Share

Masih Perawan

last update Last Updated: 2025-03-25 06:28:01

Lady memasukkan dua potong pakaian ke dalam tas. Blouse berbelahan dada rendah serta rok mini sepaha. Nanti setelah pulang kuliah ia akan langsung ke Romantic—kelab malam tempatnya bekerja sebagai pelayan.

Setelah kuliah berakhir biasanya Lady akan mengganti bajunya di toilet dulu, tak lupa melapisinya dengan jaket. Teman-temannya sesama mahasiswa sudah tahu pekerjaan sampingan Lady. Berbagai respon ia terima. Ada yang memandangnya dengan rendah, dan ada pula yang biasa-biasa saja. Tapi Lady tidak ambil pusing. Ia hanya mencoba menjalani pekerjaan yang menurutnya halal untuk tetap bertahan hidup.

Lady memasuki Romantic melalui pintu khusus para karyawan. Membuka jaket dan meletakkannya di loker, Lady berkaca sesaat, memulas ulang sapuan bedak di pipinya, kemudian membubuhkan blush on dengan sedikit tebal. Sebenarnya ia tidak suka dengan riasannya ini. Menurut Lady, dandanannya terlalu menor. Namun atasannya mewajibkan berpenampilan begitu dengan alasan agar indah dipandang dan menarik perhatian siapa saja.

”Lady, antar ini ke meja VIP.” Lady langsung mendapat perintah untuk mengantar minuman.

Ia mengedarkan mata ke meja dimaksud. Ada empat orang laki-laki muda di sana.

Dengan langkah anggun Lady membawa minuman. Beberapa orang pria pengunjung tempat itu bersiul menggodanya.

“Hai cantik… sini dong sama Abang.”

Lady yang sudah terbiasa menghadapi godaan semacam itu tersenyum sekilas dan tidak terlalu meladeni mereka selagi itu hanya sebatas godaan melalui kata-kata. Tapi ia tidak akan tinggal diam jika ada yang berani menyentuhnya.

“Permisi…” Lady meletakkan minuman di atas meja setelah meminta izin.

“Ternyata lo!”

Lady yang tadinya tersenyum mendadak mengatupkan bibir begitu mengetahui siapa sosok yang barusan menggumam kecil padanya. Rain.

Rain memindai Lady dari atas kepala hingga ujung kaki. Ia tercengang melihat penampilan Lady saat itu yang begitu berbeda dengan saat ditemui di rumah bundanya. Lady yang waktu itu sangat sopan dengan pakaian longgar kini tampil dengan busana seksi, ketat, dan… menggoda. Rambutnya yang waktu itu dikuncir kini digerai bebas. Pun dengan bibirnya yang saat itu polos tanpa polesan apa-apa dan cenderung kering kini berwarna merah menyala. Lady terlihat cantik dan menggoda. Rain benci mengakuinya, namun ia tidak bisa mengingkari pandangan matanya.

’Di depan Bunda gayanya sopan, lugu dan polos, tapi ternyata begini. Ternyata dia bukan cewek baik-baik,’ kecam Rain di dalam hati.

Lady yang juga terkejut melihat Rain tidak berkata apa-apa. Ia bersikap sama seperti laki-laki itu yang berpura-pura tidak mengenalnya.

”Thank you, Cantik.” Gavy, salah satu teman Rain menatap Lady dengan mata nakalnya ketika perempuan itu meletakkan gelas minuman.

”Sama-sama.” Lady tersenyum ramah. Bukan senyum yang dengan senang hati ia lakukan, tapi ia melakukannya karena tuntutan pekerjaan.

“Open BO nggak nih?” Bobby, teman Rain yang lain menyentuh tangan Lady. Tatapannya tidak kalah liar dengan lelaki sebelumnya.

”Maaf, saya di sini murni pelayan, bukan yang lain-lain.” Lady menepis tangannya dari lelaki yang mencekalnya.

Semua pria tersebut kemudian tertawa mendengar jawaban Lady kecuali Rain. Mereka tidak percaya pada perkataan Lady.

“Hahaha… pasti dia anak baru.”

”Muna banget, sok lugu.”

“Paling nanti kalau gue tunjukin duit segepok bakalan diem.”

