Home / Romansa / Semalam Dengan Komandan / Pertemuan Tak Terduga

Share

Pertemuan Tak Terduga

Author: Brata Yudha
last update Last Updated: 2025-07-18 09:23:28

Khansa panik. Kalau gigolo yang ia pesan ternyata tidak jadi datang, lantas orang yang tidur dengannya semalam ini siapa? Apa mungkin karena pria itu mabuk makanya salah kamar? Khansa memang tidak mengunci pintu kamar hotel semalam karena itu juga permintaan yang dikatakan oleh gig*lo pesanannya. Ternyata, hal itu malah membawa Khansa pada kondisi yang benar-benar memusingkan seperti ini.

“Aduh, b-bagaimana ini?” gumam Khansa pelan. Debaran jantung Khansa naik drastis. Ia juga mulai ketakutan. Bagaimana jika orang yang semalam menidvrinya itu adalah orang jahat? Apalagi, pria itu semalam juga mabuk. Sudah pasti ia bukan pria baik-baik.

Khansa turun dari ranj ang pelan-pelan kemudian berjalan dengan berjinjit untuk memeriksa pria itu lagi. Aroma alkohol masih menguar kuat dari pria itu. Dilihat dari betapa pulasnya pria itu tidur, sepertinya efek mabuk semalam belum hilang.

Khansa melihat wajah pria yang masih tidur itu. Seluruh tubuhnya sontak merinding. Ia memang tidak mengenali wajah pria itu semalam sebab Khansa sendiri sengaja mematikan lampu. Pria itu jelas berbeda dengan gigolo yang ia pesan. Memang foto profil di aplikasi waktu itu tidak secara langsung menunjukkan wajah si gigolo, hanya badannya saja yang dipamerkan. Namun, ketika Khansa sudah fix memesan, si gigolo itu mengirimkan foto wajahnya untuk konfirmasi, dan pria yang sekarang masih tidur itu jelas bukan gigolo pesanan Khansa.

“Bodoh… Kenapa semalam aku nggak cek dulu wajahnya ya?” batin Khansa merutuki nasibnya sendiri.

Tapi tentu saja Khansa tidak sempat. Lampu gelap gulita, Khansa juga masih amatir dan bingung dengan apa yang harus ia lakukan semalam. Belum lagi, pria asing ini mendadak langsung menyerangnya saat itu juga.

Isi kepala Khansa mendadak ruwet sekarang. Ia yang panik buru-buru memakai seluruh pakaiannya lagi termasuk hoodie, topi, masker, serta kaca mata hitam untuk menyamarkan wajahnya. Khansa juga memeriksa kamar hotel itu mumpung si pria asing belum ada tanda-tanda bangun. Apapun jejak yang tertinggal tentang Khansa harus dibersihkan. Jangan sampai pria ini melihat wajahnya atau apapun tentang Khansa.

Setelah memastikan tidak ada satu barang pun milik Khansa yang tertinggal di kamar hotel itu, ia buru-buru keluar dan pergi. Kamar ini sudah dibayar sebelumnya oleh uang Khansa sendiri yang ia wakilkan kepada si gigolo pesanannya. Soal apakah uangnya benar akan diganti atau tidak oleh pria itu, Khansa tidak peduli lagi. Ia hanya ingin kabur tanpa meninggalkan jejak.

Khansa langsung pulang ke rumahnya saat itu juga. Ketika sampai rumah, hari masih pagi tetapi Bima sudah berangkat kerja. Khansa langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia juga memasukkan seluruh pakaian yang ia kenakan untuk ke hotel ke bak cucian untuk segera dicuci supaya tidak meninggalkan aroma apapun yang mencurigakan.

Di kamar mandi itu, Khansa termenung. Ia sungguh menyesal telah melakukan ini. Bukannya mendapatkan apa yang ia mau, Khansa justru salah orang.

“Kenapa sih aku sampai berbuat nekat kayak gitu?” gumam Khansa di sela-sela dirinya yang sedang keramas.

Khansa menunduk, memperhatikan tubuhnya yang basah. Ada bebera bercak kemerahan di kulitnya. Di dekat d ada, di pinggang, bahkan di pah a bagian dalam. Khansa menggosok bagian-bagian itu lebih kuat, berharap bekasnya akan hilang.

Selesai mandi, Khansa lanjut mencuci pakaian yang ia kenakan dengan sebersih mungkin. Ia menambahkan banyak pewangi sebelum menjemurnya.

