Share

bab6

Author: putrimaharani
last update Last Updated: 2023-02-10 22:06:25

Ghea mengangkat kepalanya dan membuka kedua tangan yang mendekap wajahnya. Ia terkejut ketika melihat Jaka, pun sama dengan Jaka yang terkejut melihat kalau dia benar Ghea.

"Ghea ya? Kamu kenapa nangis?" tanya Jaka penasaran.

Ghea masih terisak, ia segera usap kedua matanya yang dialiri deras air mata. Wajahnya tampak sendu dan sedikit berantakan, kedua matanya juga terlihat merah. Tampaknya sudah lama ia menangis seperti itu.

"K-kakekku meninggal...hiks.." ucapnya sambil terisak dengan air mata yang kembali mengalir, Jaka terkejut dan langsung menatapnya sendu.

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun." ucap Jaka prihatin, segera mengusap-usap punggung gadis itu.

"Kamu yang sabar ya Ge." ucapnya menenangkan. Ghea masih terus terisak dan menyeka air matanya.

Tak lama kemudian. Ghea pun sudah agak mendingan dan tidak menangis lagi setelah barusan aku membiarkannya mengeluarkan semua tangisnya. Sejak saat itu pun aku terus menemaninya, dengan dilandasi rasa prihatin.

"K-kenapa Om bisa ada disini?" tanyanya setelah lama kita saling berdiaman sejak tadi. Duduk bersebelahan.

"Ada dinas disini. Untuk beberapa bulan ke depan mungkin saya akan sering kesini." ucap Jaka. Ghea mengangguk seraya tersenyum. Aku senang dia sudah bisa tersenyum. Dia terlihat cantik.

"Kamu udah enggak apa-apa? Keluarga kamu mana, apa enggak ada perwakilan keluarga kamu yang ikut membantu proses pengurusan jenazah?" tanya Jaka penasaran.

Raut wajahnya kembali terlihat mendung.

"Aku... cuma tinggal sama kakek, aku diasuh sama beliau sejak kecil. Ibu dan ayahku kabur dari rumah." ucapnya. Jaka menatapnya lama, Jaka kasihan dengannya, ternyata hidupnya tidak semudah itu.

"Jadi kamu tinggal sendirian sekarang?" tanyanya menatapnya prihatin.

"Aku tinggal sama adikku yang masih SD." ucapnya.

"Hmm oke.. kamu yang sabar ya. Suatu saat nanti pasti kebahagiaan akan menghampiri kamu. Kalau kamu merasa kesusahan atau perlu bantuan, kamu boleh minta bantuan saya ya?" ucap Jaka. Ghea mengangguk.

"M-makasih Om." ucapnya tersenyum, namun hanya sebentar gadis itu tersenyum. Ghea kembali berekspresi murung. Baru ingin ditanya, gadis itu sudah berkata.

"Om, dimana ya aku bisa meminjam uang tanpa memakai KTP?" tanya gadis itu yang lantas membuat Jaka terkejut.

"K-kok kamu mau minjam, buat apa kamu minjam uang? Masih kecil jangan suka minjam-minjam." ucap Jaka. Ghea melempar senyum lirih. "Uang pengobatan kakekku selama dirawat belum dibayar. Jadi mungkin aku bisa minjam untuk melun--"

"Jangan! Pakai uang saya aja. Dan kamu enggak usah mengembalikannya." ucapnya. Ghea langsung menatapku kaget dan berdalih.

"E-enggak Om, saya enggak mau. Saya mau minjem aja." ucapnya kekeh. "Nama kakek kamu siapa biar saya bayar sekarang ke admin." tanya mas Jaka.

"T-tapi Om.." ia merasa tidak enak.

"Udah cepat sebut namanya."

"S-sukarta."

Jaka segera bangkit dari kursinya. "Yaudah, kamu tunggu disini. Saya sekarang akan membayarnya ke administrasi sekaligus juga yang mengurus segala hal termasuk biaya pemakaman kakek kamu." ucap Jaka dan langsung pergi meninggalkannya.

Meski terdengar gadis itu sayup-sayup menolaknya, ia memanggilnya berkali-kali. Ia tidak memerdulikannya dan fokus dengan tujuannya.

"Entah kenapa aku sangat ingin membantunya. Tidak apa-apa kan?" batin Jaka.

"Toh aku ingat dengan perkataan seseorang yang berkata... selama masih hidup banyak-banyaklah berbuat baik meskipun hal sekecil apapun. Karena kita tidak pernah tahu kebaikan apa yang bisa mengantarkan kita ke surga."

