Alzea mengembuskan napas panjang usai kata Syah berkumandang yang menandakan kalau dia telah berganti status dari gadis menjadi seorang istri.
Hatinya tidak berhenti berucap syukur karena ternyata yang menikahinya adalah spek cowok anime bukan pria tua seusia sang ayah. Alzea dan Elzio sempat berfoto sambil memegang buku nikah, itu pun tanpa senyum di bibir Elzio. Tidak ada foto bersama keluarga karena Elzio tidak suka difoto. “Pa … aku enggak bisa ikut makan siang ya, nanti sore aku ditunggu meeting sama klien di Singapura.” “Loh, jadi kamu mau langsung pergi gitu aja? Gimana sih? Kita makan siang dulu sama keluarga istri kamu,” sergah Prabu memaksa. Elzio menghadapkan tubuhnya pada Irawan yang langsung gelagapan karena ditatap begitu lekat oleh sang menantu. “Pak … bisa saya pergi sekarang? Ada pertemuan yang harus saya hadiri,” kata Elzio penuh wibawa membuat gentar hati Irawan. “Oh Silahkan … Silahkan.” Irawan malah mengijinkan dengan mudah. Elzio menoleh pada papanya, sorot mata pria itu seakan mengatakan kalau dirinya yang menang dan segera saja dia mendapat tatapan malas dari Prabu. “Pak Irawan … saya lupa belum kasih tahu Pak Irawan, karena Zio mengurus perusahaan saya yang di Singapura jadi Zea akan ikut tinggal dengan Zio di Singapura.” Prabu memberitahu. “Apa?!!!” Irawan, Linda dan Alenka kompak berujar demikian. Pasalnya selama ini Alzea yang membersihkan rumah, mencuci dan menstrika baju mereka. Alzea juga yang merawat Irawan jadi kalau Alzea tidak ada, bisa repot hidup mereka. Sebelumnya tidak terpikir oleh mereka kalau Alzea menikah, gadis itu akan dibawa suaminya. “Nanti ‘kan Pak Irawan bisa mempekerjakan pembantu untuk menggantikan tugas Alzea.” Prabu sedang bersarkasme sambil tersenyum sinis. Irawan dan Linda saling menatap lantas balas tersenyum kecut. “Tapi apakah boleh nanti Zea pulang untuk bertemu ayah?” Alzea bertanya dengan mata yang sudah menampung buliran kristal, mereka lupa belum meminta persetujuannya. Mentang-mentang Alzea sudah mereka beli jadi Prabu maupun Elzio merasa tidak perlu bertanya apakah Alzea bersedia diboyong ke Singapura. Tidak, bukan seperti itu. Sengaja Prabu memberi tahu hal tersebut sekarang agar tidak ada alasan baik Alzea dan Irawan untuk menolak. Karena percayalah, Prabu melakukan ini demi kebaikan Alzea mengingat kedekatan mendiang istrinya dengan ibunda Alzea. “Boleh donk, kamu boleh pulang kapan aja kamu mau …,” kata Prabu membuat Alzea lega. Namun sesungguhnya yang memberi ijin bukan Prabu melainkan Elzio yang merupakan suami Alzea. Jadi akan Prabu serahkan urusan itu kepada Elzio. Elzio yang sudah bisa membaca maksud papanya itu memberikan tatapan sinis. “Dasar pria tua licik.” Elzio membatin “Ayah … enggak apa-apa Zea tinggal? Nanti Zea pulang seminggu sekali.” Kening Elzio langsung berkerut menunjukkan ketidaksetujuannya. “Enggak apa-apa … kamu juga enggak usah pulang sering-sering,” kata Irawan setelah melihat ekspresi menantunya. Alzea tersenyum tapi sorot matanya tampak sendu. “Kok ayah gitu? Apa benar kata kak Alenka kalau ayah mau menjual kami? Jadi sekarang aku udah dijual, gitu?” Alzea jadi overthinking padahal Irawan hanya ingin putrinya bahagia. “Kalau gitu Zea pulang dulu ya, mau packing.” Alzea meminta ijin. “Enggak perlu, beli baju baru aja nanti di Singapura.” Elzio mengatakannya dengan suara rendah tapi penuh penekanan seperti memaksa. “Kami pergi, Pa.” Elzio pamit