"Denger dulu, Num. Aku bisa jelasin." ucapnya mencoba untuk menyabarkanku. Shanum menangkis tangannya. Shanum mencoba untuk memukulnya lagi.
"Dengerin dulu." ucapnya seraya memegang tangannya yang tidak bisa diam ingin memukul atau mencakarnya. "DENGERIN DULU!" teriaknya tiba-tiba yang langsung membuatku terpatung dan bungkam karena rasa kagetnya. Bahkan baru kali ini dia membentak Shanum seperti itu."Semua berawal sejak desember tahun lalu dan perempuan ini adalah Ghea dan dia bukan pelakor. Aku beberapa kali udah pernah ketemu Ghea sebelumnya bersama Gavin, mereka sering mengunjungi rumah sakit tempat aku dinas. Tapi hubungan kita waktu itu enggak lebih dari sekedar seorang Bapak dan anaknya. Lalu suatu hari aku melihat Ghea nangis di rumah sakit, ya aku pun nyamperin dia. Katanya dia baru kehilangan kakeknya yang sakit, yaudah aku temenin dia, nyabarin dia dan bayarin semua tunggakan rumah sakitnya karena dia bilang, dia enggak ada uang buat bayar tunggakan pengobatannya. Ya mulai dari sana aku jadi respek sama dia." ucap Mas Jaka panjang lebar. Shanum tertawa mentah. "Ya terus maksud kamu nganterin dia tiap pagi ke kampus itu apa?! Bagian dari rasa respek kamu?!" tandasnya.Mas Jaka tampak merasa bingung. "Iya ini bagian dari rasa respek aku ke dia." ucapnya terpaksa."Lho kan ada Gavin?! Kenapa kamu enggak suruh Gavin aja buat anter jemput dia?! Kenapa harus kamu?!" tandasnya seraya menunjuk ke arahnya."Itu karena.." dia menggantung perkataannya dan tampak bingung untuk mengutarakan itu lewat mulutnya."Karena apa?!" "Karena Gavin enggak bisa ngertiin dia dibanding aku!" tandasnya. Shanum tertawa mentah. "Apaan? Aku enggak salah denger? Memangnya apa yang bisa kamu ngertiin dari dia? Oh atau sekarang kamu menganggap dia bukan hanya sebagai pacar anakmu? Melainkan--"Dia memotong perkataan Shanun. "Ya, aku suka dia. Dulu memang aku menganggapnya sebagai pacar anakku tapi sekarang aku menganggapnya lebih dari itu. Aku ingin dia jadi istri keduaku." jelasnya tidak tanggung-tanggung. Shanum melotot marah dan kembali akan memukulnya. Namun ia menahan tangan Shanum."Plis Num, kamu harus ngerti. Dia membutuhkan seseorang sepertiku." ucapnya semakin memacu kekesalanku. Shanum kembali mencoba memukulnya berkali-kali namun tangannya terlalu keras dan kuat memegangnya. Wajahnya merah, ia kesal, ia benci, iamengamuk, ia menjerit.... ia menangis.Ya Allah kenapa ada orang seperti dia di dunia ini...Kenapa tujuh belas tahun berlalu tapi akan berakhir setragis ini?Beberapa tahun yang lalu.Gavin dan mas Jaka mencoba untuk pergi memancing menghabiskan waktu liburnya ini di sebuah danau. Lumayan katanya, disana ada banyak ikannya apalagi habis hujan seperti ini, tadi malam hujan deras. Airnya biasa meluap dan ikan juga sering muncul ke tepian."Pah, banjir gak ya disana?""Tahu ya, emang kenapa kalo banjir? Kamu bukannya biasa ngobak haha?" tawanya."Ya kali, emang Gavin masih bocah. Vin males kalo harus banjir-banjiran. Kalo emang bener banjir balik aja lagi ya?" tanyanya."Kita liat nanti ya?" ucapnya. Gavin pun terdiam.Sesampainya di penjual makanan ikan, ia pun turun dari motor bersama Gavin. Ia masuk ke dalam kios itu lalu bertanya banyak."Pak, ada pelet sama kroto?" tanyanya."Maaf Pak lagi kosong." ucap penjual yang sedang melayani pembeli itu.Rasanya mereka agak kesianganIa mendekati Gavin yang sibuk berdiri diluar, duduk di motor."Gak ada Vin umpannya. Pakai cacing kamu mau kan?" tanyanya. Gavin menggidik."Hih, ogah deh Pah." ucapnya."Kamu nih, laki-laki masa takut sama cacing." ucap mas Jaka."Enggak Pah, Gavin takut. Jangan cacing deh." ucap anak semata wayangnya itu."Yaudah Papa aja yang mancing nanti. Kamu diem aja jongkok disamping Papa, jangan lupa abis jongkok disiram." ucapnya