Cleo Miguel membuang napas jengah saat menerima pesan dari Danial. Pesan dengan satu kalimat yang membawa langkah Cleo ke kediaman teman sekaligus atasannya itu."Kau memanggilku untuk ini?" tanya Cleo, jari telunjuknya menunjuk botol wine di atas meja, satu dari botol itu tersisa setengah isinya.Danial berdecak, ia hanya menoleh sekilas lalu menendang kursi kosong di sampingnya seolah menyuruh tamunya itu untuk duduk."Jadi, kau patah hati karena di tinggal mantan istrimu ke Bandung atau di tinggal istri barumu ke Australia?" celetuk Cleo sembari menarik kursi dan mendudukinya. Tak ingin melihat ekspresi Danial yang sedang memakinya, Cleo lantas meraih gelas kecil lalu menuangkan Wine ke dalamnya, menandaskan minuman itu dalam satu kali tegukan."Kau sudah dengar soal pemindahan ku ke Bandung?" Lama terdiam, Danial berujar tanpa menatap lawan bicaranya. Pemandangan malam di luar balkon lantai dua rumahnya lebih layak untuk dipandang dari pada wajah bengis milik Cleo."Jika Aktaraja
"Kau tidak seharusnya datang kemari!"Rhea tersenyum simpul, kepalanya menggeleng kecil, "Tidak masalah. Lagi pula, aku juga merindukan kopi di sini." balasnya sambil menunjukan gelas ice kopi di tangan yang sempat ia beli di coffee shop sebrang. Saat ini, Rhea sedang menginjakan kakinya di lobi kantor Aktaraja Holding. Alibinya untuk bertemu dengan Isabell, padahal ada niat tersembunyi, apa lagi kalau bukan untuk melihat wajah seseorang yang tiba-tiba ia rindukan.Isabell berdesis, "Benar hanya merindukan kopi? sepertinya ada seseorang yang pasti kau rindukan di sini?" balas Isabell dengan tatapan menelisik. Rhea tergugup, gelagatnya berubah salah tingkah. Isabell memang pandai membaca pikiran seseorang. "Apa maksudmu?" "Maksudku kau pasti merindukan teman kantormu yang dulu, kan?" jawab Isabell membuat Rhea menghembuskan napas lega. "Ya, sedikit."Isabell berdecih, wajah devilnya kini terpasang, "Teman kantor atau Pak Direktur?" tanyanya membuat napas Rhea tercekat. "Anak ini!
Rhea membeku ditempat ketika melihat siapa tamu yang datang ke rumahnya malam ini. Hampir saja Rhea menampar dirinya sendiri karena takut kalau ini hanya halusinasi. Kenyataan bahwa saat ini Danial menyandangi rumahnya seperti mimpi. Seulas senyum pun tidak dapat Rhea lukis, wajahnya membeku seketika bertatapan dengan manik legam Danial. "Maaf jika kedatanganku mengejutkanmu," Peka dengan yang Rhea rasakan, Danial berkata maaf dengan raut sesal. Tidak ada wajah dingin yang Rhea temukan seperti saat terakhir kali mereka bertemu, di hari pernikahan kedua pria itu. "Dari mana kau tahu alamat rumahku?" tanyanya. Tidak ada komunikasi diantara mereka sejak Danial menjatuhkan talaknya. Rhea bahkan tidak mengatakan soal kepindahannya ke Danial. "Aku akan menjelaskannya kalau kau mengizinkan aku untuk masuk," jawab Danial. Rhea menghembuskan napas kasar sebelum menggeser tubuhnya untuk memberi akses Danial masuk ke dalam rumahnya. Menapaki isi rumah Rhea, mata Danial tidak dapat berhenti m
"Ada gosip yang mengatakan kalau istrinya Danial melanjutkan studi ke Australia, aku jadi semakin yakin kalau dia sengaja pindah ke Bandung untuk dekat denganmu. Kau harus hati-hati, kabari aku kalau dia datang ke rumahmu!" informasi panjang dari Isabell melalui obrolan virtual itu berhasil membuat Rhea terdiam.Pantas saja kemarin Danial menawarkannya untuk berkunjung ke apartement pria itu, rupanya Danial tinggal sendiri di kota kembang ini. Pikir Rhea. "Hei, kenapa diam? Katakan sesuatu!" sentak Isabell karena tidak mendapati respon dari lawan bicara.Rhea berdehem, kembali mengumpulkan kesadarannya. "Ya, aku mengerti. Lagi pula, kau berpikir terlalu jauh. Bukankah Danial pindah karena ia harus bekerja di kantor cabang?" tanya Rhea sembari melanjutkan aktivitasnya menyiram tanaman."Tapi pasti ada alasan lain. Apa kau berpikir ini sebuah kebetulan? Ayolah, Rhea! Kantor cabang Aktaraja bukan hanya di Bandung, kan? Malah seharusnya Danial menolak untuk dipindahkan karena di sana ada
