“Mbak Weni, tidak apa-apa?”Suara Mila membuat Weni menghapus acak matanya, ia juga segera menenangkan dirinya. Weni tidak mau Mila melihat dirinya yang tengah hancur, ia juga berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum.“Tidak apa-apa, tadi ada tikus. Jadi tidak sengaja menjatuhkan semuanya,” ucap Weni asal.Mila menunduk untuk membantu Weni yang terlibat kesulitan, ia yakin itu adalah perbuatan Haris. Tapi dirinya akan berpura-pura tidak tahu seperti biasanya dan memilih untuk mempercayai wanita yang selalu membuatnya kasihan.“Tidak perlu, Mbak bisa merapikannya sendiri.” Weni menolak Mila yang sudah siap membantu. “Rena mana?” tanya Weni saat menyadari bahwa Mila datang seorang diri.“Tadi Rena habis berenang, tidak lama ketiduran. Sekarang Rena tidur di rumah,” jelas Mila dengan tangan yang sudah membantu Weni meski sempat ditolak.Weni mengangguk mengerti, pasalnya ini bukan kali pertama Rena berenang di rumah Mila. Ya, Mila memiliki kolam renang sendiri di rumahnya dan terkadang Re
Weni segera mentransfer beberapa datanya serta seluruh data yang berkaitan dengan Hajoon ke ponsel barunya. Weni akan menggunakan ponsel barunya hanya untuk berhubungan dengan Hajoon.Weni tak akan menunjukkan ponsel barunya pada Haris, atau siapa pun. Hanya Rena dan dirinya yang akan tahu akan keberadaan Hajoon dan ponsel yang cukup mahal itu.“Mamah!”Teriakan Rena yang datang dari luar, membuat Weni terkejut dan segera menaruh ponselnya ke bawah bantalnya. Ia bergegas menuju arah pintu dan menyambut kedatangan anak semata wayangnya itu.“Rena tadi berenang ya?” tanya Weni begitu Rena sudah berada di dalam pelukannya“Iya, Tante Mila tadi menemani Rena berenang.” Rena menceritakan semuanya dengan senang, membuat Weni yang mendengarnya pun ikut tersenyum.“Terima kasih Mila.” Weni tersenyum pada Mila, yang sejak tadi berada di belakang Rena.“Sama-sama Mbak,” balas Mila dengan senyumannya.“Tante, Rena mau tunjukan mainan baru Rena.”Rena dengan segera menarik Mila ke tempat mainanny
“Berikan uangmu,” todong Haris saat ia baru sampai rumah.Weni yang baru saja membukakan pintu dan siap menyambut Suaminya itu, terkejut akan ucapan yang tiba-tiba dilontarkan Haris. Bahkan Haris mengatakannya dengan tatapan yang menuntut.“Untuk apa?” tanya Weni memberanikan diri.Haris yang baru saja terduduk di sofa memalingkan wajahnya dengan cepat ke arah Weni, tatapannya bak sinar laser yang panas. Weni berusaha tak takut, ia menatap balik Haris dengan tatapan yang tegas.“Selama ini memang buat apa aku mencari uang? Bukannya kamu sudah tahu, hutang terbesar kita dimanah?” marah Haris melempar sepatu yang baru saja di lepasnya ke arah Weni.Beruntung Weni cepat mengelak, membuat sepatu yang cukup keras itu membentur dinding. Namun, hal itu tak disukai Haris, ia mendekat dan melempar sepatu satunya lagi ke tulang kering Weni.Weni meringis kesakitan, pasalnya hak sepatu pantofel itu tepa mengenai tulang keringnya. Bahkan saking sakitnya, ia terduduk di lantai dan mengusap kakinya
“Kondisimu sudah baikkan?” Hajoon menatap Weni dengan tatapan yang hangat dan perhatian.“Aku sudah baik-baik saja, terima kasih.” Weni tersenyum tulus, ia benar-benar menerima perhatian Hajoon dengan terbuka.“Sebenarnya apa yang telah dilakukan Suamimu?”Hajoon bertanya dengan nada yang cukup lembut dan tak menuntut, ia tak mau Weni menceritakannya dengan terpaksa. Yang diinginkan Hajoon adalah sikap jujur Weni.“Dia melukaiku, sepertinya dia merasakan kalau aku selingkuh darinya.” Weni menjelaskannya dengan jujur. “Apa dia mengetahui hubungan kita? Atau ....”“Dia akan melakukan lebih, andai saja dia tahu. Selama ini kamu sudah mendapatkan perlakuan seperti sekarang,” potong Hajoon.Weni terdiam, mengingat semua yang terjadi padanya. Ia membenarkan dengan apa yang dikatakan Hajoon, karena selama ini dia sudah mendapatkan perlakuan yang cukup kasar dengan alasan yang sepele.Mungkin dirinya akan mendapatkan yang lebih parah andai benar Haris tahu bahwa dirinya selingkuh. Membayangka