sambil nyengir."Apaan si Pah, emang lagi berak." ucapnya, aku tertawa saat dia memperjelas hal itu.Tiba-tiba muncul seseorang mendekati mereka, menjadi orang ketiga diantara mereka, ia adalah...Gadis sepantaran Gavin yang sangat cantik ketika mas Jaka pandang lekat. Ghea. Gadis berambut hitam panjang dengan poni yang dijepit ke samping."Itu adalah pertemuan pertama kami. Mataku sepanjang melihatnya bahkan tidak rela berpaling.""Gavin memiliki teman perempuan secantik ini? Hebat sekali dia. Pasti belajar dari aku itu."Ghea tersenyum padanya menyapa lalu setelahnya berbicara pada Gavin sambil ikut tersenyum ke arahnya."Ngapain disini?" tanyanya seraya membawa sekantung plastik yang ia kira itu sayur."Lagi beli umpan ikan sama Bapak gue." ucapnya tersenyum akrab. Ghea mengangguk."Kamu sendiri ngapain disini?" tanyanya."Aku habis dari pasar, belanja sayur." ucap Ghea."Oh, mau gue anter gak sampai rumah?" tanya Gavin. Mas Jaka berasa dikacangin, maksudnya dia berniat meninggalkan dirinya gitu disini dan membawa motornya?"Lah Vin, Papa ditinggal?" tanyaku."Cuma bentar Pah. Nanti balik lagi kesini." ucap Gavin.Ghea merasa tidak enak. "E-enggak usah Vin, aku lagi olahraga kok ini. Kalo nanti naik motor, aku jadi enggak keluar keringat." dalihnya."Oh gitu. Yaudah deh." ucap Gavin. Ghea pun berangsur pamit. "Aku pulang dulu ya? Dah. Misi Pak." pamit Ghea pada Gavin dan mas Jaka. Kami saling tersenyum melepasnya."Itu siapa Vin?" tanyanya penasaran."Pacar dong." ucapnya bangga. Mas Jaka tersenyum mentah lalu mengacak rambutnya. "Dasar, belajar dari mana kamu pacar-pacaran. Ketahuan ibumu baru tahu rasa kamu." ucap mas Jaka seraya ngeloyor ke dalam kios lagi."Itu adalah awal pertemuanku dengan Ghea. Aku yang berstatus sebagai ayah dari pacarnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anakku terkait hubungan antara ia dan Ghea.Tidak ada yang aneh, bahkan aku merasa jika Gavin sangat tidak bisa diprediksi, bisa memiliki pacar secantik itu. Tidak tahu jika... didepan semua pemikiranku itu akan berubah."Seringnya mas Jaka bertemu dengan Ghea entah kenapa membuat semua pemahamannya berubah semenjak hari itu.Mas Jaka sering berpapasan dengannya entah saat sedang membeli sayur, membeli obat di apotek, di pasar atau dirinya yang sedang berjualan takjil didepan sana.Mas Jaka yang kasihan padanya karena dagangannya tidak laku sering sekali memborongnya.Dan dia hanya mengucap terima kasih, sembari tersenyum."Aku tahu kita hanya sebatas itu."Di bulan Agustus, mas Jaka dengan tanpa sengaja bertemu dengan Ghea lagi. Tepat di sebuah rumah sakit yang ketika itu mas Jaka sedang bertugas untuk sementara disana."Untuk tiga bulan ke depan aku akan sering mengunjungi rumah sakit itu untuk melaksanakan pekerjaanku."Saat itu mas Jaka tak sengaja melihat Ghea sedang menangis di kursi tunggu sana. Menyendiri, memeluk diri, menangisi banyak hal dengan wajah tertutup tangan.Ia terlihat sangat putus asa ketika itu. Mas Jaka agak skeptis antara ingin mendekat atau tidak, karena ia tidak terlalu yakin apakah itu benar pacar anakku.Namun ia agak kasihan juga melihat dia menangis seperti itu, mau dia Ghea atau bukan Jaka tidak perduli. Mas Jaka pun menghampirinya."Kenapa, Dek?" tanyanyaGhea mengangkat kepalanya dan membuka kedua tangan yang mendekap wajahnya. Ia terkejut ketika melihat Jaka, pun sama dengan Jaka yang terkejut melihat kalau dia benar Ghea."Ghea ya? Kamu kenapa nangis?" tanya Jaka penasaran.Ghea masih terisak, ia segera usap kedua matanya yang dialiri deras air mata. Wajahnya tampak sendu dan sedikit berantakan, kedua matanya juga terlihat merah. Tampaknya sudah lama ia menangis seperti itu."K-kakekku meninggal...hiks.." ucapnya sambil terisak dengan air mata yang kembali mengalir, Jaka terkejut dan langsung menatapnya sendu. "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun." ucap Jaka prihatin, segera mengusap-usap punggung gadis itu. "Kamu yang sabar ya Ge." ucapnya menenangkan. Ghea masih terus terisak dan menyeka air matanya.Tak lama kemudian. Ghea pun sudah agak mendingan dan tidak menangis lagi setelah barusan aku membiarkannya mengeluarkan semua tangisnya. Sejak saat itu pun aku terus menemaninya, dengan dilandasi rasa prihatin."K-kenapa Om bisa ada
