Share

bab5

Author: putrimaharani
last update Last Updated: 2023-01-21 10:11:43

"Denger dulu, Num. Aku bisa jelasin." ucapnya mencoba untuk menyabarkanku. Shanum menangkis tangannya. Shanum mencoba untuk memukulnya lagi. 

"Dengerin dulu." ucapnya seraya memegang tangannya yang tidak bisa diam ingin memukul atau mencakarnya. 

"DENGERIN DULU!" teriaknya tiba-tiba yang langsung membuatku terpatung dan bungkam karena rasa kagetnya. Bahkan baru kali ini dia membentak Shanum seperti itu.

"Semua berawal sejak desember tahun lalu dan perempuan ini adalah Ghea dan dia bukan pelakor. Aku beberapa kali udah pernah ketemu Ghea sebelumnya bersama Gavin, mereka sering mengunjungi rumah sakit tempat aku dinas. Tapi hubungan kita waktu itu enggak lebih dari sekedar seorang Bapak dan anaknya. Lalu suatu hari aku melihat Ghea nangis di rumah sakit, ya aku pun nyamperin dia. Katanya dia baru kehilangan kakeknya yang sakit, yaudah aku temenin dia, nyabarin dia dan bayarin semua tunggakan rumah sakitnya karena dia bilang, dia enggak ada uang buat bayar tunggakan pengobatannya. Ya mulai dari sana aku jadi respek sama dia." ucap Mas Jaka panjang lebar. 

Shanum tertawa mentah. "Ya terus maksud kamu nganterin dia tiap pagi ke kampus itu apa?! Bagian dari rasa respek kamu?!" tandasnya.

Mas Jaka tampak merasa bingung. "Iya ini bagian dari rasa respek aku ke dia." ucapnya terpaksa.

"Lho kan ada Gavin?! Kenapa kamu enggak suruh Gavin aja buat anter jemput dia?! Kenapa harus kamu?!" tandasnya seraya menunjuk ke arahnya.

"Itu karena.." dia menggantung perkataannya dan tampak bingung untuk mengutarakan itu lewat mulutnya.

"Karena apa?!"   

"Karena Gavin enggak bisa ngertiin dia dibanding aku!" tandasnya. Shanum tertawa mentah. "Apaan? Aku enggak salah denger? Memangnya apa yang bisa kamu ngertiin dari dia? Oh atau sekarang kamu menganggap dia bukan hanya sebagai pacar anakmu? Melainkan--"

Dia memotong perkataan Shanun. "Ya, aku suka dia. Dulu memang aku menganggapnya sebagai pacar anakku tapi sekarang aku menganggapnya lebih dari itu. Aku ingin dia jadi istri keduaku." jelasnya tidak tanggung-tanggung. Shanum melotot marah dan kembali akan memukulnya. Namun ia menahan tangan Shanum.

"Plis Num, kamu harus ngerti. Dia membutuhkan seseorang sepertiku." ucapnya semakin memacu kekesalanku. 

Shanum kembali mencoba memukulnya berkali-kali namun tangannya terlalu keras dan kuat memegangnya. Wajahnya merah, ia kesal, ia benci, iamengamuk, ia menjerit.... ia menangis.

Ya Allah kenapa ada orang seperti dia di dunia ini...

Kenapa tujuh belas tahun berlalu tapi akan berakhir setragis ini?

Beberapa tahun yang lalu.

Gavin dan mas Jaka mencoba untuk pergi memancing menghabiskan waktu liburnya ini di sebuah danau. Lumayan katanya, disana ada banyak ikannya apalagi habis hujan seperti ini, tadi malam hujan deras. Airnya biasa meluap dan ikan juga sering muncul ke tepian.

"Pah, banjir gak ya disana?"

"Tahu ya, emang kenapa kalo banjir? Kamu bukannya biasa ngobak haha?" tawanya.

"Ya kali, emang Gavin masih bocah. Vin males kalo harus banjir-banjiran. Kalo emang bener banjir balik aja lagi ya?" tanyanya.

"Kita liat nanti ya?" ucapnya. Gavin pun terdiam.

Sesampainya di penjual makanan ikan, ia pun turun dari motor bersama Gavin. Ia masuk ke dalam kios itu lalu bertanya banyak.

"Pak, ada pelet sama kroto?" tanyanya.

"Maaf Pak lagi kosong." ucap penjual yang sedang melayani pembeli itu.

Rasanya mereka agak kesiangan

Ia mendekati Gavin yang sibuk berdiri diluar, duduk di motor.

"Gak ada Vin umpannya. Pakai cacing kamu mau kan?" tanyanya. Gavin menggidik.