"Hari ini Ibu Rhea sedang tidak ada di rumahnya, Pak." Sepasang alis tebal Danial terangkat, "Pergi ke mana dia?" tanyanya sambil menatap jengkel sang anak buah yang memberi laporan setengah-setengah. "Menemui Ayahnya." jawaban singkat itu berhasil mencetak kerutan dikening Danial.Masalah apa lagi yang tua bangka itu buat hingga melibatkan Rhea? tanya Danial membatin."Satu minggu lalu adiknya Bu Rhea masuk rumah sakit karena dianiaya oleh rentenir, Pak." sambung pria berbadan tegap itu.Tangan Danial terkepal. "Sial! Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?!" sentaknya emosi. Tidak perlu dijelaskan lebih lanjut, jika melibatkan rentenir dan mantan ayah mertuanya, Danial sudah tau apa yang telah terjadi."Maaf, Pak." anak buah Danial menunduk dalam. "Siapkan mobil, sekarang!" perintah Danial membentak, napasnya menggebu tak beraturan."Siap, Pak!" sahutnya, ia menunduk hormat sebelum pergi memenuhi perintah sang tuan.BRAK!Danial menggebrak meja, mimik wajah pria itu mengetat mena
"Apa aku salah lihat? Apa kau benar Rhea?" Danial bertanya-tanya dengan nada tak percaya saat mendapati mantan istrinya berdiri menunggu di depan pintu apartemennya.Rhea memutar bola matanya, "Jangan berlebihan, Danial!" sungutnya menahan kesal.Sekilas Danial terkekeh, ia lantas membuka pintu apartemennya dan mempersilakan Rhea masuk lebih dulu. "Seharusnya kau hubungi aku dulu agar aku pulang lebih cepat. Apa tadi kau menunggu lama?"Alih-alih membalas ucapan Danial, Rhea malah mendudukan dirinya di sofa ruang tengah. Sepasang matanya yang dihias bulu mata lentik itu juga mengedarkan pandang, memandang isi apartemen mewah milik Danial. "Bukankah ini terlalu besar untuk ditempati sendirian?" gumam Rhea.Danial ikut mendudukan diri di sofa single, "Benar. Kau mau menemaniku tinggal di sini?" godanya seraya memainkan alis.Samar Rhea berdecih. "Kontrol dirimu, Danial! Kau sangat tidak pantas untuk mengatakan itu!" ketus Rhea. Semakin lama Rhea semakin dibuat bingung dengan sikap mant
Rhea membuang napas kasar, padatnya lalu lintas kota Jakarta sore ini membuat kepalanya pening. Mobil yang ditumpanginya bersama Rayn sudah dua jam terkepuk di kemacetan."Kemarin aku bertemu Cleo." Rayn bersua diantara berisiknya obrolan penyiar di radio mobil. "Dia bertanya sedikit tentangmu." lanjut Rayn tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan di depannya. Tangan Rhea terulur untuk mematikan radio itu. "Bagaimana kabarnya? Dia baik?" "Ya. Apa aku perlu menelepon dia dan mengajaknya untuk bergabung bersama kita nanti malam? Sepertinya dia akan senang jika tahu kau ada di sini." ujar Rayn dengan antusias. Cleo memang bukan orang asing bagi orang-orang terdekat Rhea.Rhea merogoh isi tas brandednya, mengeluarkan ponsel mahalnya dari dalam sana. "Aku akan menghubunginya." jawabnya. Rhea: Are you free tonight?Cleo: Kau bertanya seperti itu seolah kau sedang berada di JakartaKekehan terbit di bibir Rhea, cepat sekali pemuda itu membalas pesannya. Rhea: Memang. Nanti malam aku ak
"Wah, kau memakai celana dalam merah muda ya?" "Tutup matamu, sialan!" sentak Isabell seraya menendang keras kepala besar Cleo yang berada dibawahnya. Membuat pria tampan itu mengaduh dan memalingkan wajahnya dari Isabell yang sedang mengangkang di atas sofa.Semoga saja besok pagi Cleo tidak ingat kalau bawahannya itu baru saja bertindak kurang ajar padanya. "Astaga, kalian ini!" Rhea datang dengan wajah frustrasinya. Menatap ketiga manusia yang sudah teler dan tergelatak tak beraturan di sofa dan lantai ruang tengah.Rhea melepaskan celemeknya lalu berjalan menghampiri Isabell, beberapa menit lalu saat Rhea tinggal untuk membereskan dapur, mereka masih normal dan mengobrol santai, tapi kenapa sekarang mabok semua?"Rapatkan kakimu!" perintah Rhea seraya merapatkan kaki Isabell yang terbuka. Perlahan Rhea mengalungkan tangan gadis itu ke lehernya, lalu menuntunnya ke dalam kamar. "Rayn brengsek! Kenapa kau tidak menyadari perasaanku?!" celoteh Isabell saat Rhea berhasil melemparn