“By the way, i like her boobs.”

“Perasaan nggak gede-gede amat. 36B i think.”

”36B lo bilang nggak gede? Mata lo udah siwer?” Bobby menoyor pelan kepala Gavy.

”Ya, seenggaknya nggak tumpah-tumpah, cuma ngintip sedikit. Tipe Rain banget tuh. Iya kan, Rain?”

Ketiganya memandang bersamaan ke arah Rain yang sejak tadi hanya diam.

”Apanya?” sahut Rain.

“Elo kan suka yang ngintip-ngintip sedikit, nggak suka yang tumpah ruah, kayak cewek yang tadi. Lagian kenapa lo diem aja? Dari tadi juga kayak orang sakit gigi.”

“Gue males bahas cewek nggak jelas kayak gitu. Bisa nggak ganti topik yang lebih bermutu?”

”Bisa banget. Sekarang tuh yang lagi viral coli pake cumi-cumi. Lo mau coba nggak?”

“Ngapain juga gue coli kalo ada Sydney?”

“Halaa… lo Sydney mulu, nggak bosan apa? Kita tuh masih muda Rain. Lo nggak mau coba yang lain?”

“Dosa,” celetuk Rain sok polos, yang ia tahu apa respon teman-temannya setelah itu.

“Huhhh!!! Ketiga temannya menyoraki dan tertawa lepas. “Dosa itu nikmat. Nanti kan tinggal tobat."

"Eh, by the way lo kan habis menang kompetisi nih. Kita punya gift buat lo,” celetuk Bobby tiba-tiba. Bobby merupakan teman Rain yang juga berprofesi sebagai pembalap. Hanya saja karirnya tidak secemerlang karir Rain.

“Gift apaan?”

“Ada deh… nanti gue kasih tahu. Eh, lo juga, Le, dari tadi cuma senyum. Lo kenapa? Mau gift juga?”

Ale, sahabat Rain yang paling dekat dengannya yang juga merupakan manajernya hanya tersenyum hampa. “Lain kali deh, Rain aja dulu. Gue kan nggak ngapa-ngapain.”

“Halaaa… gaya lo.”

Ale lalu menghindar ketika Bobby mencoba mendorong pelan kepalanya.

Keempat laki-laki itu kemudian turun ke lantai disko, bergabung bersama para pengunjung lainnya.

Selang beberapa menit, Bobby menyelinap keluar dari kerumunan orang-orang.

***

“Lagi sibuk, Dear?”

Lady yang baru saja melayani tamu menoleh ke belakang kala pundaknya ditepuk. Lady terkejut saat mendapati ternyata lelaki teman Rain tadi berdiri di belakangnya. Laki-laki nakal yang tadi dengan lancang menyentuh tangannya. Lady langsung waspada.

”Ada apa ya, Mas?”

Lelaki itu tersenyum. “Saya minta tolong, boleh?”

“Minta tolong apa?”

“Saya mau pesen cocktail tapi tolong diantar ke kamar 301 ya!”

Kerutan tercipta di dahi Lady. Kelab malam tempatnya bekerja memang satu bangunan dengan hotel bintang lima. Tak jarang para pengunjung di sana sering menginap di hotel tersebut hanya untuk one night stand.

Melihat Lady kebingungan, Bobby segera mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. “Ini buat kamu,” kata laki-laki itu sembari menyodorkan ke tangan Lady.

Selama sepersekian detik Lady terdiam.

“Ayo, nggak usah sungkan. Ini tip buat kamu. Kamu hanya perlu mengantar cocktail ke kamar itu lima belas menit lagi.”

Bobby pergi dari hadapan Lady sebelum perempuan itu sempat menjawab apa-apa. Lady memang sering menerima tip dari para pengunjung, namun tidak pernah sampai sebanyak ini. Untuk sesaat ia masih bingung. Tapi ia pikir sekadar mengantar minuman apa salahnya.

***

Bobby memapah Rain dengan penuh upaya. Alkohol yang kini beredar di pembuluh darahnya membuat kesadaran Rain tinggal separuh.

”Kita mau ke mana, Bob?” Rain masih sempat bertanya saat Bobby membawanya ke sebuah ruangan dan memapahnya masuk.