kepada sang Papa kemudian menoleh pada mertuanya. “Pak Irawan, kami pamit…,” kata Elzio tanpa bersedia mendengar persetujuan Alzea. Elzio memegang lengan Alzea kemudian menyeretnya keluar dari gedung KUA. “Eeeh … eeh … El, tunggu dulu … Zea belum pamit.” Alzea terseok mengejar langkah Elzio yang panjang. “Mau pamit ke mana? Kamu tadi bilang akan pulang sering-sering … jadi enggak perlu pamit, nanti juga kamu pulang.” Elzio mengatakannya setengah menggerutu dan sebenarnya dia sedang bersarkasme tapi dianggap Alzea kalau kalimat Elzio barusan secara tidak langsung telah menyetujui mengenai rencana kunjungan rutinnya ke rumah Irawan. Sementara itu, Irawan hanya bisa menatap sendu pada punggung sang putri yang pergi menjauh. Tidak ada lagi yang merawatnya karena tahu kalau istrinya bahkan tidak mampu melakukan sebaik Alzea. Namun sekarang sang putri sudah aman dan akan hidup bahagia. Elzio membuka pintu mobil kabin belakang, dia meminta Alzea masuk lebih dulu kemudian baru lah dia menunduk dalam saat masuk ke dalam mobil karena tubuhnya yang menjulang. “Langsung ke Bandara, Pak!” titah Elzio kepada sang driver. “Baik, Pak!” Pria driver menjawab cepat. Setelah itu Elzio mengeluarkan ponsel dari saku jas dan menempelkannya di telinga. “Hallo, Man … jangan undur meetingnya, saya akan tiba siang ini juga.” Elzio berujar kembali kepada seseorang di ujung panggilan sana. Alzea terus mengawasi gerak-gerik Elzio kemudian tersenyum saat Elzio menoleh menatapnya tajam karena merasa terganggu. “Kirim filenya sekarang, akan saya baca dalam perjalanan pulang,” kata Elzio lagi memberikan perintah kepada sekretarisnya. Elzio terlihat memutus sambungan telepon, dia menoleh mempertemukan tatap dengan Alzea yang masih menatapnya dengan mata berbinar. Alzea terpesona, dia yakin tidak akan sulit mencintai Elzio. “Apa?” Elzio bertanya dengan tampang dingin yang teramat tampan. Alzea menggelengkan kepalanya, bibir gadis itu tersenyum tipis. Elzio mengeluarkan iPad dari saku jok depan. Dia mulai mengerjakan sesuatu di sana dan beberapa saat kemudian dia menoleh karena tidak bisa lagi mentolelir Alzea yang masih terus menatapnya. “Alzea.” Elzio menggeram. “Ya El?” Alzea tersenyum. “Berhenti menatap aku seperti itu!” seru Elzio membentak membuat Alzea terhenyak. Dia berjengit menjauh, hati Alzea mencelos matanya mulai berkaca-kaca. “Ma-af,” kata Alzea dengan suara tercekat menahan tangis. Alzea melempar tatap ke luar jendela, jantungnya berdetak kencang membuat napasnya memburu. Sekuat tenaga menahan agar buliran kristal itu tidak mengalir. Bukannya imun dengan bentakan karena setiap hari mendapatkannya dari Linda-sang ibu tiri—Alzea malah trauma dan selalu ingin menangis setiap kali dibentak apalagi oleh orang yang dia harapkan bisa melindungi dan menyayanginya seperti Elzio. Elzio jadi merasa bersalah, tapi dia tidak memiliki waktu untuk membujuk Alzea mengingat ada bahan meeting yang harus dia pelajari. Mobil yang mereka tumpangi akhirnya tiba di Bandara namun tidak seperti biasanya, mobil tersebut masuk lebih jauh ke dalam landasan pacu kemudian berhenti di samping pesawat yang mesinnya menyala. Di tengah kebingungan yang melanda Alzea, Elzio keluar dari mobil kemudian pintu di samping Alzea dibuka oleh driver. “Silahkan, Bu!” “Makasih Pak,” sahut Alzea dengan senyum meski terdapat jejak air mata di kelopak matanya. Di ujung tangga pesawat paling bawah, Elzio