Share

7. Gagal Bimbingan Lagi

Author: Arthamara
last update Last Updated: 2025-07-24 01:26:17

Doni segera mengusap mata. Menekan ujung senjata torpedo di balik celana. “Mengecilah, memalukan.” Gumamnya pelan. Nadia yang menindihnya malah memeluk Doni lebih erat.

“Aku takut hewan reptil mas. Phobia.” Ucap Nadia, tubuhnya sedikit bergetar.

“Sudah gak ada mbak, aman.” Doni, semakin tidak kuat menahan. Baik berat badan Nadia yang menindihnya, maupun nafsu yang terfokus ke rudal di bawah. Doni membuang napas berat. Nadia menyadarinya dan langsung melepas pelukannya, lalu bangkit.

“Maaf ya mas. Aku beneran takut sama cicak maupun reptil. “ ucap Nadia dengan nada lembut.

Doni segera bangun. Lalu meski dengan nyawa yang masih seperempat, dia melipat kembali tangga dan meletakan di tempat semula.

“Mbak, saya balik dulu ya. Mau ngerjain skripsi nih. Kalau ada apa-apa, telpon saja.” Ucap Doni dan dia langsung berjalan ke arah pintu.

“Telpon? Dapat nomormu dari mana? Kan belum kamu kasih.” sahut Nadia.

“oh ya mba, 08…” lalu Doni langsung kembali ke apartemennya.

Doni masuk, langsung menarik selimut “itu tadi apa? musibah apa anugrah?.....”

Pagi datang Doni sudah siap berangkat ke kampus. Sebagai tata krama mahasiswa ke dosen, satu jam sebelum ke kampus ia mengirim pesan ke dosennya untuk bimbingan. Beberapa menit kemudian sebuah pesan muncul [maaf ya, ibu kecapekan, di tunda lusa. Trims.]

Baca pesan itu, Doni menggertakan gigi lalu melempar ponselnya ke kasur “Siaaaall! Mana mungkin bisa lulus 3,5! Apa harus ganti dosen pembimbing semuanya.” Dia mengambil rokok dan membuka pintu. Tampak Nadia sedang menjemur pakaian, seperti biasanya di depan. Dia teringat kejadian kemarin dan rudal di balik celananya kembali naik. Melihat Nadia sejenak lupa akan masalah tugas akhir. “Melihat itu menyiksa burung saja, mending tidur.” Doni masuk ke kamar kembali, tetapi lupa tidak mengunci pintu.

Dari arah kanan luar apartemen, seorang anak kecil tiba-tiba berlari dan masuk ke unitnya. Doni terkaget, senjatanya otomatis mengecil. Dia langsung mengalihkan pandangan ke arah anak itu.

“Oom ganteng, punya malsha and the beal?” Anak itu menyapa Doni lebih dahulu.

Doni segera berjongkok dan memegang lengan anak perempuan berbadan gempal tersebut. Pipinya gembul.“ Ada dong. Mau lihat. Oom bukain laptop dulu ya.”

Anak perempuan beurusia sekitar 4 tahun langsung masuk ke kamar Doni, meski tanpa meminta persetujuan. “Asyik, mau lihat oom.”

Doni segera membuka laptop dan membuka you tube. Dia memang suka dengan anak kecil, beberapa kali dia mengadakan charity care di panti asuhan saat menjabat ketua BEM dulu.

“Eeh, gak sopan masuk rumah orang nak. Ayo sini,” kata seorang perempuan dari luar. Itu adalah Sandra, mamanya anak tadi. Penghuni lantai 3 unit 11, yang beberapa hari lalu dia temui bersama Erna saat mengantar makanan.

“Gak mau. Syakila disini saja.” Kata anak itu sambil memeluk Doni.

Melihat anak yang bernama Syakila itu membutukan perlindungan darinya, Doni berusaha menjadi penengah. “Tidak apa-apa mbak. Biarkan, lagian laptopnya juga belum kepakai.”

“Beneran mas Doni?” Sandra memastikan.

“Iya, mbak bisa lanjut kegiatan lain. Biar disini si Syakila, saya senang ada teman main.” Ujar Doni dengan ramah.

“Oke lah mas, saya mau nyuci dan mandi di kamar mandi sebelah ya mas. Di unit atas, airnya ga ngalir.” Kata Sandra. Dia memang memegang peralatan mandi dan seember baju kotor.

“Loh, di kamar mandi saya tadi lancar mbak.”