Di siang hari, Bima pulang ke rumah. Pria itu mengira kalau Khansa belum pulang, jadi ia agak terkejut ketika melihat Khansa sedang memasak di dapur.

“Kok kamu udah pulang?” tanya Bima.

Khansa yang sedang memotong wortel kaget, sebab ia tidak mendengar salam dari suaminya. Tiba-tiba saja muncul.

“Kenapa sih? Begitu aja kaget. Terus, kok cepet banget kamu pulangnya? Katanya Paman sakit?”

Khansa tidak menatap Bima, ia malah fokus memotong wortel meski jemarinya sedikit bergetar. “Paman udah sembuh,” jawabnya. Sekarang, malah Khansa yang terkesan bersikap dingin kepada Bima.

Bima menaikkan sebelah alisnya mendapati keanehan dari gerak-gerik Khansa. Namun, Bima mengabaikan hal itu.

“Besok bakal ada acara penyambutan Danki baru. Acara serah terima tugas gitu.”

Khansa baru menoleh ketika mendengar kabar itu dari Bima. “Danki baru?”

Bima mengangguk. “Iya. Nanti bantulah masak-masak, karena mau ada acara juga.”

Khansa mengiyakan. Ia kembali berbalik dan fokus memotong-motong wortel karena masih gugup pasca melakukan hal paling nekat semalam.

Untungnya, Khansa bisa menyelesaikan masaknya tanpa ada insiden apapun. Ia hanya memasak sup sayur dan menggoreng ikan saja untuk makan bersama Bima nanti. Meskipun masakannya wangi dan menggugah selera, entah mengapa Khansa masih belum napsu. Ia terus saja teringat dengan kejadian semalam. Hal itu membuatnya tidak tenang.

*

Sore harinya, Khansa yang sedang di jalan untuk ke rumah Bu Danton masak-masak masih merasa tidak tenang. Ia berjalan sambil melamun jadi tidak terlalu memperhatikan langkahnya.

Tiba-tiba, ada mobil hitam yang lewat. Khansa yang memang pikirannya sedang mengawang ke mana-mana nyaris saja tertabrak. Untunglah, mobil hitam itu refleks menekan klakson kuat-kuat sampai kesadaran Khansa kembali.

Jantung Khansa rasanya berdebar kencang ketika sudah minggir. Mobil hitam itu berhenti tetapi tidak menurunkan kaca jendelanya. Khansa sadar bahwa ia yang salah, jadi meskipun kaca mobil itu tidak dibuka, Khansa langsung membungkukkan badannya.

“Maaf, saya melamun tadi,” ucap Khansa.

Tidak ada jawaban dari si pengendara mobil dan orang itu langsung tancap gas begitu saja. Khansa mengelus dadanya sambil mengembuskan napas panjang.

“Astaga… hampir saja,” gumamnya pelan.

Khansa pun lanjut menuju ke rumah Bu Danton. Sesampainya di sana, Khansa langsung disambut oleh Bu Danton. Ada ibu-ibu persit lain juga yang membantu. Bu Danton kelihatan kerepotan dengan anak keduanya yang memang sangat aktif.

“Bu Bima! Bu Bima! Bisa tolong pegang anak saya dulu sebentar? Ini saya masih kasih arahan buat masak-masaknya tapi anak saya rewel terus nggak bisa diem.”

Bu Danton langsung memberikan anak keduanya kepada Khansa. Untunglah, anak itu sudah sering bersama Khansa jadi tidak terlalu rewel.

Sementara Bu Danton memberi arahan untuk masak-masaknya, Khansa ikut mendengarkan tetapi sambil meladeni anak Bu Danton yang tidak bisa diam.

Selesai memberi pengarahan, Bu Danton menghampiri Khansa. “Bu Bima, Ibu bantuin jaga anak saya dulu aja ya, soalnya dia nggak bisa dititip ke yang lain karena kenalnya sama Bu Bima doang.”

“Loh? Saya nggak bantu masak-masaknya dong, Bu?”

Bu Danton tersenyum. “Enggak apa-apa, nanti kalau anak saya udah capek dan tidur, baru Bu Bima bantu ke belakang. Yang penting anak saya nggak rewel dan ngericuh ajalah.”

Khansa mengangguk. Ia sendiri juga senang dengan anak kecil sebab dirinya belum punya anak dan menantikan datangnya rezeki buah hati itu.

Ketika Khansa sedang menemani anak Bu Danton bermain, tiba-tiba ada tamu. Khansa menemani anak Bu Danton main di ruang tengah supaya tidak mengganggu bagian masak-masak di dapur untuk acara esok hari. Sebagian besar masakan untuk acara penyambutan Danki baru esok hari memang disiapkan sekarang sebab tidak mungkin mau memasak dadakan. Apalagi, acara esok hari juga pagi.