menatap Alzea tajam seolah menunggu sehingga Alzea bergegas menghampirinya. “Kita naik ini, El?” Alzea bertanya sembari menaiki anak tangga dengan kedua tangan sedikit mengangkat rok. “Hem.” Elzio yang menaiki tangga di depannya menggumam sebagai jawaban. “Selamat Siang, Pak!” Kabin kru menyapa ramah. Wanita cantik itu juga tidak lupa menyapa Alzea. “Selamat siang, Bu.” Alzea balas tersenyum dan mengucapkan Terimakasih. Matanya mengedar ke sekeliling, baru kali ini dia menaiki privat jet jadi tampak bersemangat dan senang sekali sampai melupakan sakit hati dibentak Elzio. Alzea mendapati suaminya sudah duduk di bagian tengah kabin, pria itu menatap Alzea dengan tatapan lebih lembut sekarang. Meski begitu, Alzea tidak mengambil duduk di samping Elzio dan malah duduk di kursi paling belakang yang jauh dari suaminya. Elzio sempat bertanya-tanya di dalam hati kalau mungkinkah istrinya tengah merajuk tapi kemudian berusaha tidak peduli.Alzea mengikuti perintah suaminya tadi pagi, dia bertanya kepada asisten rumah tangga bagaimana cara mencapai pusat perbelanjaan dan setelah mendengar penjelasannya sebentar—Alzea nekat pergi sendiri menggunakan MRT.Dia sudah dewasa, bahasa Inggrisnya pun cukup baik jadi semestinya tidak sulit untuk hanya sekedar pergi ke Mall.Baiklah, yang pertama dia lakukan adalah ke salon karena tadi Elzio menyuruhnya pergi ke sana.Alzea merapihkan sedikit rambutnya agar terlihat segar dan lebih cantik.Di tengah-tengah meeting yang sedang berlangsung serius, Elzio melirik layar ponselnya yang memunculkan notif pembayaran tagihan dari sebuah salon kecantikan.Berarti Alzea mengikuti ucapannya tadi pagi dan dalam pikiran Elzio pasti sebelum pergi—Alzea menghubungi Arman meminta supir dan mobil untuk mengantarnya.Hatinya merasa tenang.Elzio memfokuskan kembali pikirannya pada meeting tersebut.Setelah keluar dari salon, Alzea memasuki sebuah butik dia ingin membeli pakaian-pakaian elegan yang c
Entah jam berapa tadi malam Elzio sampai ke rumah.Alzea terbiasa tidur jam sembilan malam jadi mungkin saat Elzio pulang—Alzea sudah terlalu lelap dalam mimpinya. Tapi alarm dalam tubuh Alzea selalu bunyi membangunkannya pagi sekali.Alzea jadi bisa membuat sarapan pagi untuk Elzio.Karena orang-orang di rumahnya menyukai makanan berat, pagi ini Alzea membuat nasi goreng dengan toping seafood yang dia temukan di kulkas.Aromanya sungguh menggugah selera sampai perut Alzea sendiri berbunyi, dia baru ingat kalau kemarin tidak makan malam sebab masih belum paham bagaimana menggunakan peralatan masak modern di dapur Elzio.Seharian kemarin dihabiskannya dengan berbelanja pakaian melalui online, lalu Alzea juga mengamati isi rumah suaminya dan belajar bagaimana cara menjadi istri yang baik salah satunya belajar mengoperasikan kompor melalui YouTube dan setelah dia mahir, Alzea kelelahan lalu tidur.Semua itu Alzea lakukan sebagai bentuk rasa syukurnya karena akhirnya menikah dengan seora
Selama perjalanan, Alzea melamun terkadang menatap keluar tapi terkadang juga menatap lekat wajah tampan suaminya yang begitu tekun membaca iPad di kabin tengah sana.Kursinya sedikit miring jadi Alzea bisa melihat dengan sangat jelas wajah tampan itu dari samping.Sesekali kerutan halus muncul di antara alis Elzio, pria itu memegang dagu dengan ekspresi wajah tampak berpikir namun tidak sekalipun mengurangi ketampanannya.Pesawat akhirnya mendarat di Singapura, Arman-sekretaris Elzio menyambut sampai naik ke dalam pesawat.“Selamat datang, Tuan ….” Elzio hanya memberikan anggukan kepala, dia melewati Arman menuju pintu keluar.“Selamat datang, Nyonya.” Arman menyapa istri dari bosnya.Tentu saja Arman yang paling pertama tahu mengenai pernikahan Elzio.Dan sapaan Arman kepada Alzea itu menyadarkan Elzio kalau penerbangannya kali ini ditemani perempuan yang beberapa jam lalu telah Syah menjadi i
