LOGINSelama perjalanan, Alzea melamun terkadang menatap keluar tapi terkadang juga menatap lekat wajah tampan suaminya yang begitu tekun membaca iPad di kabin tengah sana.
Kursinya sedikit miring jadi Alzea bisa melihat dengan sangat jelas wajah tampan itu dari samping. Sesekali kerutan halus muncul di antara alis Elzio, pria itu memegang dagu dengan ekspresi wajah tampak berpikir namun tidak sekalipun mengurangi ketampanannya. Pesawat akhirnya mendarat di Singapura, Arman-sekretaris Elzio menyambut sampai naik ke dalam pesawat. “Selamat datang, Tuan ….” Elzio hanya memberikan anggukan kepala, dia melewati Arman menuju pintu keluar. “Selamat datang, Nyonya.” Arman menyapa istri dari bosnya. Tentu saja Arman yang paling pertama tahu mengenai pernikahan Elzio. Dan sapaan Arman kepada Alzea itu menyadarkan Elzio kalau penerbangannya kali ini ditemani perempuan yang beberapa jam lalu telah Syah menjadi istrinya. “Hallo ….” Alzea menyapa ramah sambil mengulurkan tangan membuat Arman mengangkat kedua alisnya tampak terkejut. “Aku Alzea.” Alzea memperkenalkan diri. “Saya Arman … sekretaris Tuan Elzio.” Arman menyambut tangan Alzea. “Silahkan, Nyonya … hati-hati,” kata Arman saat Alzea melewatinya. “Jangan panggil Nyonya, panggil Zea aja …,” pintanya karena merasa lebih muda dari Arman. Arman menanggapi dengan tawa kering, tidak mungkin dia memanggil nama kepada istri dari bosnya. Ternyata karakter istri sang bos sangat bertolak belakang dengan karakter sang bos sendiri. Di bawah sana, Elzio menunggu di depan pintu mobil yang dibuka driver. Alzea bergerak cepat menghampiri, dia menatap takut-takut kepada suaminya jadi memilih menunduk saja. “Kamu pulang ke apartemen dianter Arman, aku harus ke kantor …,” kata Elzio singkat. “Heu?” Alzea malah melongo. Elzio menatap Alzea lekat, enggan mengulang ucapannya karena tahu kalau Alzea mendengar hanya saja dia sedang tidak fokus. “I-iya ….” Alzea terbata lantas bergegas masuk ke dalam mobil sebelum Elzio marah. Begitu bokong Alzea menyentuh sofa, pintu mobil langsung ditutup oleh Elzio. Alzea melihat Elzio sedang memberikan instruksi kepada Arman dengan ekspresi serius dan Arman mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Setelah itu Elzio menarik langkah menjauh, Alzea sampai memutar lehernya untuk bisa terus melihat Elzio yang ternyata masuk ke dalam mobil yang terparkir di belakang mobilnya. Ketika Alzea kembali mengarahkan pandangan ke depan, Arman baru saja duduk di kabin depan. “Saya akan mengantar Nyonya ke apartemen.” Arman memberitahu. “Panggil Al atau Zea aja.” Alzea mengulang permintaannya. “Tidak mungkin, Nyonya … saya adalah pegawai Tuan Elzio, jadi tidak mungkin saya manggil Nyonya dengan nama saja.” Arman menegaskan. “Oooh ….” Alzea hanya bergumam kemudian mengembuskan napas panjang, berpikir kalau Arman tidak bisa dijadikan teman. Tidak berapa lama mereka sampai di depan sebuah loby gedung bertingkat. Arman membuka pintu mobil untuk Alzea dan menuntunnya masuk dengan berjalan di depan. Di depan sekuriti dia berhenti untuk mengenalkan Alzea dan memberitahu bahwa Alzea adalah istri dari Elzio kemudian di resepsionis juga Arman berhenti untuk mengenalkan Alzea. Mereka semua mengerti dan menyambut ramah dengan senyum serta anggukan kepala tanda hormat. Arman kemudian menuntun Alzea ke lift, pintu lift langsung terbuka lalu mereka masuk dan menunggu cukup lama karena ternyata unit apartemen Elzio ada di lantai dua puluh. Di lantai itu, Alzea hanya melihat dua pintu saja kemudian terpukau saat masuk ke dalam apartemen suaminya. Ini bukan apartemen melainkan griya tawang karena ada dua lantai dan terdapat kolam renang pribadi. Uniknya, kolam renang itu berada di atas ruang makan yang atapnya sengaja dilapisi kaca anti peluru sehingga siapapun bisa melihat orang yang sedang berenang dengan hanya menengadahkan kepala. Seluruh furniture di griya tawang itu tampak mewah dan elegan minimalis. Alzea tidak bisa membayangkan berapa harga griya tawang ini. “Ini adalah kamar tuan Elzio … tapi kata tuan agar tidak mengganggu tidur Nyonya saat beliau pulang larut malam jadi Nyonya akan tidur di kamar sebelah.” Arman menunjuk pintu lain kemudian bergerak ke sana diikuti Alzea. “Hah? Kok