Share

Sekretaris yang ceroboh

Ketika Emily melangkah keluar dari restoran, Ethan merasakan hembusan nafasnya yang berat. Dia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba mengatasi kekecewaan yang melanda. Dengan langkah tergesa-gesa, dia keluar dari restoran, berharap bisa mengejar Emily sebelum terlambat.

Namun, begitu dia berada di luar, Emily sudah tidak ada di sana. Tanpa ragu, Ethan melangkah di sepanjang jalanan, matanya terus mencari sosok yang begitu akrab baginya. Setelah beberapa saat, dia akhirnya melihat seseorang yang tampak seperti Emily dari kejauhan.

Namun, dia terkejut ketika dia melihat seorang pria memeluk Emily dengan erat. Dari jarak pandangnya, mereka terlihat begitu dekat, dan Ethan merasa mereka seperti sedang berpelukan. Rasa marah membara di hatinya setelah mendapatkan pengkhianatan yang dilakukan oleh kekasihnya.

"Jadi karena pria ini, kamu memutuskan untuk putus dariku?" desis Ethan dengan penuh kekecewaan.

Kesadaran Emily seketika itu juga mulai kembali. Hatinya berdegup kencang, dan dia merasa terkejut ketika menyadari bahwa tangan atasannya, Daniel, menahan pinggangnya agar tidak terjatuh. Wajahnya memerah, dan dia segera melepaskan diri dari pelukan Daniel.

Langkah kaki Ethan mendekat, dan suaranya penuh dengan nada menuduh, "Siapa pria ini? Apa dia yang sudah membuatmu berpaling dan memilih putus dariku?"

Emily, yang masih mencoba membenarkan letak kacamatanya, menundukkan kepalanya dengan hormat pada Daniel, mengacuhkan Ethan yang berada di sana. Suaranya bergetar ketika dia menjelaskan, "Maaf Pak. Saya tidak sengaja, apa Bapak terluka? Saya tidak fokus sehingga tidak sengaja menabrak Bapak. Sekali lagi, maafkan saya, Pak."

Kemudian dia melihat jas Daniel yang terlihat basah, dan ekspresi khawatir muncul di wajahnya. "Oh, astaga! Jas Anda basah, Pak. Saya.." ucapan Emily terhenti ketika telapak tangan Daniel menghentikannya untuk bicara lebih lanjut.

Ethan tidak mengerti dengan situasi yang ada di hadapannya sekarang. Bukankah mereka baru saja berpelukan tadi? Atau, dia hanya salah paham?

Daniel memijat pertengahan alisnya yang berkerut. Beban di kepalanya terasa berat dengan masalah yang terjadi padanya malam ini. Suara dinginnya terdengar, "Selesaikan saja masalah kalian, jangan pedulikan saya."

Daniel langsung membawa langkah kakinya masuk ke dalam mobil yang berada tidak jauh dari minimarket, dengan sopir pribadinya yang membuka pintu untuk mempersilahkannya masuk. Emily menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasa malu saat membayangkan kejadian barusan.

"Siapa dia?" tanya Ethan, masih mencoba mencari kejelasan.

Mata Emily langsung memancar sinis saat dia menatap Ethan. "Dia adalah atasanku. Bisa-bisanya kamu menuduhnya seperti itu? Ahh, memalukan sekali."

"Maafkan aku, Emily, aku hanya merasa terkhianati olehmu karena kamu terlihat seperti sedang berpelukan mesra dengan pria tadi," ucap Ethan dengan suara yang penuh penyesalan.

"Aku hampir terjatuh ketika bertabrakan dengan atasanku dan dia hanya membantuku," jawab Emily dengan raut wajah kesal.

"Mengapa kamu marah? Aku pikir kamu tidak mencintaiku," jawab Emily sinis.

"Em," panggil Ethan dengan raut wajah serius, membuat Emily menoleh padanya.

"Bisakah kamu memikirkan ulang tentang keputusanmu untuk memutuskanku? Tolong berikan aku kesempatan sekali lagi," ucap Ethan membuat hati Emily sedikit luluh.