“Iyalah air di unit bawah airnya besar. Kalau unit saya, lantai 3, air gak nyampai, paling ngalir nanti malam.” Jelas Sandra yang langsung menuju ke kamar mandi d luar. Itu adalah kamar mandi cadangan yang bisa digunakan bersama.

Doni mengangguk, dia kembali bersyukur mendapat unit tempat tinggal di lantai bawah. Doni bermain bersama Syakila beberapa saat, tapi anak itu kembali fokus pada youtube.

Doni akhirnya kembali membuka coretan revisi dari dosen pembimbing utama. Dia tidak bisa menyalahkan keadaan terus. Apalagi opsi mengganti dosen pembimbing, tidak bisa serta merta dikabulkan oleh Kaprodi, kecuali ada alasan yang sangat mendesak. Seperti, dosen pembimbing meninggal dunia atau kecelakaan. Selain itu, biasanya alasan lain sering ditolak. Oleh karenanya, mengerjakan revisi sebaik mungkin adalah solusi yang tepat.

 Karena ada Syakila, rokok yang barusan dia pegang, tiada berguna. Dia memang perokok tapi berusaha menghargai sekitar yang tidak merokok.

Satu jam berlalu, Syakila mulai menguap. Doni tahu kalau Syakila mulai bosan. “mau tidur disini? Biar nanti dibangunin mama. “

Syakila mengangguk dan langsung tertidur di ranjang Doni begitu youtube dimatikan.

Dari luar, Sandra mengetuk pintu yang terbuka tersebut. Mama muda itu hanya mengenakan handuk yang dililitkan di badan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   12. Belajar Berbohong

    Doni mengepalkan tangan. Dia harus berani berbohong. Dia selama ini memang selalu jujur, hampir tidak pernah berbohong. Itu yang membuat dia tidak disukai keluarga juga kerabat.“Tidak tahu bang. Aku baru saja keluar.”Doni terpaksa berbohong, baru berbohong. Dia harus melakukan itu untuk menyelamatkan Chika yang bersembunyi di kamarnya. Bukankah berbohong untuk kebaikan itu diperbolehkan? Begitulah pesan guru agama saat dia duduk di bangku SMP dulu.“Mari bang kubantu. Abang harus istirahat, abang mabuk berat ini. Dimana apartemen abang?” tanya Doni lagi.Laki-laki berjaket hitam itu berusaha melempar tangan Doni yang membantunya. “Aku tidak mabuk. Lepaskan aku,” katanya lalu bangkit kembali.Doni hanya melihatnya sejenak. Membiarkan laki-laki itu berjalan menjauhinya.“Chika….kemana kamu. Beri aku uang! Aku harus membalas kekalahanku.” Teriak laki-laki itu lagi.Dia berjalan ke arah parkiran sepeda motor utama. Doni hanya melihatnya dari arah samping tangga. Lalu, beberapa detik ber

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   11. Siapa Lagi ?

    Doni memundurkan kepala. Sebuah lingkaran besar segera muncul membalut sebuah tanya utama. Apa Mbak Nadia melihatku? Bisa panjang nih urusan. Lagian kenapa harus ngintip lagi aku! Don….Don..! " Doa yang terucap kini sebaliknya. Tidak berharap, apa yang dia lakukan tadi dilihat oleh Nadia. Suatu rumus dasar, jika dia bisa melihat Nadia, tentu Nadia juga bisa melihatnya dari celah tersebut. Jantungnya berdetak seperti genderang. Darahnya berdesir. Doni agak sedikit gugup. “Gak asyik kan kalau ketahuan ngintip tetangga pas suaminya gak ada.” Dia mencoba menengadah, berharap pada Sang Kuasa. “Semoga tidak.” Doni memegang dadanya yang masih terasa getaran jantung, tidak melambat. Masih kencang.Baru beberapa saat kemudian dia mendengar pintu depan Nadia dibuka.Ngeek Doni segera berlari ke arah pintu. Membuka pintu membentuk sudut 20 derajat. Dari posisinya diketahui, Nadia hanya mengambil jaket tadi, -bukan melihat ke arah dia mengintip-yang kini dia kenakan keluar unit. Karena, saat

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   10. Apa Dia Melihatku?