tidurnya terpisah.” Alzea membatin. “Saya boleh masuk, Nyonya?” Arman meminta ijin. “Oh boleh,” kata Alzea tampak tidak bersemangat. “Ini ada iPad … di dalamnya ada banyak aplikasi butik online dan Nyonya bisa memilih pakaian atau apapun di sana … saya sudah memasukan kartu kredit tuan Elzio jadi nanti tinggal Ibu klik kartu kredit saja untuk pembayarannya … tuan Elzio tidak menyebutkan batas nominal yang bisa dibelanjakan jadi nyonya bisa bebas belanja apapun yang nyonya inginkan.” Alzea mendengar penuturan Arman tapi tatapannya kosong ke arah ranjang. Dia bukan sedang memikirkan hal mesum antara dirinya dengan Elzio di atas ranjang tapi dia sedang kecewa karena berpikir pernikahannya sungguhan dan dia beserta Elzio akan menjadi sepasang suami istri pada umumnya. Pernikahan mereka sangat kilat, bahkan mereka tidak saling mengenal jadi bagaimana mereka akan saling mengenal dan jatuh cinta kalau tidur saja berbeda kamar. Alzea jadi ingat kejadian masa lalu di saat sang bunda sudah tidak lagi tidur di kamar ayah, sewaktu Alzea tanya—bunda mengatakan karena ayah dan bunda akan berpisah. Jadi di dalam kepala Alzea tertanam kalau suami istri tidur berpisah karena memiliki masalah yang sudah tidak bisa diselesaikan dan akhirnya harus berpisah. “Nyonya,” panggil Arman yang entah sudah panggilan ke berapa karena Alzea terlalu dalam melamun. “Eh … iya.” Alzea terhenyak. “Ini ponsel untuk Nyonya … di dalamnya ada nomor tuan Elzio dan nomor saya … nanti Nyonya bisa tambahkan nomor keluarga atau sahabat Nyonya.” Alzea menerima ponsel dari tangan Arman dia menatap layarnya yang monoton masih keluaran pabrik. “Terimakasih,” balas Alzea singkat. “Nanti akan ada asisten rumah tangga setiap hari yang datang pagi dan pulang setelah semua pekerjaan selesai ….” Arman terus bicara memberitahu banyak hal tapi kali ini Alzea menulikan telinga dan malah bergerak ke arah dinding jendela yang menampilkan pemandangan Singapura. “Saya pamit, Nyonya.” Alzea membalikan badan. “Oh iya, Terimakasih Pak Arman,” sahut Alzea membalas. Arman undur diri keluar dari kamar Alzea dan tidak lama kemudian terdengar suara pintu depan terbuka lalu tertutup. Alzea mengembuskan napas panjang, dia menjatuhkan bokong di bench lantas meraih iPad dan mulai menggulir layarnya. Dia tidak membawa apapun dari Indonesia, jadi Alzea harus membeli pakaian dan barang kebutuhannya yang lain karena di walk in closet pun kosong, tidak ada pakaian yang bisa dia gunakan.“Zea … kamu sarapan dulu ya, kamu ‘kan harus menyusui.” Irni datang membawa piring berisi sarapan pagi dan gelas berisi air mineral.Beliau menarik kursi lalu duduk di depan Alzea yang sedang di-makeup oleh penata rias terbaik Singapura.Irni memiliki kesempatan menyuapi Alzea karena Azzam dan Azura sedang diawasi sementara oleh Elzio serta Hengky dan Nugie yang baru datang tadi malam. Elzio dan Alzea belum menyewa jasa Nanny lantaran mereka merasa tidak terlalu repot mengurus si kembar. Papanya si kembar itu masih trauma dan sampai sekarang pun orang-orang bertubuh kekar berpakaian casual masih berkeliaran di sekitar gedung Penthouse ditugaskan untuk menjaga Alzea dan si kembar.“Azzam dan Azura sama siapa, Bun?” Alzea bertanya dengan mulut penuh makanan.“Sama papanya, om Hengky dan Nugie.” Irni menjawab santai.Nugie dan om Hengky baru saja tiba tadi malam dan menginap di Penthouse.Mereka senang sekali bertemu Azzam dan Azura terutama Nugie yang baru pertama kali ini bertemu.Ba
Alzea langsung berdiri dari lantai berkarpet saat menyadari sosok sang ayah baru saja memasuki ruang televisi di mana dia berada saat ini bersama si kembar yang berbaring di bouncer bayi elektrik.“Ayah.” Alzea menyapa, mata indah ibu muda itu berbinar bahagia mengabarkan sejuta rindu.Alzea meninggalkan kedua anaknya tapi masih dalam pengawasan Irni karena beliau juga ada di sana.Alzea berhenti melangkah tepat di depan Irawan, tersenyum dengan mata berkaca-kaca lantas memeluk Irawan.“Ayah … Zea kangen.” Dan pecah lah tangis Irawan, beliau sampai meraung membuat Alzea bingung.“Ayah … udah Ayah.” Alzea masih memeluk sang ayah, mengusap-ngusap punggungnya lembut.“Maafin Ayah, Zea … maafin Ayah.” Irawan berujar di antara tangisnya.Beliau sangat menyesali perbuatannya yang selama ini tidak adil memperlakukan Alzea.Irni merotasi bola matanya, jijik rasanya dia mendengar kalimat permintaan maaf mantan suaminya itu yang telah dengan sengaja dan sadar menyiksa putri mereka, menjadikann