Di situ, Khansa menyadari ada tamu jadi ia ke belakang untuk memanggil Bu Danton. Khansa kemudian kembali lagi menemani anak Bu Danton bermain.

Ketika Bu Danton menyambut tamu itu, Khansa tidak sengaja melirik tamu tersebut. Begitu terkejutnya ia ketika melihat wajah tamu itu.

“Dia… Dia ‘kan…” batin Khansa.

Jantung Khansa seketika memompa lebih kencang. Saking kagetnya, Khansa sampai mengucek matanya sendiri hanya untuk memastikan apakah dirinya salah lihat atau tidak. Namun, meski sudah mengucek matanya berkali-kali, kenyataannya memang itu adalah ‘dia’.

“Dia… Dia laki-laki yang di kamar hotel itu!” Khansa menjerit dalam hati.

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
tenang Khansa.. jangan panik nanti ketauan orang.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Semalam Dengan Komandan   Kebencian Hesti

    Khansa menangis di sepanjang jalan sambil menenteng tas besarnya. Ia mungkin tampak kuat dan menggebu-gebu ketika berhadapan dengan Bima tadi, tetapi tidak bisa dipungkiri, hatinya sakit luar biasa. Ketika sampai di depan pintu jaga, Khansa ditatap oleh tentara yang sedang berjaga di sana. Tentara itu melihat Khansa menenteng tas besar, apalagi wajahnya memerah dan kelihatan sedang menangis. “Bu… Bima? Bener, ‘kan? ada masalah, Bu? Ibu mau ke mana?” tanya tentara itu.Khansa langsung buru-buru menghapus sisa air mata di wajahnya. Ia tidak menjawab pertanyaan tentara itu dan langsung keluar dari battalion. Khansa berhenti di pinggir jalan. Ada warung yang sedang tutup tak jauh dari sana. Khansa duduk di emperan warung itu dan memesan taksi online melalui ponselnya. Selama menunggu taksi, Khansa benar-benar kesulitan menahan tangisnya. Hatinya sudah terlalu terluka sampai ketika ia hanya diam sambil melamun, tiba-tiba pikirannya memproyeksikan kejadian-kejadian buruk yang ia alami den

  • Semalam Dengan Komandan   Kita Buktikan Siapa Yang Mandul

    “Kok malah bengong? Dari mana aja kamu, Sa? Malam-malam kayak gini kok keluyuran.”Khansa mengepalkan telapak tangannya. Ia terpicu dengan ucapan Bima. Masalahnya, Bima sendiri sudah mengatakan bahwa pernikahan mereka sudah tidak ada masa depan, alias ujung-ujungnya akan cerai juga. Sudah lelah Khansa menangis dan merasa bersalah karena keadaan ini, padahal kalau dipikir-pikir, bukan salahnya juga mereka belum punya anak. Tidak pernah ada vonis bahwa dirinya mandul dari dokter. Mereka hanya belum diberi rezeki saja dari Tuhan.“Bukan urusan kamu!” balas Khansa ketus. Bima jelas tidak terima dilawan seperti itu. Ia terbiasa dengan Khansa yang penurut serta memperlakukan Bima di atas dirinya sendiri. Ketika Khansa menunjukkan perlawanan, bahkan meski hanya sedikit, harga diri Bima seketika tercederai.“Bukan urusanku gimana sih? Aku itu suami kamu. Lagian kok kamu bicaranya kurang ajar gitu sih ke suami?”Khansa terkekeh mendengar ucapan Bima. “Suami ya… Bukannya kita bakal cerai? Jadi

  • Semalam Dengan Komandan   Kamu Harus Tanggung Jawab

    “K-Kapten Rama?!”Khansa seketika gelagapan begitu tahu siapa yang memergokinya berjongkok di kegelapan sambil menangis sendirian. Refleks, Khansa langsung menghapus sisa air mata yang masih membasahi kedua pipi dan sudut matanya. Rama menatap Khansa tajam. Sorot matanya begitu lurus sampai rasanya Khansa tidak sanggup untuk bertatapan dengan pria itu. Khansa sudah merasakan ini sejak awal pertama kali bertemu pandang dengan pria itu di rumah Bu Danton. “Kamu… menangis?” tanya Rama.Khansa buru-buru menunduk. Sebenarnya, Khansa tahu sendiri bahwa hal itu juga tidak ada gunanya. Mau ia menunduk atau bahkan menutupi mukanya sekalian, Rama sudah melihat wajah Khansa yang penuh air mata tadi gara-gara ia menoleh. “M-Maaf, Kapten Rama. Saya permisi dulu.” Khansa melewati Rama, tetapi baru saja selangkah ia bergerak, Rama langsung menahan lengan wanita itu. Seluruh tubuh Khansa terasa menegang akibat sentuhan tersebut. Bahkan detak jantungnya pun naik drastis. “Tunggu dulu,” kata Rama.

