Share

Jelmaan Cleopatra

last update Last Updated: 2025-03-27 17:58:24

Rain menunggu di depan fitting room, sedangkan Lady masih berada di dalam ruangan itu.

"Ngapain aja sih dia di dalam sampai selama itu?" gerutu Rain sendiri.

Kehabisan rasa sabar, Rain mengetuk pintu fitting room.

"Hei, lo ngapain aja?"

Tidak ada sahutan dari Lady yang membuat Rain bertambah kesal. Ia mengetuk pintu sekali lagi. Sebelum tangannya sempat beradu dengan daun pintu, pintu berwarna putih itu dibuka dari dalam. Sosok Lady kini berdiri tegak di hadapannya.

"Saya nggak cocok ya pakai baju ini?" tanya perempuan itu pada Rain. Terlihat jelas kalau dia tidak percaya diri.

Rain terkesima hingga untuk detik-detik yang lama kehilangan kemampuan mengerjapkan mata.

"Gimana menurut anda?"

"Cantik banget, Dy." Suara itu berasal dari seseorang di belakang Rain. Kanayya. "Iya kan, Rain?"

"B aja," sahut Rain datar. "Ya udah, Nda, aku tunggu di mobil. Sumpek di sini." Lelaki itu lalu pergi meninggalkan keduanya.

"Dia memang begitu orangnya. Kamu nggak usah ambil hati." Kanayya tersenyum tipis menghibur Lady.

"Iya, Dok," sahut Lady mafhum.

***

"Bunda langsung pulang aja ya, Rain. Lady ikut sama kamu biar nanti kalian bisa langsung pergi," kata Kanayya setelah mereka berada di mobil.

"Iya, Nda."

Rain mengantar Kanayya ke rumahnya sesuai dengan permintaan perempuan itu.

"Kamu nggak mampir dulu?"

"Lain kali aja, Nda. Salam sama Tante, Mama dan Papa."

"Nanti Bunda sampein. Kamu pindah duduk ke depan, Dy, temenin Rain."

Patuh, Lady melaksanakan perintah Kanayya. Baru saja akan menjatuhkan diri di jok ia disambut dengan helaan napas berat laki-laki itu.

"Anda nggak suka kalau saya duduk di sini?" tanya Lady yang mengerti keresahan Rain.

"Anda saya, anda saya, lo pikir ini di kantor?"

Lady tersenyum samar. Apa pun yang dilakukannya tidak pernah benar di mata Rain. "Kamu nggak suka aku duduk di sini?" ulangnya.

"Udah tau pake nanya."

"Kamu kok gitu banget sama aku? Aku tahu diri kok kalau emang nggak pantes buat kamu, tapi aku manusia lho. Aku juga punya perasaan."

Perkataan Lady berhasil membuat Rain menoleh pada perempuan itu. "Maksud lo apa? Lo tertekan dengan perjodohan ini?"

Lady tidak menjawab. Ia lebih memilih memandang keramaian lalu lintas di luar sana.

"Kalau orang lagi ngomong tuh didengerin, bukannya malah ngeliat ke mana-mana." Ada nada kesal dalam nada suara Rain yang tertangkap oleh telinga Lady.

Lady memutar kepalanya ke arah Rain. Seulas senyum tipis terbit dari bibirnya. "Sakit ya rasanya kalau nggak dihargai? Itu juga yang aku rasakan selama ini. Kamu menganggap aku seperti sampah. Kamu nggak pernah menghargai aku. Kalau kamu bilang aku bukan tipemu, kamu juga harus tahu kalau kamu juga bukan tipeku. Aku nggak pernah bermimpi berjodoh dengan laki-laki arogan, sombong, suka menghina orang. Tapi keadaanku bikin aku harus menerima perjodohan ini."

Kali ini Rain benar-benar tidak berkutik mendengar pengakuan lugas Lady. Ia tidak menyangka kalau perempuan tersebut akan sejujur itu padanya.

Kemudian, di sepanjang sisa perjalanan mereka keduanya sama-sama menyimpan suara.