Mas Jaka tertunduk. Gavin melihat perubahan ekspresi ayahnya itu. Ia mendadak jadi merasa cemas, Gavin seperti menyadari ada rasa bersalah terpancar dari raut wajah ayahnya itu. Gavin pun mendekati Mas Jaka dan bertanya. "Itu bener, Pah? Bener yang diucapin sama Ibu?" tanyanya. Mas Jaka mengangguk, Gavin merasa sangat tidak percaya dicampur rasa kecewa saat itu, Mas Jaka berniat menjelaskan namun Gavin mengelak tangan Mas Jaka yang coba memegangnya. "KENAPA HARUS GHEA PAH?!""KENAPA JUGA PAPA TEGA DUAIN IBU?! MEMANGNYA PAPA ENGGAK TAHU KALO SELINGKUH ITU DOSA?! PAPA SENDIRI BILANG KE GAVIN UNTUK BERBUAT BAIK SAMA PEREMPUAN! TAPI PAPA SENDIRI KHIANATIN IBU!" "Sekarang tolong kabulkan permintaan aku, Mas. Talak aku! Biar aku bisa pergi sekarang juga!" ucapnya. Ia terdiam. "Ayo, Mas talak aku!" ucapnya kembali mencecarnya. "Kenapa kamu diam aja?! Kamu kan katanya cinta sama Ghea! Cuma kamu yang bisa ngertiin dia! Cuma kamu yang dia butuhkan! Mau jadiin dia istri keduamu! Memangnya
Di rumah sakit daerah Ciawi. Shanum terduduk di kursi tunggu yang tersedia didepan ruang rawat Nenek Aisyah. Shanum bingung harus bagaimana, Shanum tidak bisa meninggalkan Nenek Aisyah begitu saja.Tapi dari pihak keluarganya sudah ada yang Shanum hubungi. Itu adalah cucu Nenek Aisyah yang namanya terpampang paling awal di kontak ponsel sang nenek.Shanum menutup kedua matanya, merasa sangat cemas dengan keadaan Nenek Aisyah. Jujur aku trauma melihat kejadian seperti tadi.Almarhum ibuku pernah pingsan seperti itu didepanku, dan besoknya ia... meninggal.Aku sangat takut.Aku memeluk diri dengan tubuh gemetar. Tiba-tiba Shanum melihat bayangan seorang pria didepannya. Aku mendongak dan terkejut saat melihat pria tampan bertopi hitam dan didepannya."Anda? Yang menelepon saya?" tanya pria jangkung dengan tubuh ideal itu. Shanum bahkan tidak berkedip saat melihatnya. Gavin masih terus melihat keluar jendela kelasnya yang tak pernah pindah dan masih terus berada disamping kirinya. Ia
Malam harinya.Ghea dan adiknya, Kayla sedang berada didepan tv. Bedanya, Ghea sedang belajar sedangkan Kayla sedang sibuk menonton tv.Kayla yang masih berusia remaja sekitar anak SMP itu berkata. "Kak, kok Om ganteng enggak kesini sih? Biasanya kan dia bawain kita martabak. Aku laper tahu kak." tanyanya.Ghea yang kebetulan sedang sensi, langsung marah saat dikatakan begitu, ia langsung menegur adiknya itu. "Kamu tuh. Enggak usah ngarep-ngarepin kayak gitu. Kamu kalau mau ya tinggal beli, enggak usah maunya minta terus." ucap Ghea terkesan ngegas. Kayla tampak kaget dengan perubahan sikap kakaknya yang biasanya bersikap baik dan lembut padanya. "Iya, maap." ucapnya.Ghea kembali melihat ke arah bukunya. Meskipun selalu terlintas pemikiran tentang perkataan Gavin tadi.Entah kenapa. Ghea merasa sangat sedih dikatakan seperti itu. Wajahnya mendadak murung seketika. Ia pun langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan frustasi.Gavin pasti tahu semuanya, tentang hubungan antara ia d
