Share

5. Di dealer?

Penulis: Irma.N
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-25 07:45:23

Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya meski masih sedikit malu-malu karena tertutup tebalnya awan mendung. Burung-burung mulai bernyanyi membawa harum aroma embun pagi yang membasahi dedaunan. Jihan mulai menggeliat dari nyenyak tidurnya, tangannya terulur untuk meraba sisi ranjang yang terasa dingin. Pertanda jika semalam sang suami benar-benar tak pulang ke rumah.

Wanita itu menyandarkan dirinya di kepala ranjang dan segera mengambil benda pipih yang berada di atas nakas, melihat siapa tahu ada panggilan tak terjawab dari sang suami karena semalam Jihan telah mengunci pintu rumahnya. Namun nihil, tak ada satupun telepon atau pesan yang masuk dari Rizal. Jihan terdiam, pandangannya nanar ke arah jendela yang masih tertutup oleh kain gorden bermotif bunga. Sedang tangannya meremas benda pipih yang masih berada dalam genggamannya karena merasa dongkol.

"Sepertinya kamu memang sudah tak menganggap aku dan Fadil sebagai bagian dari hidupmu, Mas," gumam Jihan kemudian melangkahkan kakinya untuk membersihkan diri.

Wanita itu segera menuju ke dapur, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sang anak. Kemudian berniat untuk membangunkan putranya. Namun, ternyata Fadil baru saja selesai merapikan ranjang kecilnya. Handuk tersampir di pundak, pertanda bocah kecil itu hendak membersihkan diri.

"Fadil, kamu sudah bangun?" sapa Jihan seraya mendekati putranya, bocah itu menoleh dan tersenyum menatap sang Bunda.

"Sudah dong, Bunda. Aku kan sudah besar, dan aku mau gantikan ayah untuk membahagiakan Bunda."

Ucapan yang terlontar dari bibir mungil itu membuat hati sang Bunda merasa tertampar. Bocah sekecil itu ternyata telah mengerti apa yang terjadi di antara kedua orang tuanya. Jihan menekuk lututnya untuk mensejajarkan tinggi mereka. Menangkup kedua pipi sang putra dan menatap wajah tak berdosa itu begitu lekat.

"Nak, Bunda akan selalu bahagia ketika melihat kamu juga bahagia. Sekarang kamu mandi terus kita sarapan ya, Bunda sudah hangatkan ayam crispy kamu," titah Jihan yang langsung diangguki oleh putranya, bocah kecil itu langsung keluar dari kamar. Menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri.

Sementara Jihan hanya tersenyum kecut, hatinya semakin terasa nyeri. Apalagi Rizal yang sengaja tak pulang semalam. Wanita itu menuju ke meja makan, menanti sang anak untuk menikmati sarapan mereka.

Beberapa menit kemudian, Fadil yang telah siap dengan seragam sekolahnya dan ikut menyusul ke meja makan dengan sebuah senyum mengembang. Pandanganya menelisik ke seluruh sudut rumah seolah mencari sesuatu.

"Ayah ke mana, Bun? Kok nggak ikut sarapan bareng kita?" tanya Fadil pada sang Bunda.

"Mungkin ayah tidur di rumah nenek, sekarang kamu makan terus Bunda antar ke sekolah ya." Jihan segera mengalihkan topik pembicaraan agar tak semakin banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh putranya.

Bocah kecil itu menganggukkan kepala, fokusnya teralih untuk menghabiskan semua isi piring di hadapannya. Tepat pukul setengah tujuh, Jihan membonceng sang putra untuk menuju ke sekolah. Sepanjang perjalanan, Fadil tak berhenti mengoceh. Mengungkapkan keinginan untuk melindungi dan membahagiakan sang Bunda, juga menceritakan cita-citanya di masa depan yang ingin menjadi seorang dokter anak.

Rasa haru menelusup begitu saja dalam hati wanita berkulit putih itu. Bocah sekecil itu sudah sangat memikirkan kebahagiaan bundanya. Sedangkan Rizal, jangankan memikirkan kebahagiaan. Ingat pada mereka berdua saja sudah alhamdulillah, karena selama ini yang ada dalam pikiran Rizal hanyalah keluarganya sendiri. Jihan mengusap sudut matanya yang basah kala menyadari sepeda motor yang ia tumpangi telah mendekati gerbang sekolah putranya.