  • Semalam Dengan Komandan   Keputusan Bima

    “Maksud Ibu apa?” tanya Khansa. Ia jelas syok. Bagaimana mungkin ibu mertuanya sendiri secara terang-terangan mengatakan bahwa Sindi akan menjadi menantunya setelah Bima menceraikan Khansa? Bukankah itu artinya, sudah ada rencana bahwa Khansa akan diceraikan dalam waktu dekat?“Bu, jawab pertanyaan Khansa. Apa maksudnya?!” Khansa meledak. Ia mencengkeram lengan ibu mertuanya dan menuntut jawaban dari wanita itu. Sindi yang semula berdiri berdampingan dengan ibunya Bima didorong oleh Khansa hingga tubuhnya oleng dan hampir jatuh.“Khansa!” seru Bima kesal. “Apa-apaan sih kamu?!”Khansa semakin meradang. Di saat seperti ini, Bima malah membentak Khansa dan membela mantan kekasihnya. Harga diri Khansa sebagai istri sah rasanya seperti terinjak-injak. Namun, Khansa mengabaikan bentakan Bima dan memilih tetap menuntut jawaban kepada ibu mertuanya mengenai perceraian yang disebutkan tadi.“Bu, jawab Khansa, Bu. Apa maksudnya kalau Sindi bakal jadi menantu Ibu?” tuntut Khansa.Ibunya Bima m

  • Semalam Dengan Komandan   Dia Bukan Orang Asing

    Khansa menenangkan diri sejenak di taman itu. Ia merasa lega sebab ternyata antingnya dibawa oleh petugas hotel. “Tapi… kok petugas hotel baik banget ya sampai repot-repot ngajak ketemu buat antar antingnya?” pikir Khansa. Khansa teringat ketika ia memesan kamar hotel waktu itu. Memang kamar itu dibayar menggunakan uangnya—yang sekarang sudah diganti oleh gigolo pesanannya waktu itu. Namun, yang memesan kamarnya adalah si gigolo itu. Seharusnya nama yang tertera dalam data tamu bukankah nama pria itu? Khansa menggeleng kencang. “Aduh, mending jangan mikir aneh-aneh, siapa tau memang nama dan kontakku juga ada di hotel itu. Lagian aku juga nggak pernah nginep di hotel sebelumnya, nggak ngerti juga sama sistemnya.”Khansa menarik napas panjang kemudian segera bergegas pulang. Untuk saat ini, setidaknya kekhawatiran Khansa mengenai antingnya yang lepas dan tertinggal di kamar hotel itu sudah beres.*Keesokan harinya, pagi-pagi sekali bahkan sebelum Khansa selesai memasak di dapur, Bi

  • Semalam Dengan Komandan   Masuk Dalam Perangkat

    Semalam setelah pulang dari rumah dinas Rama, Khansa langsung masuk ke kamar dan meringkuk ke dalam selimut. Ia menangis karena sakit hati. Sialnya, Bima sama sekali tidak merasa bersalah. Jangankan meminta maaf, Bima malah terus-terusan menyalahkan Khansa dan mengatakan bahwa apa yang ia lakukan di rumah Rama itu tidak sopan dan mempermalukan Bima sebagai suami. Khansa sungguh tidak habis pikir. Ia tidak menjawab semua ucapan Bima dan diam saja di dalam kamar sampai ketiduran. Malam itu, Bima tidak tidur sekamar dengan Khansa melainkan tidur di sofa ruang tamu.Keesokan harinya ketika Khansa bangun, ia baru bisa lebih tenang dan berpikir jernih. Khansa berusaha mengulas apa saja yang terjadi semalam, dan jujur ia sendiri sadar bahwa apa yang ia lakukan dengan pergi begitu saja dari rumah dinas Rama memang tidak sopan. Semalam, ia hanya terlalu sedih karena seolah tidak dianggap sebagai istri oleh Bima, makanya ia tidak bisa berpikir rasional.Khansa menghela napas panjang. “Mungkin m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status