“Sayang aku muak dengan istrimu. Apa kalian akan terus bersama? Aku ingin bersamamu,” suara seorang wanita berpakaian minim. Tangannya bergelayut manja di lengan seorang pria yang sudah berstatus suami orang.
“Jangan kawatir,” balas si pria. Mengecup sekilas bibir berlipstik merah wanitanya.“Aku takut kamu berpaling dariku. Aku takut kamu tergoda dengannya. Pernikahan kalian memang hanyalah sebuah bisnis—tapi bisa saja nanti kamu akan tergoda dengannya dan meninggalkanku.”Si pria terkekeh. Semakin mengeratkan rangkulannya pada pinggang wanita yang hanya menggunakan dress mini berwarna merah terang. “Aku tidak akan tertarik dengannya. Tubuhmu lebih menggoda sayang.Sang wanita tersenyum senang. Puas sekali dengan jawaban sang kekasih. Perlahan ia mendekat. Berlagak seorang jalang yang sangat ahli menggoda. Merayap ke tubuh sang kekasih, tangannya tidak tinggal diam. Membelai inti dari kekasih.“Naomi kau sangat ahli—sayang,” desah pria terdengar.“Yes call my name babe. I want you right now,” jawab wanita yang bernama Naomi. Bibirnya membelai leher kekasih. Mengecup basah pada belakang telinga.Tubuh Naomi terpelanting ke kasur. Sekarang berada di bawah kuasa kekasihnya. Mencengkram bahu pria yang kini sedang memasukinya. “Jordan—yes fuck me harder,” desahnya.Jordan Parvis adalah pria tampan yang sudah berstatus menikah namun berani main belakang dengan seorang wanita yang bernama Naomi. Berada di sebuah Apartemen yang dibelinya untuk tempat tinggal Naomi sekaligus menjadi tempat di mana mereka memadu kasih.Usai percintaan panas mereka, Jordan bangkit. Menatap Naomi sebentar yang sedang tertidur pulas di atas kasur. Segera mengambil pakaiannya lalu memakainya kembali. Setelah itu mendekati Naomi untuk sekedar mengucapkan kalimat perpisahan untuk malam ini.“Good bye—Naomi. Have a nice dream—aku pergi dulu.” Lalu diakhiri dengan sebuah kecupan di dahi perempuan yang berstatus selingkuhannya.~~Seorang wanita tengah tertidur di sofa ruang tamu. Kegiatannya setiap malam adalah menunggu suaminya yang tak kunjung pulang. Sebagai seorang istri hampir dua tahun tidak menjadikan dirinya bahagia. Ia sedang berusaha menjadi istri yang baik agar suaminya bisa melihatnya dan tidak lagi bermain wanita di luar sana.KreekkSuara pintu terbuka, membangunkan sepasang mata. Bangun secara perlahan. Menatap bayangan yang tidak asing baginya. Suaminya akhirnya pulang. Dengan segera ia bangkit dan langsung mendekati suaminya.“Kamu sudah pulang? Perlu kusiapkan air hangat?” tanyanya dengan tangan yang berusaha mengambil tas kantor yang dibawa suaminya.“Tidak perlu,” jawab singkat pria.“Biar kubawa.” Masih berusaha mengambil tas kantor yang berada di genggaman suaminya.“Tidak perlu—Giselle. Kau tidak perlu bertindak sejauh ini. Aku tidak membutuhkan perhatianmu.”Wanita itu bernama Giselle Adeline, istri dari pria yang bernama Jordan Parvis. Wanita cantik dan anggun. Berusaha membuat rumah tangganya lebih baik. Giselle memang tidak buta, ia tahu sejak awal pernikahan ini hanyalah sebuah bisnis yang menguntungkan kedua belah keluarga.Namun apa salahnya mencoba mempertahankan pernikahan—apalagi usia mereka berdua sudah tidak muda lagi. Mereka hampir 30 tahun tidak mungkin main-main lagi pada pernikahan. Setidaknya Giselle mencoba memperbaiki Pernikahan yang sejak awal memang tidak baik.“Jordan—aku hanya ingin kamu memberiku satu kesempatan agar kita bisa menjalani pernikahan ini dengan baik.”Jordan tertawa. Menatap remeh pada sang istri. “Ayolah—bangun! Sejak awal tidak ada yang berharap apa-apa pada pernikahan ini. Bukankah sejak awal kau dan aku sama-sama setuju untuk tidak menganggap pernikahan ini?”Giselle menghela nafas. Ya, dia dari awal memang tidak menganggap pernikahan ini, namun lama-kelamaan ia jadi berpikir sampai kapan. Maka ia mulai memutuskan untuk mulai dari awal—mencoba membangun hubungan sehat dengan suami yaitu Jordan.