“Aku mencintaimu.”Satu kalimat yang terucap dari mulut Weni membuat keadaan menjadi canggung, keduanya terdiam. Bahkan Weni yang mengatakan hal itu hanya bisa terdiam dan menatap Hajoon, mencoba melihat reaksi apa yang diberikan oleh Hajoon.Namun Hajoon nyatanya hanya terdiam tanpa berekspresi, hal itu membuat Weni malu sendiri. Ia merasa bodoh karena telah menyatakan cinta, padahal dirinya adalah wanita yang masih memiliki suami dan bahkan seorang anak.“Maaf, aku ....” Weni mencoba mencari alasan akan ucapannya.“Aku juga mencintaimu,” balas Hajoon tiba-tiba membuat Weni tersedak oleh kalimatnya.Suasana canggung kembali melanda keduanya, mereka sibuk akan pikiran mereka masing-masing. Hingga tangan kecil menepuk pundak Weni dan menyadarkan dirinya akan keberadaan Rena yang sejak tadi ia lupakan.“Om!” seru Rena penuh semangat saat melihat wajah Hajoon di layar ponsel Weni.“Hai, Rena.” Hajoon menyapa balik Rena dengan senyuman andalannya.“Om, sedang apa?” tanya Rena penuh antusi
“A-Aurel?” sebut Weni saat melihat seorang wanita mendekat padannya dengan tatapan yang sangat antusias.Sementara Weni yang dikejutkan, hampir saja terjatuh. Beruntung tagannya sigap memegang pinggiran meja yang memang tertanam dan menyatu dengan lantai, hingga ia mampu menopang dirinya agar tidak terjatuh.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Bianca khawatir.“Ah,, maafkan aku.” Aurel membantu Weni dengan segera, kembali ke posisinya semula. “maafkan aku telah mengejutkanmu,” ucap wanita yang bukan lain adalah Aurel.Bianca menatap Aurel dengan seksama, ia kini mengerti kenapa Weni sampai bereaksi seperti sekarang. Wanita itu adalah wanita yang sama dengan seorang wanita yang tengah jalan bersama Haris, suami dari Weni tempo hari.Tapi yang membuat bingung Bianca, bagaimana bisa Weni mengenal nama wanita tersebut. Bahkan wanita itu terlihat sangat dekat dengan Weni, seolah Weni adalah teman atau orang yang sangat dikenalnya.“Tidak apa-apa.” Weni mencoba menenangkan Aurel yang terlihat sang
Weni menatap Rena, ada rasa yang sedikit mengganjal di hatinya. Belakangan ia seakan memikirkan dirinya sendiri, tanpa memedulikan apa yang akan di rasakan Rena kelak.“Apa aku harus kembali menahan semua?” gumam Weni dengan tatapan yang tak lepas pada makhluk kecil yang tengah tertidur lelap.Ia merasa beruntung hari ini, bisa mengutarakan semuanya pada Bianca. Hatinya yang selalu ia tekan dan masalah yang selalu ingin ia selesaikan sendiri, sedikit berkurang hanya karena menceritakan segalanya pada Bianca.“Maafkan Mamah,” lirih Weni dengan mengusap rambut lembut anaknya.Hari ini beruntung hajoon tak segera menghubunginya, jadi ia bisa sedikit tenang. Weni masih bingung akan apa yang harus ia jelaskan atau ia alihkan untuk mengatakan bahwa pernyataannya hanyalah candaan.“Sedang apa kamu?” suara Haris segera mengejutkan Weni yang masih dalam lamunannya.Weni segera beranjak dari duduknya dan keluar untuk melayani Suaminya yang baru saja pulang. Ia menyiapkan kopi seperti biasa dan
“Mamah … Mamah ….”Weni yang tengah tertidur, segera terbangun dan terkejut mendapati Rena tengah terduduk dan menatap dirinya dengan isak tangis. Ia juga memegang kedua lengannya erat seakan takut akan sesuatu.Belum sempat Weni bicara ia terkejut dengan kondisinya, yang ternyata tengah menangis. Matanya perih dan seakan mengeluarkan air mata, bahkan ia bisa merasa dirinya sedikit sulit bernapas.Weni menghapus air mata yang tersisa di pipinya, terduduk dan segera memeluk Rena. Bukannya berhenti menangis, justru Rena tiba-tiba menangis cukup keras seolah tengah melepas semua bebannya.Weni yang tak tahu kenapa dan bagaimana, ia pun ikut menangis seraya memeluk tubuh Rena. Kini ia sangat tahu apa yang dimaksud bahwa ikatan batin seorang Anak pada Ibunya itu cukup kuat, terlebih saat umur sang anak masih terbilang kecil.“Kenapa Rena tadi menangis?” tanya Weni setelah keduanya tenang dan kini duduk berhadapan.“Tadi Mamah terus menangis, Rena takut.” Rena menjelaskannya dengan sedikit