***

"Kalau lo mau istirahat jangan di ranjang gue, tapi di sana." Rain menunjuk sofa setelah mereka tiba di apartemen.

"Siapa juga yang mau tidur di ranjang kamu," balas Lady.

"Bagus kalau lo paham." Rain tersenyum asimetris dan meninggalkan Lady sendiri.

Membunuh waktu, Lady tidak tahu apa yang dilakukannya. Alhasil ia memainkan ponsel.

"Tolong handuk gue dong!" Suara itu berasal dari dalam kamar mandi.

"Kamu ngomong sama aku?" Lady balas berseru.

"Emangnya kalau bukan sama lo siapa lagi? Sama kuntilanak? Ambilin handuk gue di dalam lemari!"

Bergerak dari tempat duduknya, Lady membuka lemari. Ia mencari handuk yang dimaksud. Baru saja ia akan menarik dari lipatan pakaian, mata bundarnya melebar ketika melihat susunan baju perempuan di sana.

Ada perempuan tinggal di sini?

"Ngapain aja sih lo? Gue udah kedinginan nih!" Suara kesal Rain terdengar lagi yang memaksa Lady untuk bergerak.

"Ini handuknya." Lady memberikan handuk putih tersebut setelah Rain membuka setengah pintu kamar mandi.

Ia kembali ke tempat duduknya dan membiarkan Rain berpakaian.

"Ngapain lo kayak gitu? Lagi menilai apartemen gue? Pengen tau gue punya apa aja?" tanya Rain melihat Lady mengedarkan mata ke setiap penjuru ruangan.

"Di sini kamu tinggal sama siapa?"

Pertanyaan itu sama sekali tidak pernah diprediksi Rain sebelumnya.

"Ya sendirilah, emang lo pikir sama siapa lagi?"

"Aku ngeliat ada baju cewek di lemari."

"Lancang lo ya, berani-beraninya periksa barang-barang gue."

"Kan tadi kamu sendiri yang minta buat ngambilin handuk. Jadi aku nggak sengaja ngeliatnya. Emang itu baju siapa? Kamu bukan cowok setengah mateng kan yang pake baju-baju cewek?" Lady membalikkan kata-kata Rain waktu itu.

"Bukan urusan lo juga buat tahu itu baju siapa. Kita memang dijodohkan, tapi sedikit pun lo nggak berhak ikut campur dalam hidup gue."

"Iya," sahut Lady singkat. Kemarin bra, sekarang baju. Membuatnya tidak mampu untuk tetap berpikir positif.

"Daripada lo kepo nggak jelas kayak gitu mending sekarang pake baju lo tadi, kita pergi. Gantinya di sana." Rain menunjuk kamar mandi.

Lady membawa paper bag berisi gaun yang dibeli tadi, lalu masuk ke kamar mandi. Ia tidak langsung mengganti bajunya, namun menyandarkan punggung ke belakang pintu sembari mengatur napas. Lady membayangkan, jika saja suatu saat nanti ia benar-benar menjadi istri Rain mungkin lelaki itu akan membuatnya makan hati setiap hari.

"Lalad, lo ngapain lagi di dalam? Nggak bisa apa cepet sedikit?"

Kalau saja suara Rain tidak memanggilnya mungkin Lady masih akan terpaku di belakang pintu.

"Iya sebentar, ini lagi ganti baju."

Cepat, dibukanya paper bag dan mengeluarkan gaun premium itu dari sana. Lady mengusap dengan tangannya serta memandang penuh kekaguman. Ini adalah baju termahal pertamanya. Rasanya bagai bermimpi. Sedikit pun Lady tidak berani mengimpikan memakai gaun mahal yang kini ada di tangannya.

Gaun malam berwarna biru itu melekat begitu pas di tubuhnya yang ideal yang membuat kepercayaan dirinya ikut meningkat.

"Lalad, ngapain aja sih lo sampe selama itu?" Suara Rain terdengar lagi. "Masih hidup kan lo?"

Rain yang tidak sabar membuat Lady bergerak cepat. Dengan terburu-buru ia memakai bedak, memulas blush on tipis-tipis di pipinya serta mewarnai bibirnya dengan lipstick.