"Sekolah yang pinter ya, Nak. Nanti jangan pulang kalau Bunda belum jemput ya," pesan Jihan seraya mengelus puncak kepala putranya.

"Siap, Bunda." Fadil mencium punggung tangan sand Bunda kemudian berlari masuk ke dalam gerbang sekolahnya.

Wanita itu kembali memacu sepeda motor matic miliknya, kali ini tujuanya adalah ke pasar. Berniat untuk membeli beberapa bahan jualan yang sudah habis. Seperti biasa, Jihan memilih memarkirkan motornya di depan gang masuk pasar yang berhadapan dengan sebuah dealer sepeda motor.

Kaki yang hampir terayun menuju gerbang pasar itu urung melangkah kala melihat pemandangan di seberang sana. Nampak Rizal, sang suami tengah melihat-lihat sebuah sepeda motor bersama Rindi dan Bu Inggar.

"Mas Rizal, apa dia nggak pergi kerja hari ini. Lalu, untuk apa mereka berada di dealer sepeda motor?" Tanda tanya besar langsung bersarang di benak wanita itu.

Hampir saja Jihan membawa langkah kakinya mendekati mereka agar tahu apa tujuan suaminya berada di sana. Namun urung, mengingat jika Rindi pasti akan memposting aktivitasnya di sosial media. Wanita itu memutar badannya dan kembali pada tujuan utama untuk berbelanja bahan jualan.

Bugh.

"Aduh," kaget Jihan saat seseorang menabrak bahunya hingga hampir jatuh terhuyung ke belakang.

"Ya ampun, maaf, Mbak. Saya lagi buru-buru," ucap seorang ibu-ibu yang baru saja menabrak dirinya.

"Iya, nggak apa-ap ...." Kalimat Jihan terhenti kala melihat sosok yang baru saja menabrak dirinya.

"Mbak Jihan!"

"Bu RT!" sorak kedua wanita itu secara bersamaan.

"Iya, Bu. Maaf saya juga tadi jalan nggak lihat-lihat," ujar Jihan dengan sopan.

"Nggak apa-apa, Mbak. Oh iya, Mbak Jihan hari ini jualan?" tanya Bu RT pada wanita cantik itu.

"InsyaAllah jualan, Bu. Ini saya baru mau belanja bahan buat jualan," jawab Jihan dengan diiringi sebuah senyuman manis.

"Ya sudah, nanti saya ke sana. Hawanya lagi mendung begini, mulut pengen makan yang pedas-pedas. Ya sudah, saya duluan ya, Mbak," pamit Bu RT yang segera berlalu setelah mendapat sebuah anggukan dari Jihan.

Jihan segera membeli kebutuhan daganganya, dan langsung pulang setelah merasa semuanya cukup. Wanita itu kembali mengalihkan pandangan matanya pada dealer di mana sang suami ternyata sudah tak berada di sana. Wanita itu buru-buru memutar gasnya untuk pulang, berpikir jika sang suami juga sudah berada di rumah.

Mata Jihan memincing kala mendapati pintu rumahnya yang masih tertutup rapat, sepeda motor Rizal juga tak ada. Pertanda jika lelaki itu belum pulang ke rumah.

"Kok dia belum pulang juga? Ah sudahlah, suka-suka dia saja," gumam Jihan kemudian membawa belanjaanya ke dapur dan mulai menata dagangan untuk membuka kedai seblak serts telur gulung miliknya.

Baru saja kedai milik Jihan buka, Bu Rt sudah datang menghampiri dengan wajah sumringah. Wanita itu memang sangat menyukai seblak buatan Jihan.

"Wah, pas banget baru buka. Mbak, seblak seafood level tiga ya, dua," pinta Bu Rt yang sudah membanting bobot tubuhnya di salah satu kursi yang sengaja disediakan oleh Jihan untuk para pelanggan.

"Siap Bu Rt, sebentar ya saya buatkan dulu." Jihan bergegas meracik seblak untuk pelanggannya tersebut.