“Tapi itu dulu—hampir dua tahun kita seperti ini. Pernikahan bukan mainan—Jordan. Kita bisa mencoba mulai dari awal. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untukmu. Aku akan lebih memperbaiki diriku, mempercantik diriku. Berilah kesempatan padaku—Jordan.”Giselle meraih tangan Jordan kemudian menggenggamnya dengan lembut. “Jika aku pernah melukai hatimu—aku minta maaf. Ayo kita perbaiki hubungan ini. Aku tidak ingin kita selamanya seperti ini.”Jordan menghempaskan tangan Giselle. “Masalahnya aku tidak pernah tertarik denganmu. Kau cantik tapi hanya sebagai porselen dan pajangan bagiku maupun keluargamu. Aku juga mempunyai wanita di luar sana yang jauh lebih cantik dan lebih berpengalaman darimu. Aku tidak membutuhkanmu.”Melangkah lebih dekat. “Aku tidak tertarik dengan ajakanmu. Sekalipun kau mengemis dan menangis darah, aku tidak akan pernah melihatmu. Apa yang kau banggakan? Wajah cantik? Ya tapi untuk tubuh kau jauh di bawah standartku.” Giselle menepis rasa sedihnya. Meski ia sangat ingin menangis mendengar perkataan Jordan yang sangat menusuk, ia masih berusaha meluluhkan hati suaminya.“Aku bisa memperbaiki diri. Aku akan berusaha lebih pantas untukmu. Tapi kumohon putuskan wanitamu di luar sana. Kita akhiri hubungan yang tidak jelas ini dan mulai dari awal. Aku hanya ingin kita menjalani rumah tangga pada umumnya.”“Kau bermimpi saja! Sampai kapanpun aku tidak mau!” hardik Jordan.“KALAU BEGITU CERAIKAN SAJA AKU!” sentak Giselle terdengar begitu nyaring di penjuru ruangan. Akhirnya Giselle berhasil mengeluarkan kalimat yang selama ini sangat ia tahan.Jordan berbalik. Tersenyum mengerikan. “Mau bercerai?” langkahnya semakin dekat dengan istrinya. “Kau tahu? Aku juga sangat ingin melakukannya. Aku sangat muak melihat wajahmu—aku ingin cepat-cepat menyingkirkanmu dari kehidupanku, tapi semuanya sudah tErlandjur. Keluargamu telah menukarmu dengan kekuasaan yang telah kuberikan. Jadi, jangan bermimpi bisa lari ataupun lepas dari kehidupanku sampai waktu yang telah kutetapkan.”Giselle memejamkan mata sebentar. “Kau sendiri tidak tahu kapan akan melepaskanku. Untuk itu aku mau satu kesempatan agar aku bisa menjadi istri yang baik untukmu.”Giselle tidak memikirkan apapun lagi. Ia terduduk di lantai dengan memeluk kaki suaminya. “Kumohon Jordan—beri aku kesempatan. Aku akan menjadi istri terbaik untukmu.”“Enyah dari kakiku!” teriak Jordan.Giselle menggeleng. “Tidak—sebelum kau menyetujui permintaanku.”BughSial sekali, pagi ini Ana harus terlambat karena ayahnya, Royce kesiangan bangun setelah menonton bola dini hari. Royce dan Helena sama saja, suka menonton sampai larut. Sampai-sampai paginya terlambat bangun. “Maaf ya. Dad kesiangan bangun.” Royce memberhentikan mobilnya di depan sekolah. “Pasti kamu dihukum. Tapi gak papa.” Royce mengecup puncak kepala anaknya. “Semangat ya dihukumnya.” “DAD!” teriak Ana yang sungguh kesal. Ia turun tanpa menyalami tangan orang tuanya itu. kemudian berjalan dengan gontai masuk ke sekolah. Maka benar saja. Ia harus dihukum karena terlambat. Untuk siang hari setelah istirahat, ia harus membersihkan lapangan basket yang luasnya melebihi stadion. Ana berjalan ke arah gudang, di sanalah ia mengambil peralatan kebersihan. Namun sayup-sayup saat ia masuk ke dalam gudang. Telinganya harus ternodai oleh suara menjijikkan. Ana membeku di tempatnya berdiri. ~~ “Untuk yang terakhir kali kelas 12 diijinkan untuk mengikuti perlombaan. Karena setelah in