“Lo inget nggak, tadi gue bilang mau kasih gift?”

“Hemm…” Rain tidak benar-benar mengingatnya karena sudah hangover.

Bobby membaringkan Rain yang sudah tidak berdaya di ranjang. “Rain, lo di sini dulu ya, bentar lagi gift buat lo dateng.”

Seulas senyum licik terbit dari bibir Bobby sebelum ia meninggalkan Rain sendiri di tempat itu.

***

Berjalan sendiri, Lady berhenti tepat di depan pintu kamar 301. Tadi Bobby memberikan keycard kamar tersebut padanya dan menyuruh langsung masuk.

Dengan membawa cocktail di tangannya Lady membuka pintu. Langkahnya terhenti tiba-tiba ketika melihat seseorang sedang berbaring di ranjang.

‘Astaga! Siapa itu?’

Ragu-ragu ia berjalan mendekat.

“Hany…”

Lady kaget ketika tiba-tiba saja orang di ranjang membuka mata dan menarik tangannya. Namun yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah begitu mengetahui lelaki itu adalah Rain.

“Lepasin aku!” Lady menarik tangannya yang dicekal Rain, namun tidak berhasil karena tenaga laki-laki itu jauh lebih kuat.

”Sini, Han, temenin aku tidur di sini.” Rain yang menyangka Lady adalah Sydney menarik Lady lebih kuat hingga perempuan itu rebah di sebelahnya. Dengan sigap Rain mengunci Lady di bawahnya agar tidak meloloskan diri.

“Kamu mau ngapain? Lepasin saya!” Lady memberontak saat Rain mencoba meraup bibirnya.

“Kamu menolak aku, Han?” tanya Rain heran. Selama ini sekali pun Sydney belum pernah menolaknya.

”Dasar cowok brengsek. Selain sombong kamu juga biadab!” maki Lady penuh amarah serta ketakutan. Ia terus memukul Rain yang mengunci tubuhnya.

“Han, seriously kamu mau kita main BDSM?” ujar Rain karena Lady terus melawan dan memukul badannya. “Oke, aku nggak keberatan kalau kamu maunya begitu.”

Lalu Rain membuka kemejanya dan dengan gerakan cepat mengikat kedua tangan Lady.

Lady terkejut atas perlakuan Rain padanya. Ia lalu berteriak, “Tolong!!! Tolong saya! Apa ada orang di sini? Tolong saya!!!”

“Sssttt… Han, jangan teriak. Lagian kamu kenapa sih tiba-tiba jadi kayak gini. Aku udah on nih, Han…”

Lady menangis ketika Rain melepas penutup tubuhnya satu demi satu hingga ia tampil polos bagai manekin. Lady terus melawan dan mencoba untuk melepaskan diri, namun usahanya kembali sia-sia. Rain jauh lebih kuat.

”Kamu kenapa nangis, Han? Aku nyakitin kamu memangnya?” tanya Rain sambil membelai rambut Lady.

Kecupan bibirnya di tubuh perempuan itu mulai menjalar ke mana-mana. Mulai dari bibir, leher, dada hingga bagian yang lain.

Rain melucuti pakaiannya sendiri hingga tubuhnya tak berpenutup. Ia tidak memedulikan Lady yang terus merintih dan menangis. Kadang Sydney memang suka nge-drama, pikirnya.

“Han, diam dulu, Han!” pinta Rain karena Lady terus meronta.

Rain memegang kaki Lady dengan kedua tangannya agar tidak terus bergerak. Ia kemudian memosisikan diri di depan Lady. Bersiap-siap memasuki perempuan itu.

Kerutan tercipta di dahinya ketika ia merasa kesulitan untuk masuk. Perempuan itu terasa sempit yang membuat Rain keheranan dan bertanya-tanya.

Kenapa jadi sesusah ini? Perasaan, Sydney nggak begini.

Sambil terus mendorong, Rain memandangi wajah Lady yang meringis menahan sakit. Detik itu juga ia tersadar kalau perempuan yang ia coba masuki bukan Sydney. Rain menarik diri sebelum berhasil masuk.

