Share

19, Jangan Memintaku Pergi

“MENGENALMU,” dia menoleh menatapku, “aku harus menyesal atau bersyukur?”

Pertanyaan retoris yang menggantung mengisi ruang senyap di antara kami. Berdua, kami masih diam berdiri saling menatap. Tatapannya sulit kuartikan. Cahayanya redup, seperti bersedih. Ada juga kilas rindu yang memujaku.

Ya Tuhan…

Siapa menyangka, remaja yang dulu sangat kekanakan bisa tumbuh sedewasa ini. Dia terlihat sangat matang. Garis wajahnya keras. Tulang rahangnya tegas. Tegap terbiasa tertempa kerasnya hidup. Tapi apa anak seperti Vlad merasakan kerasnya hidup?

“Kamu capek, Savannah?” tanyanya mendadak. Mungkin dia melihatku menarik napas panjang. Tanpa menunggu jawabanku, dia mengarahkanku ke sebuah pintu. “Ini kamarmu. Feel free.” Dia membuka handle lalu mundur mempersilakan aku masuk.

Dan aku terdiam begitu melihat isi kamar. Ini kamar wanita dengan design interior sesuai seleraku. Jelas dia membuatnya untukku apalagi ada pigura besar berisi fotoku. F

Sandra Setiawan

Galau nggak sih kalau jadi Anna? Intinya sih di akhir bab. Kita sering nggak bersyukur sama apa yang ada di tangan. Ngeremehin. Padahal bisa jadi yang ada di tangan itu, yang kita remehin, adalah hal yang orang lain mau banget punya. Kalau Rey sering ngeremehin Ian, Nay dia bersyukur dengan pilihannya pergi meski hidupnya terjungkal. Tapi apa pun itu, hidup selalu menyisakan riak. Jangan lupa bahagia ya. Happy reading.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status