Share

06. Masalah Baru?

Isabell mengambil gelas es kopi miliknya dari atas meja, kemudian meminumnya hingga tandas. Berharap es kopi yang menyegarkan tenggorokannya itu dapat meredam amarah yang menguasai dirinya saat ini.

Mendengar berita tentang Danial yang sedang beredar di kantornya membuat Isabell meradang. Tanpa banyak pikir, gadis itu segera bangkit dari kursi kerjanya, kemudian membawa langkahnya ke ruangan kebesaran Danial. Bagaimana Isabell bisa menahan diri, beberapa menit lalu ia mendengar berita kalau Danial akan dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung. Kebetulan atau direncanakan, demi Tuhan, hal ini sangat tidak lucu!

"Pak Danial ada di dalam?" tanya Isabell ke Ardan, Sekretaris Danial. Pria berkacamata itu menaikan sebelah alisnya melihat kedatangan Isabell yang tidak diundang.

"Ada perlu apa, Isabell?" tanyanya dengan tenang.

Isabell berdehem, mengontrol dirinya agar tidak terlalu lihat emosi di depan Ardan. Meski umurnya sudah dipertengahan tiga puluh lima, tapi pria itu tidak kalah tampan dari Danial. Jadi Isabell harus terlihat anggun dan penuh kelembutan di depan pria yang masih lajang itu.

"Ada yang harus aku bicarakan dengannya,"

"Tunggu sebentar," instruksi Ardan, kemudian ia sibuk dengan telepon. Mungkin sedang mengabari atasannya kalau ada tamu mendadak yang ingin bertemu.

"Masuklah," putus Ardan setelah menutup sambungan teleponnya.

Seulas senyum simpul yang Isabell harapkan dapat memikat hati pria itu terlukis, "Terima kasih, Ardan," kata Isabell lalu melangkah memasuki ruangan Danial.

Dalam sedetik, ekspresi Isabell langsung berubah sesaat setelah retinanya menemukan Danial yang sibuk di meja kerjanya. Dengan langkah tak sabaran Isabell berjalan mendekat.

"Ada apa, Bell?" suara dalam Danial terdengar.

Isabell mendengus, "Isabell." ulang gadis itu menakan.

Danial yang semula fokus pada beberapa berkas yang sedang ia bubuhi tandatangannya lantas mendongak, "Ya, Isabell. Duduklah," ralat Danial sembari mempersilakan gadis itu untuk duduk.

Menuruti perintah sang empu, Isabell mendudukan dirinya di kursi kosong tepat di hadapan Danial. Masih dengan raut dongkol gadis itu menyuarakan kepentingannya.

"Aku dapat kabar kalau kau akan dipindahkan ke Bandung?"

Danial menaikan satu alisnya, berpikir. Kalau tidak salah ingat, baru satu jam lalu ia membicarakan hal tersebut dengan Ayahnya, tapi kenapa sudah sampai ke telinga para pegawai? Ah... Ia lupa kalau Mira juga punya telinga dan mulut!

"Aku belum bisa memastikannya. Tapi, kemungkinan besar kabar itu akan valid. Ada sedikit masalah di sana, jadi aku menawarkan diri untuk mengatasi masalah itu."

Rahang Isabell terjatuh mendengar Danial yang menjawab dengan santainya. Isabell mengenal Danial bukan hanya sebagai atasannya saja, tapi mantan suami dari sahabatnya, cukup mudah untuk Isabell memahami maksud tersembunyi dari kepindahan Danial ke Bandung yang sepertinya sudah direncanakan oleh pria itu.

"Kalau kau melakukan ini untuk Rhea..." Isabell menggantungkan kalimatnya, gadis itu menatap Danial sambil menggelengkan kepala, "Kau mengambil langkah yang salah, Danial."

Bukannya merenungkan ucapan Isabell. Danial malah terkekeh kecil, membuat Isabell menahan diri untuk tidak melempar kursi ke wajah pria itu. Sialan! Isabell sedang kesal bukan kepalang, tapi Danial seakan mengejeknya dengan begitu sarkas.

"Aku memang melakukan ini untuk Rhea." kata Danial berterus terang, tangan pria itu bergerak menggeser berkas yang selesai ia tandatangani ke tepi meja.

"Pria sinting!" umpat Isabell. Tak peduli saat ini ia sedang di area kantor dan Danial adalah atasannya yang dapat memecatnya kapanpun pria itu mau. Tapi Isabell tidak peduli, ia berkata seperti ini sebagai sahabatnya Rhea, bukan pegawai Danial.