"Mbak Jihan." Terdengar suara Bu Rt yang hendak mengajak mengobrol, tentu saja Jihan menanggapi dengan ramah.

"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Jihan tanpa mengalihkan fokus dari wajan seblak yang sudah berada di atas kompor.

"Mbak Jihan pasti seneng banget ya, dibelikan sepeda motor baru sama Mas Rizal. Mana Honda Scoppy keluaran terbaru lagi."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
bener2 rizal suami gk tau diri, lebih mentingin orang lain timbang keluarga sendiri.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   41. Berita Duka

    Rizal kembali menyimpan benda pipih berbentuk persegi panjang itu ke dalam saku setelah mengakhiri panggilan tersebut. Wajahnya datar, menatap wajah-wajah tegang yang terpampang di hadapannya tanpa ada satu kata pun terucap dari bibir."Zal, siapa yang telepon barusan? Siapa yang meninggal?" tanya Bu Inggar dengan wajah penasaran."Indri dan Papanya kecelakaan, Bu. Dan ... mereka meninggal dunia di tempat.""ALHAMDULILLAH," seru Rindi dan Bu Inggar secara bersamaan.Rizal menggaruk bagian belakang kepalanya dengan kening mengernyit melihat tingkah Ibu dan kakaknya yang aneh menurutnya."Kok kalian malah ngucap syukur? Ini berita duka lho, Mbak, Bu. Indri dan papanya meninggal!" Rizal menautkan kedua alisnya penuh tanya, ia mengulangi kalimatnya tadi.Dua wanita beda generasi itu terkekeh, kemudian saling melempar pandangan. Bu Inggar meminta Rindi memberikan penjelasan kepada Rizal melakui kontak mata."Zal, kamu kalau lemot jangan kebangetan. Kita 'kan sama-sama tahu kalau Indri dan

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   40. Kedatangan Indri dan Brama

    Rizal melangkah masuk ke dalam rumah dengan hati berdebar sekaligus perasaan bahagia. Setidaknya, meski ia tak sungguh-sungguh mencintai Indri. Namun, satu masalah hidupnya akan beres jika Indri tak jadi meminta cerai. Ia tak perlu pusing memikirkan biaya hidupnya sehari-hari karena bisa menumpang hidup kepada wanita kaya raya bertubuh gemuk itu.Ayunan tungkai Rizal semakin mendekat ke ambang pintu, senyum mengembang di bibir. Namun, senyum itu seketika musnah kala mendengar isak tangis sang ibu.Rizal buru-buru membuka pintu. Di sofa, Indri duduk bersebelahan dengan Brama. Sedangkan Bu Inggar dan Rindi duduk di seberang meja dengan kepala menunduk. Air mata berderai membasahi pipi sepasang ibu dan anak itu."Ada apa ini? Kenapa Ibu dan Mbak Rindi menangis?" tanya Rizal dengan wajah bingung.Bu Inggar menhampiri sang putra dan menuntunnya untuk ikut duduk di sofa."Pak Brama dan Indri datang kemari untuk mengambil BPKB mobil kamu, Zal," ucap Bu Inggar di tengah-tengah isakan.Rizal m

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   39. Rujuk 2

    Jihan urung untuk melanjutkan kalimat, ia merasa jika perasaanya mulai terombang-ambing. Keraguan menyelimuti hati. Di satu sisi, ia tak ingin lagi disakiti oleh Rizal dan keluarganya. Namun di sisi lain, ada Fadil yang juga membutuhkan sosok seorang ayah, dan di sudut hati yang paling dalam, masih ada sedikit rasa untuk lelaki di yang duduk di depannya saat ini."Bagaimana, Jihan? Kamu mau 'kan kembali rujuk denganku? Demi kebahagiaan anak kita, pasti Fadil sangat sedih melihat kita berpisah seperti ini!" Rizal kembali mendesak Jihan untuk memberikannya jawaban.Jihan kembali menatap Rizal dengan pandangan tajam penuh keraguan. Ia masih tak percaya jika Rizal bisa berubah secepat ini."Apa sebenarnya tujuan kamu ngajak aku rujuk, Mas?" tanya Jihan."Aku nggak ada maksud lain, Jihan. Aku benar-benar sudah berubah, aku mohon kamu percaya sama aku ya?" Rizal menangkupkan kedua tangannya di depan wajah.Jihan terdiam sejenak, menghirup napas panjang kemudian menghembuskanya secara perlah