Extra capter Alvaro dewasa International Alexandra school adalah sekolah internasional yang terisi dengan anak-anak orang kaya. Orang tua murid yang berasal dari kaum berjois. Hingga terjadilah sistem kasta yang tidak terlihat namun bisa dirasakan. “Ana, kak Alvaro itu sangat tampan ya.” Raya menyenggol lengan Ana. Melihat seorang laki-laki yang menggunakan seragam basket itu memasuki koridor sekolah. Laki-laki yang menjadi incaran para perempuan. Alvaro Pradana, putra satu-satunya dan digadang-gadang menjadi penerus dari Devian group. Alvaro Pradana, pemuda yang saat ini menginjak kelas 12. Dengan pesonanya yang mampu meluluhkan seluruh hati perempuan yang ada di sekolah. Mendapat julukan si pemain. Pemain hati perempuan. Namun, ada satu perempuan yang ia hindari. Perempuan yang sedari dulu ia anggap sebagai adiknya. Alvaro bersikap baik dengan Ana. Ana tersenyum. Ia pun menyetujui jika Alvaro memang begitu tampan. “Iya aku setuju—" “Hai adik, minta permennya.” Alvaro
“Ana sangat lucu, Mom.” Alvaro memandang seorang balita yang sedang merangkak. Balita perempuan yang menggemaskan. “Nanti kamu pacaran sama Ana saja ya.” Helena mengusap puncak kepala Alvaro. “Heh!” Irene menyenggol bahu Helena. “Mana ada, masih anak kecil tidak usah berpikir pacar-pacaran.” Alvaro memandang kedua orang yang sedang bertengkar itu sebentar. kemudian mendekati Ana yang sedang bermain dengan sebuah boneka. Alvaro menunduk—mengusap pipi Ana pelan. “Kamu suka bermain boneka?” Alvaro tersenyum. “Lihat-lihat saja.” Helena memandang dua anak yang sedang bermain. Tepatnya, Alvaro yang menjaga Ana. “Alvaro memang menantu idaman.” “Aduh..” Irene menggeleng. “Masih kecil disebut menantu. Helena memang gila.” Irene berdecak pelan. Setelah bermain seharian di rumah Helena, akhirnya Irene pulang juga. Alvaro berada di samping Irene. Sepertinya bocah itu sudah mengantuk tapi ternyata masih berusaha membuka mata. “Tidur saja, Al. Mom akan membangunkan kamu nanti.” Al
Ia membawa barang-barang itu namun dari belakang ada beruang yang terus menempel di tubuhh kecilnya. Bahkan sampai masuk ke dalam kamar, Devain tidak melepaskan pelukannya pada istrinya. “Bagaimana dengan hot wife?” tanya Devian membalikkan tubuh Irene. “Aku tidak suka tubuh kamu dilihat orang lain.” “Tidak ada yang melihat.” Irene mendongak. “Lagipula malam-malam tidak akan ada yang melihat.” Devian berdecak. “Dress seperti ini hanya boleh digunakan di hadapanku. Tidak boleh digunakan di luar.” Mengangkat dagu Irene. Menatap kedua bola mata istrinya itu dengan bola matanya yang tajam. “Baiklah.” Irene mengangguk. “Besok aku akan ke rumah Helena, kamu..” Devian mengusap pinggang Irene. “Saat libur aku ikut. Lusa kan libur. Aku janji tidak akan mengurusi pekerjaan lagi.” “Tapi jika kamu masih mengurusi pekerjaan. Apa yang harus aku lakukan?” “Goda aku. Goda aku dengan tubuhmu yang seksi ini sayangku..” tangan Devian yang nakal sudah bergilya di belakang Dress Irene. “Be
“Bisa.” Devian mengambil satu balon dan melepasnya ke udara. “Waah..” kagum Alvaro melihat balon yang berwarna kuning menyala itu di udara. “Tapi—” Devian menunjuk beberapa anak-anak yang bermain di sekitar mereka. “Apa kamu tidak ingin memberikan balon-balon ini pada mereka? Mungkin saja mereka juga ingin.” Alvaro menatap gerombolan anak-anak yang sedang bermain tidak jauh dari tempatnya berdiri. Alvari memandang anak-anak itu lebih lama, karena menurutnya sedikit berbeda dengannya. “Kenapa?” tanya Devian. “Kamu tidak ingin memberikan balon ini pada mereka?” Alvaro menggeleng pelan. “Tapi, kenapa beberapa dari mereka membawa makanan? Mereka berjualan? Ada yang membawa karung besar juga.” Devian mengangguk. “Mereka sedang bekerja. Sebagian dari mereka membantu orang tua mereka mencari uang dengan berjualan. Kamu ingin membantu mereka?” “Bagaimana caranya Dad?” Devian mengeluarkan dompetnya. “Sebentar.” Mengambil uangnya yang berwarna merah sebanyak 20 puluhan. “Setiap