"Jujur, dari sana aku diam-diam jadi mulai kagum dengan Ghea. Dia meskipun ada aku didepannya tapi malah justru ingin berhutang, dia mungkin tidak enak juga untuk meminjam uang dengan ayah pacarnya. Entah kenapa aku bisa memahami perasaan gadis itu."

"Setelah itu aku memang benar-benar menepati perkataanku."

Jaka mengurus segala hal tentang jenazah kakeknya termasuk membayar orang untuk memandikan, mengafani, menyewa tenda, keranda dan segala hal tentang pemakaman. Jaka pun turut hadir setiap acara yasinan entah 7 hari, 10 hari atau 40 hari meninggalnya namun tidak dengan Gavin.

Jaka hanya khawatir kalau dia ikut bisa timbul masalah baru kalau dia tahu jika dirinya yang mengurus itu semua.

Ghea yang cantik mengenakan kerudung saat itu duduk disampingnya. Padahal saat itu orang-orang sedang sibuk membaca yasin. 

"Makasih ya Om. Berkat Om, aku jadi bisa ngurusin acara ini. Nanti kalo aku udah kerja, aku bakal balikin semua uang yang Om kasih." bisik Ghea tersenyum. Jaka tertawa kecil. 

"Apaan si kamu, gak usah. Udah Om ikhlas kok, kamu enggak usah mikirin hal itu. Fokus aja belajar." bisikku. 

"Om tuh... Om Ghea paliiing baik. Pasti Ghea enggak bakal lupa sama Om." bisiknya yang membuat Jaka sedikit berbunga-bunga dikatakan seperti itu. 

"Jangan lupain lah, masa mau dilupain." ucap Jaka diselingi tertawa kecil. "Enggak kok, Om gak bakal Ghea lupain. Sekalipun Ghea amnesia, pasti di pikiranku akan selalu muncul Om terus." ucap Ghea nyengir. 

Jaka mengacak pucuk kepalanya gemas. 

"Dasar. Pasti habis ini kamu minta dibeliin seblak ya?"

"Dih, enggak yee."

Kami saling tertawa.

Mulai dari saat itu... Jaka tidak sadar kalau ternyata Jaka sudah sedekat itu dengan Ghea. Hari ke hari berlalu, Jaka sering melihat Ghea jalan kaki menuju kampusnya.

Padahal Gavin yang sering Jaka suruh naik sepeda aja suka ngos-ngosan, apalagi jalan kaki?! Jaka yang tidak tega melihatnya jalan kaki pun segera menawarkannya tumpangan. 

Ghea awalnya merasa tidak enak, akan tetapi lama-kelamaan ia jadi terbiasa dengan itu dan malah ke depannya Jaka jadi sering menjemputnya berangkat ke kampus.

"Aku lakukan itu semua tanpa sepengetahuan istriku... aku sebenarnya memang merasa bersalah atas hal ini, tapi... entah kenapa... lama kelamaan...Dibanding memilih istriku... aku lebih memilih Ghea. Dia rapuh, dia menarik dalam segala hal, dia butuh penyemangat, dia membutuhkanku... dan... dia cantik." batin Jaka

"Aku sangat berharap aku tidak pernah melihatnya lagi di rumah ini." batin Shanum.

Shanum sangat membencinya... sangat amat membencinya. Setengah harian ia merasa sangat malas untuk bergerak, ia terus membaringkan tubuhnya di atas kasur.

Bahkan tadi ia tidak jadi pergi ke toko, selepas bertengkar dengan Jaka, ia terlampau muak dengan segala hal. Ia meninggalkannya begitu saja dan mengatakan jika...

Shanum ingin bercerai dengannya!

"Enak saja dia mau menjadikan aku istri keduanya. Dipikir cuma dia yang punya perasaan?! Dan kerjaanku hanya manut saja begitu?Aku juga punya perasaan! Dasar pria egois."

Gavin sering mengetuk pintu kamarnya yang sejak tadi ia tutup bahkan sebelum kepulangannya. Bahkan kali ini pun demikian. Dia kembali mengetuknya.

"Bu? Ibu kenapa sih?!" tanyanya dari balik pintu.

Shanum mendiamkannya dengan posisi tidur miring ke samping. Kesal. 

"Ibu marah sama Gavin ya karena pacaran sama Ghea?" tanyanya. Shanum semakin ingin menangis kala mendengar nama itu disebut.

"Andai kamu tahu yang sesungguhnya, Nak. Kamu pasti juga akan semarah ini dengan ayahmu itu. Bagaimana jika Gavin mengetahui semua ini? Apa ekspresi yang mungkin akan terpampang di wajahnya?"