“Sayang … Bunda dari tadi belum keluar kamar, Bunda marah karena aku bilang mau ngundang ayah ke baby shower si kembar … kamu yang bujuk Bunda donk biar mau makan.” Alzea menceritakan kegundahannya kepada sang suami yang baru saja pulang bekerja disertai sebuah permintaan yang luar biasa sangat sulit dan tidak mungkin Elzio lakukan.“Sayaaaaa … kamu ‘kan tahu bunda juga lagi kecewa sama aku.” Elzio mengesah sembari mengerutkan wajahnya.Alzea tergelak. “Coba dulu sayang … ayo.” Alzea memaksa, mendorong tubuh suaminya ke depan pintu lamar Irni.Dia tidak bisa meminta bantuan Hengky karena beliau sudah kembali ke Jakarta dan Nugie yang tiba-tiba membatalkan kedatangannya karena ada suatu urusan.Elzio mengesah, pundaknya melorot tapi tak ayal tangannya terangkat mengetuk pintu kamar Irni.Otak Elzio langsung memerintahkan anggota tubuhnya untuk melakukan keinginan Alzea atas dasar cinta yang besar.Tok … Tok …Tok …“Tante Irni.” Elzio menambahkan suara agar Irni tahu yang mengetuk pin
“Apa?” Suara bunda melengking saat melontarkan pertanyaan menggunakan satu suku kata tersebut.Matanya juga membulat menatap nyalang.Alzea baru saja menceritakan tentang apa yang dialaminya beberapa minggu lalu dan nyaris membuatnya meregang nyawa.“Mungkin Zea memang harus melalui ini dan dengan begitu El juga jadi sangat membenci Angela sampai berusaha keras untuk membuat Angela dihukum berat, jadi ke depannya enggak mungkin El berpaling lagi dari Zea apalagi kembali sama Angela … Bunda enggak perlu marah sama El ya, ini udah jalan terbaik yang ditetapkan Tuhan … yang penting Zea sama Azzam selamat.” Alzea buru-buru menggiring Irni pada suatu pemikiran positif agar tidak semakin membenci Elzio.“Ya Tuhan, Zea … Bunda sampai enggak habis pikir kamu bisa mengalami itu semua … Prabu enggak pernah cerita apa-apa sama Bunda.” Sepertinya Irni kecewa kepada Prabu.“Papa Prabu khawatir Bunda kepikiran … memang Zea yang meminta agar papa Prabu enggak cerita masalahnya ini dulu sama Bunda …
Sebenarnya Elzio sangat keberatan sewaktu Alzea menagih janji untuk bertemu dengan Angela.Angela itu makhluk yang tidak bisa diprediksi, Elzio khawatir Angela akan menyakiti Alzea.Tapi janji harus ditepati dan akhirnya Elzio sendiri mengantar Alzea bertemu Angela di Lembaga Pemasyarakatan.“Aku enggak mau masuk bertemu dia jadi kamu harus dijaga sama petugas … aku akan tunggu di luar ….” Alzea sudah membuka mulut untuk memprotes namun kembali mengatupkannya karena Elzio menyela.“Eit … enggak ada protes, aku mempertaruhkan banyak hal mengijinkan kamu bertemu Angela,” Elzio memperingatkan.Mereka sedang berjalan beriringan di sebuah lorong mengikuti petugas yang mengantar ke sebuah ruangan di mana nanti menjadi tempat paling aman pertemuan antara Angela dengan Alzea.Alzea tersenyum kemudian menempelkan sisi wajahnya di lengan berotot Elzio.“Iyaaaaa.” Alzea memanjangkan kata, tidak rela menyetujuinya tapi harus agar bisa bicara dengan Angela.Sekali saja, dia ingin bicara banyak de
Elzio meninggalkan Alzea dan kedua anaknya sebentar untuk menandatangani kontrak bisnis dengan Thomas.Rencananya setelah ini dia akan mengambil cuti agar bisa membantu Alzea merawat putra dan putri mereka.Namun kedatangan Hengky dan Irni sepertinya membuat Elzio berubah pikiran.Dia belum memandatkan apa-apa pun perihal pekerjaannya selama cuti nanti kepada Arman.Elzio dan Thomas berjabat tangan setelah menandatangani kontrak bisnis yang diprediksi akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.“Sayangnya saya tidak memiliki anak, andaikan ada … akan saya jodohkan dengan anak Anda agar kita bisa melanjutkan kontrak bisnis ini menjadi jangka panjang.” Thomas berkelakar.“Sepertinya Anda sudah harus mencari seorang istri dan memiliki anak.” Tak disangka, Elzio menyambut baik ide Thomas tersebut.Keduanya lantas tertawa.Acara penting perusahaan telah selesai dilaksanakan, kini mereka melanjutkannya dengan makan siang.Sebuah restoran dengan menu Italia menjadi pilihan pihak Elzio untuk m







