandung atau di tinggal istri barumu ke Australia?" celetuk Cleo sembari menarik kursi dan mendudukinya. Tak ingin melihat ekspresi Danial yang sedang memakinya, Cleo lantas meraih gelas kecil lalu menuangkan Wine ke dalamnya, menandaskan minuman itu dalam satu kali tegukan."Kau sudah dengar soal pemindahan ku ke Bandung?" Lama terdiam, Danial berujar tanpa menatap lawan bicaranya. Pemandangan malam di luar balkon lantai dua rumahnya lebih layak untuk dipandang dari pada wajah bengis milik Cleo."Jika Aktaraja
"Kau tidak seharusnya datang kemari!"Rhea tersenyum simpul, kepalanya menggeleng kecil, "Tidak masalah. Lagi pula, aku juga merindukan kopi di sini." balasnya sambil menunjukan gelas ice kopi di tangan yang sempat ia beli di coffee shop sebrang. Saat ini, Rhea sedang menginjakan kakinya di lobi kantor Aktaraja Holding. Alibinya untuk bertemu dengan Isabell, padahal ada niat tersembunyi, apa lagi kalau bukan untuk melihat wajah seseorang yang tiba-tiba ia rindukan.Isabell berdesis, "Benar hanya merindukan kopi? sepertinya ada seseorang yang pasti kau rindukan di sini?" balas Isabell dengan tatapan menelisik. Rhea tergugup, gelagatnya berubah salah tingkah. Isabell memang pandai membaca pikiran seseorang. "Apa maksudmu?" "Maksudku kau pasti merindukan teman kantormu yang dulu, kan?" jawab Isabell membuat Rhea menghembuskan napas lega. "Ya, sedikit."Isabell berdecih, wajah devilnya kini terpasang, "Teman kantor atau Pak Direktur?" tanyanya membuat napas Rhea tercekat. "Anak ini!
Rhea membeku ditempat ketika melihat siapa tamu yang datang ke rumahnya malam ini. Hampir saja Rhea menampar dirinya sendiri karena takut kalau ini hanya halusinasi. Kenyataan bahwa saat ini Danial menyandangi rumahnya seperti mimpi. Seulas senyum pun tidak dapat Rhea lukis, wajahnya membeku seketika bertatapan dengan manik legam Danial. "Maaf jika kedatanganku mengejutkanmu," Peka dengan yang Rhea rasakan, Danial berkata maaf dengan raut sesal. Tidak ada wajah dingin yang Rhea temukan seperti saat terakhir kali mereka bertemu, di hari pernikahan kedua pria itu. "Dari mana kau tahu alamat rumahku?" tanyanya. Tidak ada komunikasi diantara mereka sejak Danial menjatuhkan talaknya. Rhea bahkan tidak mengatakan soal kepindahannya ke Danial. "Aku akan menjelaskannya kalau kau mengizinkan aku untuk masuk," jawab Danial. Rhea menghembuskan napas kasar sebelum menggeser tubuhnya untuk memberi akses Danial masuk ke dalam rumahnya. Menapaki isi rumah Rhea, mata Danial tidak dapat berhenti m