"Hih, ogah deh Pah." ucapnya.

"Kamu nih, laki-laki masa takut sama cacing." ucap mas Jaka.

"Enggak Pah, Gavin takut. Jangan cacing deh." ucap anak semata wayangnya itu.

"Yaudah Papa aja yang mancing nanti. Kamu diem aja jongkok disamping Papa, jangan lupa abis jongkok disiram." ucapnya sambil nyengir.

"Apaan si Pah, emang lagi berak." ucapnya, aku tertawa saat dia memperjelas hal itu.

Tiba-tiba muncul seseorang mendekati mereka, menjadi orang ketiga diantara mereka, ia adalah...

Gadis sepantaran Gavin yang sangat cantik ketika mas Jaka pandang lekat. Ghea. Gadis berambut hitam panjang dengan poni yang dijepit ke samping.

"Itu adalah pertemuan pertama kami. Mataku sepanjang melihatnya bahkan tidak rela berpaling."

"Gavin memiliki teman perempuan secantik ini? Hebat sekali dia. Pasti belajar dari aku itu."

Ghea tersenyum padanya menyapa lalu setelahnya berbicara pada Gavin sambil ikut tersenyum ke arahnya.

"Ngapain disini?" tanyanya seraya membawa sekantung plastik yang ia kira itu sayur.

"Lagi beli umpan ikan sama Bapak gue." ucapnya tersenyum akrab. Ghea mengangguk.

"Kamu sendiri ngapain disini?" tanyanya.

"Aku habis dari pasar, belanja sayur." ucap Ghea.

"Oh, mau gue anter gak sampai rumah?" tanya Gavin. Mas Jaka berasa dikacangin, maksudnya dia berniat meninggalkan dirinya gitu disini dan membawa motornya?

"Lah Vin, Papa ditinggal?" tanyaku.

"Cuma bentar Pah. Nanti balik lagi kesini." ucap Gavin.

Ghea merasa tidak enak. "E-enggak usah Vin, aku lagi olahraga kok ini. Kalo nanti naik motor, aku jadi enggak keluar keringat." dalihnya.

"Oh gitu. Yaudah deh." ucap Gavin. Ghea pun berangsur pamit. "Aku pulang dulu ya? Dah. Misi Pak." pamit Ghea pada Gavin dan mas Jaka. Kami saling tersenyum melepasnya.

"Itu siapa Vin?" tanyanya penasaran.

"Pacar dong." ucapnya bangga. Mas Jaka tersenyum mentah lalu mengacak rambutnya.

"Dasar, belajar dari mana kamu pacar-pacaran. Ketahuan ibumu baru tahu rasa kamu." ucap mas Jaka seraya ngeloyor ke dalam kios lagi.

"Itu adalah awal pertemuanku dengan Ghea. Aku yang berstatus sebagai ayah dari pacarnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anakku terkait hubungan antara ia dan Ghea.

Tidak ada yang aneh, bahkan aku merasa jika Gavin sangat tidak bisa diprediksi, bisa memiliki pacar secantik itu. Tidak tahu jika... didepan semua pemikiranku itu akan berubah."

Seringnya mas Jaka bertemu dengan Ghea entah kenapa membuat semua pemahamannya berubah semenjak hari itu.

Mas Jaka sering berpapasan dengannya entah saat sedang membeli sayur, membeli obat di apotek, di pasar atau dirinya yang sedang berjualan takjil didepan sana.

Mas Jaka yang kasihan padanya karena dagangannya tidak laku sering sekali memborongnya.

Dan dia hanya mengucap terima kasih, sembari tersenyum.

"Aku tahu kita hanya sebatas itu."

Di bulan Agustus, mas Jaka dengan tanpa sengaja bertemu dengan Ghea lagi. Tepat di sebuah rumah sakit yang ketika itu mas Jaka sedang bertugas untuk sementara disana.

"Untuk tiga bulan ke depan aku akan sering mengunjungi rumah sakit itu untuk melaksanakan pekerjaanku."

Saat itu mas Jaka tak sengaja melihat Ghea sedang menangis di kursi tunggu sana. Menyendiri, memeluk diri, menangisi banyak hal dengan wajah tertutup tangan.

Ia terlihat sangat putus asa ketika itu. Mas Jaka agak skeptis antara ingin mendekat atau tidak, karena ia tidak terlalu yakin apakah itu benar pacar anakku.

Namun ia agak kasihan juga melihat dia menangis seperti itu, mau dia Ghea atau bukan Jaka tidak perduli. Mas Jaka pun menghampirinya.

"Kenapa, Dek?" tanyanya

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   106

    Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   105

    "Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   104

    Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   103

    "Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   102

    "Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   101

    Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status