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   38. Rujuk

    Rindi duduk di meja makan, menyuapi Putri sembari memperhatukan wajah Rizal yang tampak sedih dan terpuruk. Ia tahu bahwa Rizal masih mencintai Jihan, mantan istri yang sudah ia sia-siakan hanya demi mengejar harta."Mbak, jadi solusi apa yang mau Mbak Rindi kasih ke aku?" tanya Rizal setelah isi piringnya tandas."Zal, aku tahu kamu masih mencintai Jihan. Sekarang dia sudah mulai sukses, penampilanya juga jauh lebih cantik dibanding saat masih menjadi istrimu dahulu," ujar Rindi dengan wajah serius.Kening Rizal mengernyit tajam, ia tak paham dengan tujuan Rindi yang sebenarnya."Maksud, Mbak Rindi?" tanya Rizal dengan dua alis yang saling bertaut."Bagaimana jika kamu minta rujuk saja sama Jihan? Aku yakin dia pasti masih mau rujuk sama kamu kalau tahu Indri sudah meminta cerai. Kalau kalian kembali bersama, kamu bisa kembali hidup enak, termasuk Mbak dan Ibu juga. Nggak perlu capek-capek jual gorengan begini, kamu juga nggak perlu pusing nyari kerja lagi." Rindi mengutarakan ide ko

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   37. Hancur

    Mata Rizal mengembun, menahan bulir bening yang mendesak di sudut mata. Dadanya terasa sesak seperti dihimpit beban berat. Ingin rasanya menangis sepuasnya, akan tetapi sebagai seorang lelaki tentu ia merasa malu jika terlihat lemah meski di hadapan keluarganya sendiri."Rizal, kamu kenapa? Ada masalah? Indri mana? Kenapa kamu ke sini sendirian?" cecar Rindi yang penasaran karena melihat mata sang adik memerah akibat menahan tangis."Aku diusir sama Indri, Mbak. Dia ingin menceraikan aku, dan aku juga sudah dipecat dari perusahaan, aku hancur! Aku balik lagi jadi gembel sekarang, Mbak!" Suara nyaring Rizal memenuhi seluruh sudut ruangan. Terlihat jelas jika lelaki itu tengah berada di titik terendahnya. Karir yang ia bangun kini hancur, kehidupan rumah tangganya pun berantakan.Mulut Bu Inggar menganga, bola matanya melotot seolah ingin keluar dari tempatnya. Tak percaya dengan apa yang baru saja disampaikan oleh sang putra. Pernikahan Rizal dan Indri yang baru seumur jagung sudah be

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   36. Kedatangan Benalu

    Bu Inggar mengikuti ke mana arah jari telunjuk putrinya tertuju, wanita itu membulatkan mata setelah melihat apa yang tengah dilakukan oleh sang mantan menantu di depan sana."Benar-benar kurang ajar itu Jihan. Ayo kita ke sana sekarang." Bu Inggar melangkah tergesa, menghampiri Jihan yang baru saja selesai memotong pita dan mempersilakan seluruh pengunjung untuk masuk ke dalam caffe."Heh, Jihan. Kurang ajar, jadi selama ini kamu makan uang Rizal dan sekarang kamu gunakan untuk buka bisnis caffe ini setelah kalian cerai? Tega kamu senang-senang dia atas penderitaan saya yang hidup serba kekurangan sekarang," tuduh Bu Inggar dengan suara lantang.Para pengunjung caffe saling berbisik, ada yang sebagian langsung percaya dengan ucapan Bu Inggar. Namun, lebih banyak yang lebih percaya kepada Jihan karena sudah tahu bagaimana perjalanan hidup wanita muda itu sampai bisa seperti sekarang ini.Kedua alis Jihan saling bertaut mendengar tuduhan yang baru saja dilontarkan oleh mantan ibu mertu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status