Lady lalu keluar dari kamar mandi setelah dandan kilat tersebut.

"Aku sudah siap," ucapnya pada Rain yang sedang membelakanginya.

Mendengar suara Lady, Rain menoleh. Lelaki itu kembali kehilangan kemampuan mengerjapkan mata saat melihat jelmaan cleopatra di hadapannya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Finally Found You

    Mobil yang membawa Rain serta Chris dan seorang lagi kawannya yang bernama Daniel terus melaju.Kondisi jalan yang mulus dan tidak padat adalah hal yang mereka temui pada awal perjalanan sepanjang New England Highway. Lalu mereka melewati hutan eucalyptus dan pepohonan lain khas Australia, daerah-daerah kecil, peternakan domba dan sapi, hingga perkebunan anggur.Setelah sekitar empat jam perjalanan dari Sydney akhirnya mereka tiba di Tamworth. Tapi perjalanan belum berakhir di sana. Tempat tinggal Ney berada di pedesaan. Sedangkan Tamworth adalalah kotanya.Tamworth menyambut mereka dengan dingin yang menusuk. Pusat keramaian dan jalan di sana sangat sepi. Hanya sedikit kendaraan dan orang yang tampak di sana. Toko-toko pun banyak yang tutup. Di bagian kotanya pohon-pohon peneduh berjejer rapi di trotoar yang terhampar di kedua sisi jalan. Masing-masing tampak nyaris selebar jalanan kendaraan di tengahnya. Walaupun tidak begitu lebar, jalannya terdiri dari dua arah serta terdapat are

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Mencari Sydney

    (S2) Niat Baik Qey Dan Rencana Mencari Sydney Part 2Rain dan Lady tidak langsung menjawab. Keduanya saling pandang meningkahi keinginan anak mereka.“Ma, Pa, aku bersedia. Kalau sumsum tulangku cocok dan sesuai dengan Kak Brie pake punyaku aja.” Qey menyatakan kesungguhan tekadnya pada kedua orang tuanya. Qey tidak main-main dengan niatnya.Rain dan Lady saling diam, tidak langsung memberi keputusan. Banyak hal yang mereka pikirkan saat ini.“Ayolah, Ma, Pa, katanya waktu Kak Brie udah nggak lama lagi. Katanya Kak Brie hanya bisa selamat dengan transplantasi itu. Jadi apa lagi yang ditunggu?” Qey mendesak menyadarkan Rain dan Lady yang termangu.“Qey, kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?” tanya Rain mengonfirmasi sebelum melakukan tindakan tersebut.”Yakin, Pa, yang penting Kak Brie bisa selamat,” jawab Qey tanpa ragu. Segala rasa sedih dan merasa tersisihkan akibat perhatian orang-orang di sekitarnya yang berlebihan pada Brienna perlahan memudar saat Qey menyaksikan sendiri

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Niat Baik Qey & Rencana Mencari Sydney

    “Eh, Qey, tumben ke sini?” Alana terkejut ketika pagi itu Qeyzia datang ke rumahnya. Saat itu Alana baru saja akan berangkat kerja dan langsung turun dari mobil ketika melihat Qeyzia datang.Qey tersenyum tipis. “Aku mau ketemu Gian. Gian-nya ada, Tante?”“Ada tuh di kamarnya masih belum bangun. Bangunin gih. Sekalian kalau mau sarapan langsung sarapan aja ya.”“Iya, Tante.”“Tante tinggal dulu nggak apa-apa kan? Mau ke kantor.”“Nggak apa-apa, Tante.”Qey menunggu sejenak, melepas Alana pergi. Begitu mobil bergerak dan Ale membunyikan klakson sambil meninggalkan halaman barulah Qey masuk ke dalam rumah.Qey langsung gerak cepat menuju kamar Giandra. Iseng memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci. Dengan langkah perlahan Qey masuk ke dalam.Giandra tampak berbaring di atas tempat tidur sambil memeluk guling. Tampak nyenyak dan tidak terusik oleh apa pun.Qey lalu duduk di tepi ranjang. Ia termangu sesaat sambil memindai wajah Giandra inci demi inci. Wajah itu tetap terlihat g

