Tidak ada yang bisa melarang Kaisar. Meski permaisuri Yuwen tidak setuju, itu hanya dalam hati. Pada kenyataannya, dia tetap mengikuti ajakan Kaisar. Berjalan mendampingi selayaknya seorang Permaisuri menemani sang Kaisar. Pasangan korban perjodohan politik ini walau pakaian mereka setara mewahnya, tetapi tak menutup fakta ketidakcocokan. Hanya permaisuri Yuwen yang sesekali menatap Kaisar penuh cinta, sedang Kaisar tak pernah sekalipun membalasnya dengan tatapan serupa. Awalnya pandangan Kaisar lurus ke depan, seperti tak tergoyahkan. Namun, begitu langkahnya melewati bangunan lain, dia mulai menoleh, seolah-olah dia memperhatikan setiap detail bangunan itu. Ada yang rusak atau .... “Eh,” suara Kaisar dingin, langkahnya terhenti. Jantung permaisuri Yuwen mendadak berhenti berdetak sepersekian detik! Tanpa sempat wanita itu berkata, Kaisar telah berbalik menatap bangunan kecil yang tadi di sebelahnya. Bangunan itu berada paling jauh dari taman depan, meski halaman bangunan itu
Sore di hari yang sama. Tak pernah sekalipun paman kedua jenderal Shang datang ke kediaman pribadi jenderal, dan sekalinya dia datang .... Pria tua itu menyodorkan tiga lembar lembar lukisan gadis beserta keterangan identitasnya, sembari berkata, “Tiga gadis ini adalah pilihan keluarga, silahkan kamu pilih satu untuk pendamping.”Ekspresi jenderal Shang tampak tak senang. Nafasnya diembus kasar, tangannya terulur. Bukan untuk mengambil selembar kertas di sana, melainkan memijat pelipis sendiri.“Kamu menolak lagi, heh!” tegur pamannya seraya berkacak pinggang.Jenderal tidak menggeleng juga tidak mengangguk. Namun, tetap. Wajahnya melukiskan ketidaksukaan.“Umurmu sudah tidak muda lagi!” kesal paman kedua, ”memangnya kamu tidak ingin melepas keperjakaan apa?”Jenderal Shang menjawab asal. “Ada banyak gundik di rumah linglong.”Plak!Saat itu juga paman kedua Shang memukul lengan sang jenderal, yang tidak sempat jenderal Shang hindari padahal biasanya dia cekatan.Hening.Jenderal Sh
“Racun lalat hitam tidak punya penawar, tapi punya obat pereda sakitnya saat racun itu bereaksi.” Suara Chun Mei jatuh dengan jelas, bagai palu godam yang menghantam dada Chu Qiao. Chun Mei melanjutkan, “Makannya racun ini biasa digunakan Tuan dan bidak. Fungsinya, bidak akan tetap patuh pada tuannya, karena tuannya lah yang akan memberikan obat pereda dari efek racun itu.” Penggambaran Chun Mei sama persis dengan yang dialami Chu Qiao. Membuatnya membeku menahan amarah. Bagaimana tidak? Chu Qiao diberi janji mendapat obat penyembuh racun lalat hitam oleh Li Jiancheng, asal syaratnya adalah dia harus berhasil membunuh jenderal Shang. Faktanya, racun lalat hitam tak akan pernah bisa diobati! Chu Qiao merasa telah dibodohi. Wajahnya merah, karena amarah meledak-ledak dalam dada. Li Jiancheng bukan hanya membodohi wanita itu, tetapi juga mengirimnya langsung ke lubang kuburannya sendiri. “Kenapa kamu mendadak mempertanyakan ini?” Chun Mei bertanya. “Apa kamu terkena rac
“Ahhh—!” Teriakan Chun Mei melengking, pecah menembus dinding paviliun. Tabib Jiang dan Chu Qiao, yang baru saja melangkah beberapa tindak dari kamar, sontak berhenti. Keduanya saling pandang sepersekian detik, sebelum kaki mereka serentak bergerak kembali, secepat mungkin menuju kamar Chun Mei. “Yang Mulia!” suara Chu Qiao panik, hampir menabrak pintu saat dia mendorongnya terbuka. Tabib Jiang di belakangnya, napasnya tersengal, tubuhnya terasa berat tapi jantungnya berdegup kencang, seperti dipukul palu dari dalam. Dalam pikirannya hanya satu ... Mungkinkah ramuan itu langsung bereaksi? Keringat dingin kian deras mengalir di pelipisnya. Tangannya menggigil saat dia ikut menerobos masuk. Namun, pemandangan di dalam kamar membuat mereka berdua serentak tertegun. Chun Mei bukan tergeletak sekarat seperti dugaan tabib Jiang. Sebaliknya, wanita itu tampak bersembunyi di balik kursi ukiran dekat jendela, tubuhnya sedikit membungkuk, wajahnya menegang penuh kewaspadaan. Di dekat ka
Tabib Jiang adalah pejabat yang bersih, tetapi pada hari ini ... “Kakek—” Satu-satunya cucu perempuan tabib Jiang ada di tangan permaisuri Yuwen! Tidak untuk mengajaknya bermain atau makan permen, melainkan menjadikannya tawanan supaya tabib Jiang yang bersih itu bersedia mengikuti perintah permaisuri Yuwen. Ide gila itu atas saran nenek permaisuri! Tabib Jiang berlutut, tubuh tuanya gemeteran, bukan hanya karena rasa takut tapi juga karena tangisan menderu. Bagaimana tidak? Pria tua ini sangat menyayangi cucu perempuannya. Malah, cucu perempuan ini lahir dari satu-satunya anak perempuan dia yang sudah meninggal dua tahun lalu. Melihat sekarang kedua tangan cucu perempuannya diikat permaisuri Yuwen, perasaan tabib Jiang bagai tercabik-cabik. Terlebih gadis berusia empat tahun itu menangis sesenggukan, memperlihatkan rasa sakit sekaligus panik. “Apa yang Tabib Jiang tunggu?” Senyum puas permaisuri Yuwen terangkat. “Apa kamu sudah tidak mencintai cucu perempuanmu lagi?” Tab
Di paviliun naga emas. Pintu ruang kerja Kaisar tertutup rapat. Sunyi menelan ruangan luas itu. Kaisar berjalan lurus ke arah dinding utama, tempat peta topografi kota kekaisaran terbentang. Jemarinya terulur, berhenti tepat di atas garis merah yang melintang dari utara ke timur. Jenderal Shang mengekor di belakang. Tubuh tegapnya berhenti satu langkah lebih jauh, pandangannya menancap pada peta yang sama. Sejenak tak ada suara. Hanya desiran halus kain jubah, dan napas yang berat tertahan. “Formasi pertahanan kota harus seluruhnya dirubah, bahkan kita juga harus menutup dua jalan rahasia permanen yang lama, menggantinya ke jalan rahasia baru,” tegas Kaisar meski sorot matanya tetap tenang. Jenderal mengangguk. “Selesaikan semuanya kurang dari satu bulan, bisa?” Meski Kaisar bertanya seolah memastikan kesanggupan jenderal, tetapi jawabannya hanya satu. Bisa! Sekali lagi jenderal mengangguk. “Aku akan mengusahakan semuanya sesuai perintah anda, Yang Mulia.” Kaisar