Sebelum Emily menjawab, Ethan kembali menimpali. "Kita sudah berpacaran lama. Bagaimana kalau sampai orang-orang ataupun orang tua kita mengetahui tentang hubungan kita yang kandas? Apa yang harus kita jawab?"

Sesaat kemudian, Emily menertawakan kebodohannya karena sempat berpikir ingin memberikan Ethan kesempatan untuk memulai hubungan mereka kembali.

"Kenapa kamu tertawa, Em? Aku serius," ujar Ethan.

"Aku sempat berpikir kamu ingin kesempatan untuk memperbaiki kesalahanmu karena kamu benar-benar mencintaiku tetapi nyatanya.." Emily tidak sanggup meneruskan perkataannya lagi dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

"Kamu memang bajingan, Et. Jangan pernah mencariku lagi, kita putus," ucap Emily kemudian pergi meninggalkan Ethan begitu saja.

"Em, Em," Ethan berusaha mengejar Emily tetapi kebetulan ada taksi yang berada di depan Emily dan dia pun masuk ke dalam taksi itu, meninggalkan Ethan.

Dalam perjalanan pulang, Emily duduk di dalam mobil dengan hati yang hancur. Air mata terus mengalir dari matanya tanpa henti. Dia merasa terluka dan kecewa oleh apa yang telah terjadi. Setiap detik, rasa sakit itu semakin dalam, dan dia tidak bisa menghentikan tangisannya.

Emily mencoba menghapus air mata yang mengalir di pipinya, tetapi mereka terus datang. Dia merasa terjebak di masa lalu, di mana kehangatan dan kebahagiaan yang pernah mereka rasakan bersama. Tetapi sekarang, semuanya telah berubah menjadi puing-puing yang hancur.

***

Hari ini adalah hari yang penuh dengan kegelisahan bagi Emily. Dia akan melakukan perjalanan bisnis bersama atasannya, Daniel, namun hatinya masih terluka akibat masalahnya dengan Ethan. Semalaman, dia bergulat dengan pikiran yang tak kunjung reda, membuatnya sulit tidur. Ketika pagi tiba, dia sudah tampak bersiap di ruang tamu rumahnya, menunggu kedatangan Daniel yang akan menjemputnya.

Tatapan khawatir terpancar dari wajah Fred, saat dia melihat kondisi putrinya. "Apa yang terjadi padamu, Em?" tanya Fred dengan nada khawatir.

Emily mencoba tersenyum palsu, berusaha menyembunyikan perasaannya yang hancur. "Aku tidak apa-apa, Dad," jawabnya dengan suara yang bergetar.

Namun, Fred melihat melalui senyum palsu Emily. Dia melihat mata Emily yang bengkak akibat tangisnya semalam. "Matamu bengkak, Em. Apa yang terjadi?" tanya Fred dengan penuh kekhawatiran.

"Aku sudah putus dari Ethan, Dad," akhirnya Emily mengungkapkan dengan suara yang penuh dengan beban emosional.

Fred terdiam sejenak, mencerna kabar yang baru saja didengarnya. Dia bisa melihat betapa hancurnya hati Emily. Dalam diam, dia mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menghibur putrinya.

"Maafkan aku, Dad. Aku tidak bisa melanjutkan lagi hubunganku dengan Ethan," tambah Emily dengan suara yang penuh dengan penyesalan.

Fred menghampiri Emily dan duduk di sebelahnya. Dia meletakkan tangannya dengan lembut di atas bahu Emily, memberikan dukungan yang dia butuhkan. "Em, aku tahu betapa sulitnya keputusan ini bagimu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu ada di sini untukmu, mendukungmu dalam setiap keputusan yang kamu ambil."

Air mata kembali mengalir dari mata Emily saat dia merasakan dukungan dan cinta sejati dari Fred. Dia merasa lega bisa berbagi perasaannya dengan seseorang yang begitu dia percayai.

Fred menatap Emily dengan penuh keyakinan. "Em, kamu adalah putriku yang luar biasa dengan hati yang tulus. Cinta sejati akan datang padamu saat kamu paling tidak mengharapkannya. Jangan biarkan kegagalan satu hubungan menghalangimu untuk menemukan kebahagiaan yang sejati."