"Tapi mungkin tidak akan lama lagi semua ini akan kubongkar sendiri. Tidak.. lebih tepatnya nanti malam. Aku akan meminta Mas Jaka untuk menalakku dengan segera."

"Lalu aku... akan pergi."

Malam harinya. Shanum masih tiduran di atas ranjangnya. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya yang terkunci. "Bu, Ibu kan belum makan dari siang?" tanya Gavin, Shanum yakin Gavin sangat mencemaskannya saat itu. Gavin anak yang baik, tidak seperti ayahnya! Gatel!

Shanum juga sudah tahu kalau Mas Jaka ada disana ketika itu, bunyi berisik suara sendok dan piring yang beradu ketika dirinya sedang makan pun terdengar. 

Gavin kembali mengetuk pintu kamarnya. "Bu? Gavin ambilin makan ya? Ibu nanti sakit belum makan." ucapnya. 

Shanum segera bangun dan terduduk di kasurnya itu.

Shanum tidak ingin menunda lagi, ia ingin segera melampiaskan semuanya dan membongkar semuanya.

"Gavin... maafkan Ibu Nak. Ibu pasti akan sangat kecewa mendengar semua ini. Tapi kamu harus tahu... kamu mesti tahu tentang ini. Agar tidak semakin parah rasa sedihmu di masa depan."

Gavin segera keluar dari kamar ketika Gavin sudah ingin pergi. Gavin yang tahu sudah membuka pintu kembali menghadap ke arah Shanum dan bertanya. "Ibu kenapa?" tanyanya khawatir.

 "Maafin Gavin ya Bu." ucap Gavin tampak menyesal.

Shanum hanya tersenyum kecil padanya lalu beralih jalan melewatinya. Shanum mendekati Mas Jaka yang sedang duduk di kursi meja makan sana. Shanum berdiri disampingnya yang baru saja menyelesaikan makannya. 

"Talak aku saat ini juga, Mas!" ucapnya yang langsung mengejutkan Mas Jaka hingga ke ubun-ubun. Ia menoleh ke arah Shanum dan menatapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Ia merasa jika itu adalah percakapan yang akan berlanjut serius. Ia pun segera bangkit dari kursinya dan berdiri didepan Shanum.

Dibanding itu, Gavin dibelakang sana tampak heran dan cemas melihat mereka dalam suasana hati yang tidak enak dilihat. 

Ia mungkin sedang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi pada mereka, apa yang menjadikannya dapat bicara seperti itu pada Jaka.

Meski begitu.. ini waktunya untuk Shanum membongkar semuanya.

"Kamu ngomong apa sih Num? Enggak enak didengar Gavin." ucap Mas Jaka agak memelankan suaranya sedikit memberi penekanan di akhir kalimat.

Ia tertawa mentah. "Ini bagus dong! Supaya anaknya sendiri tahu semua kebusukan kamu!" ungkap Shanum. Gavin semakin bertanya-tanya kala aku berkata marah seperti itu. 

"Ibu ngomong apa barusan? Bapak emang ngelakuin apa sama Vin?" tanyanya cemas.

Shanum menunjuk ke dada Mas Jaka. "AYAH YANG KAMU BANGGAKAN INI, SUDAH BERSELINGKUH DIAM-DIAM SAMA PACAR KAMU!" ucapnya, Gavin tersentak. Ia tidak percaya. 

Ia bahkan sampai berdalih. "Ibu ngomong apa sih?" tanya Gavin. "Masa Papa selingkuh sama pacar Gavin? Ibu ngaco nih. Orang tiap hari Gavin selalu ketemuan sama Ghea di kampus. Ibu kebanyakan nonton sinetron nih." ucap Gavin. 

"Gavin! Kamu enggak tahu apa-apa! Kamu enggak akan tahu seberapa banyak kasih sayang yang ayahmu berikan sama pacar kamu itu! Termasuk uang delapan belas juta yang dia berikan secara cuma cuma buat pacar kamu itu!" ucapku lantang. 

Gavin melihat sebentar ke arah Jaka sesaat, ia melihat bagaimana ekspresi Jaka yang tak berkata apa-apa, cenderung diam. Gavin menyangkal. "Ibu ngaco nih, kebanyakan nonton layangan putus." ucapnya lagi.

"IBU SERIUS! BAHKAN TADI BAPAK KAMU BILANG MAU MENJADIKAN PACAR KAMU ISTRI KEDUANYA!" ucapnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   106

    Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   105

    "Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   104

    Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   103

    "Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   102

    "Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   101

    Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status