"Setelah kau meninggalkannya dengan cara paling brengsek, kini kau ingin mempermainkannya juga? Rhea sudah cukup tersiksa setelah kau menceraikan dia, Danial!" sambung Isabell dengan nada tinggi dan menggema di ruangan luas itu. Setelah melempar tatapan mautnya, Isabell segera beranjak pergi tanpa menunggu balasan apapun dari lawan bicaranya itu.

* * *

Suasana hampa menyelimuti ruangan tempat Rayn dirawat saat ini. Kondisi pemuda itu yang tidak sadarkan diri membuat Rhea tidak dapat melangkah keluar barang sebentar saja. Meski Dokter mengatakan kalau Rayn tidak mengalami luka dalam dan hanya butuh istirahat intensif.

Sisi tubuh Rhea terkepal. Ada amarah yang ia tahan saat melihat adiknya terbaring lemah dengan luka lebam di sekujur tubuhnya. Menurut keterangan asisten di rumah lamanya, Rayn dianiaya oleh beberapa pria berbadan besar yang menagih hutang. Hal ini bukan untuk yang pertama kali, dan Rhea jelas tahu siapa dalang di balik semua ini.

Suara decitan pintu yang terbuka membuat Rhea spontan menolehkan kepalanya ke sumber suara, menemukan Isabell yang datang dengan wajah paniknya.

"Astaga, Rayn!" gadis itu berlari dengan dramatis menghampiri Rayn. "Kenapa wajahmu jadi seperti ini?" sambungnya, tidak percaya wajah tampan milik Rayn yang tadi pagi ia pandangi kini dipenuhi luka lebam dan sobek di sisi bibirnya.

"Aku mengabari dari dua jam lalu dan kau baru datang sekarang?!" timpal Rhea tersirat jengkel.

Isabell menoleh, mengalihkan fokusnya ke Rhea. "Maaf, aku tidak bisa kabur karena mantan suamimu yang menyebalkan itu mengadakan rapat dadakan!" jawab Isabell tak kalah jengkel. Seandainya Rhea tahu kalau sepanjang berjalannya rapat tadi pikiran Isabell hanya di penuhi oleh kecemasan karena mendapat kabar Rayn masuk rumah sakit.

Rhea terdiam, sekilas mengingat tentang Danial. Mendengar namanya saja dapat membuat pikiran Rhea terpaku pada pria itu.

"Rhea," panggil Isabell membuyarkan lamunan yang punya nama.

"Hmm?"

"Apa ini ulah Ayahmu lagi?" tanya Isabell dengan suara mencicit. Tampak ragu untuk bertanya.

Tidak langsung menjawab, Rhea terdiam sebentar sambil memandang Rayn dengan tatapan kosong. Perlahan kepala Rhea mengangguk, membenarkan pertanyaan Isabell.

"Kali ini kau harus mengambil tindakan! Mau sampai kapan kau masa bodoh dengan kelakuan ayahmu itu? Kau mau hal seperti ini terjadi lagi?!" dengan bercampur emosi Isabell berujar, merasa kesal karena Rhea selama ini hanya diam saja saat Ayahnya berhutang dengan mengatasnamakan namanya dan Rayn, apa lagi dengan nominal yang sangat besar. Kalau hal ini terjadi pada Isabell, mungkin Isabell lebih memilih untuk keluar dari Kartu Keluarga.

Rhea mengangguk dengan wajah tenang, "Aku akan mengurusnya." jawabnya tanpa intonasi.

Isabell mendengus, dulu juga Rhea mengatakan hal itu, tapi bukannya menindak kelakuan Ayahnya, wanita itu malah melunasi hutang-hutangnya. Ayahnya itu tidak akan kapok jika belum diberi pelajaran, seharusnya Rhea lebih tegas lagi.

"Dari banyaknya masalah di hidupmu, hanya masalah ini yang tidak pernah becus kau urus." timpal Isabell tak ada takutnya, gadis itu hanya mendelik cuek ketika Rhea memberinya tatapan tajam.

"Omong-omong tentang masalah, sepertinya kau akan dapat masalah baru." lanjut Isabell dengan topik pembicaraan baru.

Sepasang alis lurus Rhea terangkat, ekspresi nya berubah penasaran, "Apa?"

"Janji untuk tidak terkejut?"

Rhea memutar bola matanya. Melihat wajah mengejek Isabell, seperti gadis itu sedang memainkannya.

"Kau boleh menoyor kepalaku jika aku terkejut." balas Rhea menantang.

"Danial akan pindah ke Bandung!" ujar Isabell membuat Rhea seketika terdiam dan menegang.

Melihat respon Rhea yang tidak sesuai ekspektasinya, Isabell lantas membuang napas panjang. Gadis itu merasa sedih karena gagal mendapatkan kesempatan untuk menjitak kepala Rhea, karena nyatanya wanita itu hanya diam membisu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status