Emily menghela nafas dan mencoba menguatkan dirinya sendiri. "Dad, terima kasih atas dukunganmu," ucap Emily dengan tulus.

Fred tersenyum bangga pada putrinya. "Aku tahu kamu kuat, sayang. Percayalah pada dirimu sendiri dan jangan pernah berhenti mencari kebahagiaanmu. Aku selalu ada di sini untukmu."

Emily merasakan kehangatan dalam kata-kata Fred. Meskipun perasaannya masih campur aduk, dia merasa sedikit lebih kuat dan siap untuk menghadapi hari ini. "Terima kasih, Dad" ucapnya sambil memeluk Fred dengan begitu erat.

Tidak lama setelah itu, sebuah mobil hitam tiba di depan rumah Emily dengan suara mesin yang berhenti. Daniel, atasannya, tidak pernah terlambat, dan kali ini pun tidak terkecuali. Jantung Emily tiba-tiba berdegup begitu kencang saat melihat mobil atasannya yang sudah berada di depan rumah mereka.

"Dad, atasanku sudah datang. Aku pergi dulu," ucap Emily sambil melambaikan tangannya pada Fred dengan terburu-buru.

"Hati-hati, kabari aku saat kamu sudah sampai di sana," ujar Fred dengan cemas, mencoba memberikan perhatian pada putrinya.

"Baik, Dad. Jangan khawatir," jawab Emily dengan senyuman yang mencoba menenangkan hati Fred.

"Pelan-pelan, nanti kamu terjatuh," ucap Fred yang gelisah melihat putrinya yang tergesa-gesa. Emily bergegas keluar dari rumahnya dengan bantuan Fred yang menarik kopernya yang terlihat berat.

"Terima kasih, Dad," ucap Emily sambil tersenyum.

Namun, karena tergesa-gesa menuju mobil, langkah Emily terhalang oleh sebuah batu yang tersembunyi di depannya, dan dia pun terjatuh dengan keras.

"Aww," desis Emily sambil memegangi kakinya yang berdarah karena kecerobohannya.

Fred segera berlari mendekati Emily dan membantunya untuk berdiri. "Sudah aku katakan untuk pelan-pelan saja. Kakimu berdarah, Em. Sebaiknya kamu obati dulu saja di dalam," ucap Fred dengan kekhawatiran yang jelas terlihat di wajahnya.

Daniel membuka kaca jendela mobilnya, menunjukkan kegelisahan dan ketidaksabarannya. "Cepat, Em. Nanti kita terlambat," ucapnya dengan suara tergesa-gesa, menunjukkan bahwa dia ingin segera melanjutkan perjalanan.

"Apa Anda adalah atasan Emily?" tanya Fred yang mendekat ke arah mobil Daniel, mencoba mengenali orang yang akan mengawasi putrinya selama perjalanan ini.

"Benar," jawab Daniel dengan nada acuh, lalu dia pun keluar dari mobilnya, menunjukkan sedikit ketidakpedulian terhadap kekhawatiran Fred.

"Halo, saya adalah Fred. Emily adalah putri saya. Tolong jaga putri saya selama berada di sana ya? Putri saya sedikit ceroboh, harap Anda bisa memakluminya," ucap Fred dengan nada sopan, mencoba memberikan peringatan dan permintaan dengan penuh sopan santun.

Emily, yang merasakan kekhawatiran Fred, tak bisa menahan diri untuk menggodanya dengan bisikan kecil di telinganya. "Hari itu Dad bilang akan memukulnya untukku. Kenapa sekarang Dad menjadi sangat sopan pada atasanku?" bisik Emily di telinga Fred.

Fred menepuk-nepuk pundak Emily dengan lembut untuk menghentikan pembicaraannya karena takut ketahuan oleh Daniel.

"Mohon maaf jika saya terlalu lancang bertanya hal ini. Apakah kalian pergi berdua saja?" tanya Fred hati-hati pada Daniel.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status