Beberapa bulan kemudian. “Akhh!!” Teriakan Irene yang terakhir kali. Disusul dengan tangisan seorang bayi. “Selamat bayinya berjenis kelamin laki-laki.” Dokter itu menggendong seorang bayi kecil yang baru saja keluar dari perut Irene. Devian menitikkan air mata. “Hai boy.” Menggendong bayinya dengan hati-hati. “Nama kamu Alvaro Pradana.” Devian tersenyum saling memandang dengan Irene. Tangan yang satunya lagi digunakan untuk mengusap puncak kepala istrinya. “Terima kasih sudah berjuang.” Alvaro Pradana, putra sulung dari pasangan Devian dan Irene. Seorang pengusaha yang sukses. Perusahaan yang memiliki beberapa cabang di luar negeri. Devian mengembangkan bisnisnya sampai ke luar negeri. 5 tahun berlalu, Alvaro tumbuh menjadi anak yang begitu cerdas. Setiap harinya selalu haus bertanya. Diusianya yang menginjak 4 tahun, bocah itu sudah memasuki sekolah. Berbaur dengan anak-anak lain tanpa kesulitan. Hal tersebut membuat Irene tidak berhentinya bangga. “MOM!” teriak Alvaro
“Seorang wanita mencoba melakukan pembunuhan di rumah sakit. Hal itu didasari oleh cinta. Cinta pada seorang pria yang sudah beristri. Cintanya ditolak dan berusaha membunuh istri si pria.” Di layar televisi itu. ditayangkan sebuah kos-kosan kecil. “Wanita itu mengalami stress berat bertahun-tahun. Bisa dilihat dari rumahnya yang begitu kotor dan berserakan sampah. Saat ini polisi masih menyelidiki lebih lanjut kasus ini. namun, sudah dipastikan wanita itu mendapat hukuman penjara.” Klik! Layar dimatikan. Devian masih setia berada di samping istrinya. “Aku gagal lagi. Aku terlambat. Jika aku datang lebih cepat, dia tidak akan menyakiti kamu.” Devian menatap leher Irene yang sudah di olesi salep. Beberapa kali Devian mencium punggung tangan Irene. “Bagaimana Irene?” tanya Helena yang baru saja datang. “Maaf, maaf aku tidak bisa datang lebih cepat.” Devian menghela nafas. “Jalang itu memiliki cara untuk menyakiti Irene.” Helena mengusap punggung tangan Irene. Kedua matanya
“Bye Mom Dad!” Irene menyalami Giselle. Membiarkan mertuanya itu pergi. Setelah kepergian mertuanya, Irene menjadi sendirian dan merasa kesepian. Ia mengambil bungkusan yang berada di atas nakas. katanya sebuah kue buatan Giselle. tapi Irene tidak langsung memakannya. Ia masih takut dan trauma dengan apa yang terjadi. Ia menghela nafas dan berjalan ke arah jendela. menatap pemandangan sebuah taman kecil yang terisi oleh anak kecil. Irene tersenyum. tangannya mengusap perutnya sendiri. “Nanti bermain di taman juga, bersama Mom dan Dad. Sehat-sehat di perut Mom ya.” Irene senang berbicara dengan anaknya. “Permisi, ibu Irene..” panggil seorang suster. Irene menoleh ke belakang. Ia langsung memutar badannya dan mendekat ke arah ranjang. namun ia sudah disuntik beberapa menit yang lalu. Ia mendongak. “Siapa kau?!” Suster itu tersenyum dan membuka maskernya. “Aku akan membunuhmu.” Tangannya mencengkram tangan Irene. Suntik yang hendak disuntikkan itu entah berisi apa. Irene me
“Sayang aku bekerja dulu. Oh ya Mom dan Dad akan ke sini. Aku juga sudah meminta Helena untuk ke sini menemani kamu saat Mom dan Dad pulang.” Devian mengecup dahi Irene pelan. “Oh ya untuk malam hari nanti, aku akan menyuruh beberapa bodyguard berjaga di luar ruangan.” “Tapi—” ucapan Irene terpotong karena Devian yang mengecup bibirnya. “Sudah tidak ada tapi-tapi. Ini demi keselamatan kamu, keselamatan bayi kita.” Devian menunduk. mengecup perut Irene. “Daddy berangkat dulu. Jaga Mommy ya.” Irene memandang kepergian Devian. Ia mengambil ponsel. Menghubungi temannya yang katanya akan menjenguknya [Sebentar ya Irene, aku akan ke sana siang saja. Aku masih bersama Royce. Nanti aku akan ke sana.] Irene melotot. [Pagi-pagi masih bersama Royce. Kalian sedang membuat bayi kan?] [Hehehe Iya!] Helena di kamarnya membalas pesan dari Irene. Ia tertawa pelan dengan pertanyaan Irene. Tapi tebakan temannya itu memang benar. Ia smpai tertawa sendiri. “Siap babe.” Royce memeluk Helena dar