“Lo masih virgin, lo bukan Sydney,” desisnya syok.

Rain segera melepaskan tangan Lady yang sejak tadi terikat.

Tanpa membuang waktu, Lady bangkit dari ranjang dan segera memungut pakaiannya dan memakai dengan terburu-buru.

Plakkk!!!

Telapak tangan Lady melayang ke pipi Rain yang membuat laki-laki itu berjengit.

“Saya nggak akan pernah melupakan kebejatan anda malam ini!” kecamnya penuh kebencian.

Rain membatu sambil memegang pipinya yang perih. Tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali memandang Lady yang pergi dengan membawa air mata.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Tamat

    Orang bilang hari pernikahan adalah di mana sepasang pengantin akan menjadi raja dan ratu sehari. Itulah yang akan dirasakan Agha dan Brienna.Setelah melalui tahap demi tahap serta banyak ritual unik, akhirnya sehari lagi Agha dan Brienna resmi menjadi sepasang suami istri.Pernikahan Brienna dan Agha begitu kontras dengan resepsi pernikahan Qeyzia dan Ryan. Pernikahan Brienna diselenggarakan secara adat keluarga Agha yang masih begitu kental. Prosesi adat tersebut diawali dengan mangaririt boru atau menyelidiki apakah perempuan yang akan dipinang memiliki latar belakang yang baik. Tahapan ini juga dilakukan untuk memastikan kalau perempuan yang akan dipinang belum ada yang melamar. Orang tua Agha datang pada keluarga Brienna menyampaikan maksud untuk meminang. Akan tetapi, keluarga Brienna tidak seketika memberi jawaban, namun pada pertemuan selanjutnya.Setelahnya dilanjutkan dengan padamos hata, yaitu prosesi mengenalkan calon pengantin laki-laki langsung kepada keluarga calon p

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Pasang Muka Badak

    “Tadi ngomongin apa aja sama Brie, Yang?” tegur Ryan pada Qey yang sejak tadi membisu di sebelahnya. Saat ini mereka sedang berada dalam perjalanan pulang ke apartemen setelah dari rumah orang tua Qeyzia tadi.Lamunan Qey dibuyarkan suara Ryan. Ia lalu menoleh pada suaminya itu. “Ngomong biasa, tentang pengalaman selama Kak Brie di Medan.””Brie kayaknya happy banget ya?”Qey tersenyum dan mengiakan. ‘Gimana nggak happy. Keluarga suaminya baik begitu,’ ucapnya di dalam hati. Namun yang tersampaikan dari mulutnya adalah, “Iya, happy banget. Aku nggak pernah ngeliat Kak Brie sehappy itu.”“Kalau kamunya gimana? Nggak ikutan bahagia?""Bahagia dong, masa enggak.""Kalau bahagia kenapa wajahnya biasa-biasa aja?""Harusnya gimana?""Senyum yang lebar kek.""Nih aku senyum." Qey mengembangkan bibirnya selebar mungkin. Meyakinkan ia juga bahagia atas kebahagiaan kakaknya. Qey menyembunyikan lara hatinya jauh-jauh. Ia tidak ingin Ryan tahu apa yang dirasakannya saat ini.Tapi bukan Ryan naman

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Damn You, Bastard!

    Qey cepat keluar dari kamar mandi dengan gugup dan duduk di tepi ranjang. Apa yang baru saja dilihatnya membuat Qey benar-benar malu. Di saat bersamaan rasa bersalah terasa menghujamnya. Ini semua adalah akibat ulahnya. Seharusnya ia melaksanakan kewajibannya sebagai istri dan melayani Ryan dengan sebaik mungkin. Jadi pemandangan barusan tentu tidak akan pernah disaksikannya. Tak lama berselang Ryan keluar dari kamar mandi dengan wajah pias. Jujur saja ini bukanlah yang pertama. Namun ketika Qey menangkap basahnya ia tidak pernah semalu ini.Ryan turut duduk di sebelah Qeyzia. Ia mendapati kegugupan di wajah istrinya.Selama beberapa detik mereka hanya diam. Qey meremas ujung bajunya sedangkan Ryan tidak tahu harus berkata apa dan memulai semua dari mana.Ryan berdeham berkali-kali. Selain malu ia juga tidak pernah segugup ini. "Yang ...," panggilnya pelan, membuat istrinya itu menoleh padanya. "Maaf, aku–""Seharusnya aku yang minta maaf." Qey menyahut cepat. "Ini semua aku yang sal