Shanum segera membalas chat dari Gavin. "Vin, kamu harus pulang. Bagaimana dengan kuliah kamu? Kamu enggak boleh ninggalin kuliah. Maafin Ibu Nak, karena tiba-tiba meninggalkan kamu. Tapi kamu harus kembali lagi ke rumah. Kamu harus lanjut sekolah tinggi, kamu enggak boleh tiba-tiba putus kayak gini." chatnya pada Gavin, sambil mengusap air matanya seraya terisak."Anda menunggu lama?" tanya seseorang yang tiba-tiba ada didepannya. Aku mendongak dan terkejut ketika melihat pria didepannya adalah...Mas Rian?"Loh anda kan?" tanya Mas Rian.Shanum segera mengusap air matanya dan menyeka ingusnya."Loh? Jadi Mas Rian pemilik kios ini?!" tanyanya tidak percaya."Iya, saya pemiliknya. Jadi yang mau menyewa kios saya itu anda?" tanyanya ikut tidak percaya.Shanum tertawa kecil saat itu, padahal habis menangis. "Oalah, iya. Ya ampun, dunia sempit banget ya? Kayak berasa didalam kotak." ucapnya. Mas Rian terkekeh.Dia mendadak melihatnya intens. "Ibu barusan menangis?" tanyanya spontan. Sh
Shanum diam-diam rindu dengan keluarganya yang dulu. Bagaimana ya keadaan anaknya sekarang? Dan.. Mas Jaka... apa dia jadi menikah dengan Ghea? Jika hal itu terjadi... Ia hanya bisa mengucapkan selamat pada mereka. Dan mengharapkan kebaikan pada hidup mereka ke depannya. Ketika sedang sedih seperti itu, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. "Ngapain?" tanyanya. Shanum terkejut saat menoleh ke belakangnya. Dia...? Tiga hari yang lalu. Setelah membuka pintunya. Gavin langsung menatap kesal satu orang didepannya saat ini. Bukan Angga, melainkan Ghea. Tepatnya ada Angga juga disebelahnya saat itu. Apakah mereka berdua sedang merencanakan sesuatu dibelakangnya?! "Ngapain lo?!" tanya Gavin yang setelahnya langsung menatap tajam ke arah Angga. "LEMES BANGET SIH LO! GUA BILANG JANGAN KASIH TAHU SIAPAPUN! APALAGI KASIH TAHU DIA!" pekik Gavin menunjuk Ghea. "Sori Vin, tapi gue..." "A-aku... maafin ak--" Belum selesai berbicara, Gavin sudah pergi masuk ke dalam rumah Angga. Ia bernia
Shanum kembali menatap Mas Jaka. "Kamu, yakin?"Mas Jaka tersenyum. "Iya Num, maaf ya selama ini sudah berbuat hal buruk sama kamu." ucap Mas Jaka. Shanum mengangguk. "Iya." Mas Jaka mendekatinya dan langsung memeluknya erat. Shanum tersenyum memaksa, dirinya langsung menyetop pelukan Jaka. "Tapi maaf... Aku gak bisa terima kamu lagi." Semua tersentak termasuk Jaka. "K-kenapa?" "Perceraian kita sudah di depan mata, dokumen juga sudah jalan. Aku tinggal meneruskan. Aku ngerti kok, ternyata kamu memang cintanya sama Ghea bukan sama aku." "Kenapa kamu bisa punya pemahaman seperti itu?" tanya Jaka. "Itu karena aku tahu... Kamu udah sangat bosan sama aku, ketika aku amati lebih jauh ternyata memang kamu lebih butuh Ghea dan bukan aku, bukan karena dia lebih menawan tapi karena dia memang yang kamu incar selama ini, dia yang memenuhi segala kekurangan yang ada di aku. Ya kan? Aku sekali udah diselingkuhin enggak bakal balik lagi. Maaf ya mas, Vin. Aku lebih memilih untuk menyerahkan ci
Mungkin dihadapan ibunya ia masih bisa tertawa tadi, tapi tidak sekarang. Tidak dibelakangnya. Ia menangis terisak sangat dalam. Melampiaskan semuanya ke lantai dan apapun yang ada disekitarnya. Sangat kecewa dengan beberapa orang yang begitu berharga didalam hidupnya dan bagaimana mereka berdua kemudian mengacaukan semuanya. Dikiranya itu semua akan berakhir kemarin, ternyata.... perceraian itu terjadi juga. Ia benar-benar tidak terima dengan keputusan ibunya sekalipun ia sangat membenci ayahnya meski berangsur memaafkannya kemarin. Tapi tetap saja tidak bisa membenarkan kaca yang sudah retak. Keluarganya hancur. Tak lama kemudian, Gavin pun sampai di kampusnya, ia terlihat tak bergairah ketika dilihat orang-orang. Ia yang biasanya ceria ketika disapa temannya memilih untuk tak menyapanya balik. Hingga tibanya ia ke dalam kelasnya, ia tak sengaja berpapasan dengan Ghea. Gavin langsung mengabaikannya. Ghea memegang tangannya dan menahannya didepan pintu. "Gavin, aku bener-bener