Alzea mengembuskan napas panjang usai kata Syah berkumandang yang menandakan kalau dia telah berganti status dari gadis menjadi seorang istri.Hatinya tidak berhenti berucap syukur karena ternyata yang menikahinya adalah spek cowok anime bukan pria tua seusia sang ayah.Alzea dan Elzio sempat berfoto sambil memegang buku nikah, itu pun tanpa senyum di bibir Elzio.Tidak ada foto bersama keluarga karena Elzio tidak suka difoto.“Pa … aku enggak bisa ikut makan siang ya, nanti sore aku ditunggu meeting sama klien di Singapura.” “Loh, jadi kamu mau langsung pergi gitu aja? Gimana sih? Kita makan siang dulu sama keluarga istri kamu,” sergah Prabu memaksa.Elzio menghadapkan tubuhnya pada Irawan yang langsung gelagapan karena ditatap begitu lekat oleh sang menantu.“Pak … bisa saya pergi sekarang? Ada pertemuan yang harus saya hadiri,” kata Elzio penuh wibawa membuat gentar hati Irawan.“Oh Silahkan … Silahkan.” Irawan malah mengijinkan dengan mudah.Elzio menoleh pada papanya, sorot mata
Akhirnya Alzea menyanggupi permintaan sang ayah untuk menikah dengan Prabu agar bisa melunasi semua hutang dan perusahaan ayah Irawan mendapat suntikan dana segar sehingga bisa bangkit dari kebangkrutan.Pagi itu Alzea bangun dengan hati resah, bagaimana tidak? Dia akan menikah dan akan menghabiskan sisa umurnya dengan pria yang tidak dia cintai.Pernikahannya pun hanya dilakukan di kantor urusan agama tanpa pesta dan tamu undangan.Baguslah, Alzea jadi tidak perlu menjelaskan apapun kepada dunia kenapa dia menikahi pria tua seusia ayahnya.“Cieee … yang mau nikah,” ledek Alenka, sengaja masuk ke dalam kamar Alzea hanya untuk menjatuhkan mentalnya.Alzea tersenyum tipis menatap sang kakak tiri dari pantulan cermin, sudah terbiasa dengan sikap Alenka yang seperti itu.Walau bagaimanapun Alenka adalah kakak tirinya jadi Alzea tidak bisa membenci.“Lo mau nikah sama om-om pake baju kaya gitu? Enggak ada baju yang lebih seksi? Mana nafsu si om Prabu liat lo pake baju sederhana gitu! Yang
“Sudah sampai, Pak!” Sang driver sengaja meninggikan suara agar Elzio Naresh Danaraja terjaga dari tidurnya.Semenjak menjemput dari Bandara, anak majikannya yang berusia tiga puluh tahun itu terlelap sangat pulas.Mungkin begitu kelelahan setelah seharian disibukkan dengan meeting dan pekerjaan di kantor sebagai CEO—Elzio harus terbang ke Jakarta.Pakaiannya saja masih menggunakan stelan jas tanpa dasi.Elzio terhenyak, menarik napas dalam kemudian mengusap wajah lantas menegakan punggung.“Thanks ya, Pak!” Elzio berujar sebelum akhirnya turun dari dalam mobil.Seiring langkahnya memasuki rumah, dia melepas jas yang kemudian disampirkan di lengan.Sepatu fantovel yang dikenakannya beradu dengan lantai marmer menghasilkan suara hentakan saat melangkah tegap masuk lebih jauh ke dalam rumah.“Zio,” panggil suara berat menghentikan langkah Elzio.Dia menoleh ke samping dan menemukan sang ayah tengah duduk di single sofa dengan sandaran kaki.Asap tembakau segera saja merangsak masuk ke