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Rahasia Ryan

    “Ya ampun, kok jadinya malah kekirim sih? Bukannya kehapus.” Brie mengguman pelan ketika menyadari apa yang baru ia lakukan.Ck! Brie berdecak kesal menyesali sikapnya yang gegabah. Coba tadi kalau ia tidak asal pencet. Duh … gimana nih?Brie kemudian merebahkan tubuhnya ke pembaringan. Untuk kesekian kalinya ia terkejut ketika terdengar notifikasi dari ponselnya.Lantas Brie melihat ke layar gawai. Pesannya tadi terkirim dan sekarang ia menerima balasannya.“Hey, Brie, senang sekali mengetahui kamu akan menikah. Tapi dengan sangat sedih aku ingin mengatakan padamu, Mommy sudah … meninggal. From Kyle.”Brie langsung terduduk. Tidak percaya pada apa yang baru saja dibacanya. Ibunya sudah meninggal? Sejak kapan? Lantas kenapa ia tidak tahu sama sekali mengenai hal tersebut?Dengan tangan gemetar dan mata berkaca-kaca Brie mengetikkan balasan untuk saudara tirinya itu.Brienna: Kapan Mommy meninggal? Kenapa tidak memberitahuku?Hanya dalam hitungan detik balasan pesan dari Kyle masuk ke

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   I Choose You

    Bab panjang panjang ya, Kak. 15 bab. Happy reading ♡***Ryan menggenggam tangan Qey dan meletakkan di atas pahanya. Sedangkan sebelah tangannya lagi berada di setir. Setelah dari apartemen Ryan tadi keduanya saat ini sedang dalam perjalanan menuju rumah Natassa.Hari ini adalah hari paling membahagiakan bagi Ryan. Hari yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Nanti setelah sampai di rumah ibunya Ryan akan langsung menyampaikan niatnya untuk menikahi Qey.Sedangkan Qey yang duduk di samping Ryan tak bersuara sejak tadi. Ia masih sulit untuk mempercayai apa yang telah terjadi beserta hal besar yang sudah diputuskannya.Qey menerima lamaran Ryan untuk menjadi istri laki-laki itu.Dalam temaram cahaya di mobil, Qey menurunkan pandangan pada tangan kirinya, yang berakhir tepat di bagian jari manisnya. Cincin dari Ryan kini tersemat indah di sana. Sebagai tanda ikatan awal dirinya dan laki-laki itu sebelum mereka disatukan dalam hubungan yang benar-benar sakral."Suka cincinnya, Yang?"Tegu

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Papa Iyan & Wasiat Maxwell Yang Baru Diketahui Qeyzia

    “Saya pengennya pesta pernikahan nanti nggak cuma biasa-biasa saja. Tapi unik, mewah, elegan dan berkesan, yang nggak akan pernah dilupakan oleh siapa pun, terutama oleh tamu-tamu yang datang.” Perempuan itu menerangkan konsep pernikahan impian sesuai keinginannya dengan sangat menggebu-gebu. Matanya turut berbinar seakan sedang membayangkan apa yang ada di kepalanya.“Baik, saya setuju dengan ide Mbak. Kita punya beberapa paket, di antaranya adalah paket ballroom wedding, rooftop wedding, garden party, dan juga beach party.”“Kalau menurut Mbak sendiri bagusnya yang mana ya?”“Mama!!!”Qeyzia refleks memalingkan muka dan memandang ke sumber suara. Senyumnya merekah seketika kala melihat putra kesayangannya berlari kecil ke arahnya diikuti sang pengasuh dari belakang.“Sebentar ya, Mbak, silakan Mbak lihat-lihat katalognya dulu.” Qeyzia lantas bangkit dari duduknya dan meninggalkan si klien.Klien? Iya klien.Dua tahun berlalu sejak kematian Maxwell. Pelan tapi pasti Qeyzia mulai bang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status