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Berpura-pura Itu Melelahkan

    Giandra memandangi Celine yang sedang tidur di pelukannya. Celine terlihat sangat pulas dalam lelap. Akan tetapi tidak sepicing pun Giandra bisa memejamkan mata. Berbagai pikiran kini memberati kepalanya.Sudah sejak kemarin mereka berada di sini dan yang keduanya lakukan hanyalah tidur-tiduran, jalan-jalan menikmati pemandangan lalu kembali lagi ke hotel.Dan… sejak berada di sini juga Giandra tidak pernah menyentuh Celine dalam hal yang lebih intim. Giandra khawatir jika apa yang akan dilakukannya nanti bisa memengaruhi kehamilan Celine.Giandra hanya berani menyentuh Celine sebatas memeluk dan menciumnya. Tidak lebih.Baru saja Giandra mencoba memejamkan mata, suara notifikasi terdengar berdenting dari ponselnya. Masih dengan posisi berbaring, Giandra menjangkau ponsel dengan sebelah tangan. Ada pesan dari Haris.Mas Haris: Lo lagi di mana, Gi?Giandra mengembuskan napas lelah. Ternyata ia lupa mematikan ponselnya.Giandra: Di luar kota, Mas.Mas Haris: Ngapain?Giandra: Lagi nuli

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   We’re Hubby And Wifey Now

    “Papa dulu sama Mama nikah umur berapa?” Pertanyaan itu meluncur dari bibir Giandra yang membuat Ale menoleh padanya. Saat iitu mereka baru saja selesai duet membawakan lagu lawas It Must Have Been Love. Ale yang memetik gitar dan Giandra yang bersenandung.”Kira-kira pertengahan dua puluh empat masuk dua puluh lima. Kenapa, Gi, kok nanya gitu sama Papa, udah mau nikah kamu?”Giandra nyengir kuda. “Ya mana bisa, Pa, kan aku masih ada kontrak.””Terus tadi tiba-tiba nanya gitu ke Papa kenapa?””Iseng aja sih. Tapi untuk ukuran laki-laki umur segitu kan lumayan cepat. Gimana sih, Pa, rasanya nikah muda?”Ale menyandarkan punggung ke dinding bersama dengan menarik mundur pikirannya ke masa lalu. Terlalu banyak hal menyakitkan yang terjadi kala itu. Sebenarnya Ale belum pernah menceritakan tentang sisi gelap hidupnya pada Giandra serta anak-anak yang lain. Ale bahkan tidak ingin lagi mengingatnya. Semuanya cukup menjadi rahasia kelamnya dengan Alana.“Rasanya bahagia karena ada yang mend

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Rencana Nikah Siri

    Hanya sesaat. Celine segera memalingkan muka dari Giandra dan lebih memilih melihat ke arah lain, lebih tepatnya menundukkan kepala dalam-dalam. Sedangkan Tanya masih memeluk Giandra.“Tanya, aku ikut berduka, sorry, aku nggak tahu kalau abang yang kamu maksud ternyata David.” Giandra berbisik di telinga Tanya.“Nggak apa-apa, Gi, makasih ya udah datang.” Suara Tanya terdengar serak akibat kebanyakan menangis.Giandra mengurai pelukan. Lalu matanya berlarian mencari-cari sosok personil Let It Be serta manajer mereka.“Mas Haris sama yang lain tadi udah ke sini, tapi mereka baru aja pulang sekitar sepuluh menit yang lalu,” beritahu Tanya seakan bisa membaca apa yang ada di pikiran Giandra.Lalu Giandra dan Tanya berjalan bersisian menuju pusara David.“Ma, Pa, ini Giandra, temen satu band aku, dia gitarisnya.” Tanya mengenalkan Giandra pada kedua orang tuanya.Giandra menjabat tangan keduanya bergantian. “Saya ikut berduka, Om, Tante.” Giandra menyampaikan rasa belasungkawa.“Terima ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status