    Nadia segera menyingkarkan tangan Doni dari mulutnya. Dia mendekatkan bibir ke telinga Doni, “Abis kuda-kudaan yah?”Doni menggerakan tangan ke kanan dan kiri. Berusaha menyanggah pertanyaan Nadia dengan jawaban terbaik. Dia segera menarik tangan Nadia untuk menjauh dari pintu tersebut.“Bukan mbak..susah dijelaskan. Pokoknya saya suwer, demi apapun tidak ngapa-ngapain sama Mbak Sandra.” Jelas Doni serius.Nadia terkekeh, lumayan keras. Doni langsung berusaha menutup mulut Nadia lagi.“Mbak, jangan tertawa keras. “ Pinta Doni setengah berbisik.“Kenapah memang? Kalau gak ngapa-ngapain kenapah mesti takut. “ Ucap Nadia tiada merasa bersalah.Dia ingin nyeplos saja kalau sempat melihat Nadia Single Fighter memakai jari beberapa waktu lalu, namun diurungkan. Doni menggaruk kepala yang tiada gatal. Berusaha memilih kalimat yang bisa menjelaskan kejadian yang barusan terjadi. Agar tetangga unitnya tersebut tidak berpikiran negatif atau malah menyebarkan berita yang tidak benar.“Begini mba

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   9. Mimpi Apa Semalam?

    “Mas Doni, sembunyi dulu disini ya,” kata Sandra yang langsung dituruti Doni. Tidak ada jalan keluar memang, kecuali hanya sembunyi sementara. Dia juga tidak akan bisa dengan mudah menjelaskan keberadaannya ke suami Sandra tersebut.Sandra segera mengenakan handuk kembali, lalu merapikan rambut dan mengibaskan tangan. Makanan yang dipegangnya memang masih panas. Wajar, dia teriak panik seperti tadi. Dia segera membuka pintu.“Loh, ayah? Sudah pulang. Ini masih jam 10?” Sapa Sandra pada Bayu, suaminya.“Mama kenapa? Kenapa teriak? Ada apa?” Bayu kembali menjawab pertanyaan istrinya dengan pertanyaaan balik.Sandra mengatur napas sejenak. Mencoba menguasai keadaan,”Gak apa-apa, yah.”“Kenapa kamu terlihat gugup seperti itu?” tanya Bayu lagi.“Eeh anu yah. Mau mindahin sayur, malah tidak sengaja tumpah kena tangan.” Kata Sandra lalu menunjukan jarinya yang memerah pada Bayu.Suaminya langsung melangkah masuk dan menutup pintu. Memegangi jari jemari istrinya yang memang sedikit memerah.“

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   8. Tragedi Wadah Sayuran

    Tok..tok..tok“Permisi mas, saya sudah selesai. Mana Syakilanya?” Tanya Sandra. Buliran air masih menetes dari rambutnya.Doni segera menunduk. Dia tidak bisa membayangkan kalau handuk itu sampai jatuh. Lagian, untuk sampai ke atas juga harus melewati anak tangga yang lumayan banyak. Mengapa Sandra hanya memakai handuk seperti itu?“Itu mbak, lagi bobok.” Tunjuk Doni, kepanya menoleh ke arah Syakila di ranjang.“Malah ketiduran nih anak. Persis seperti ayahnya, mudah tidur. Ketemu bantal yang cocok, langsung sampai Meksiko.” Kata Sandra dari luar pintu.“Gak apa-apa mbak. Mau dibantu angkat Syakilanya? Atau biarkan dulu disini sampai bangun?” tanya Doni memastikan.“Jangan mas Doni, saya bawa saja. Biar tidur di rumah sendiri saja,” jawab Sandra lalu masuk ke dalam, ”Permisi ya mas, saya bawa Syakila dulu.”Doni mengangguk. Sandra mulai berjalan ke arah anaknya yang tertidur pulas. Aroma wangi sabun mandi yang menempel di tubuh Sandra terasa sangat menggoda hidung dan pikiran Doni. Ap

  • Semua Perempuan Itu Mengejarku   7. Gagal Bimbingan Lagi

    Doni segera mengusap mata. Menekan ujung senjata torpedo di balik celana. “Mengecilah, memalukan.” Gumamnya pelan. Nadia yang menindihnya malah memeluk Doni lebih erat.“Aku takut hewan reptil mas. Phobia.” Ucap Nadia, tubuhnya sedikit bergetar.“Sudah gak ada mbak, aman.” Doni, semakin tidak kuat menahan. Baik berat badan Nadia yang menindihnya, maupun nafsu yang terfokus ke rudal di bawah. Doni membuang napas berat. Nadia menyadarinya dan langsung melepas pelukannya, lalu bangkit.“Maaf ya mas. Aku beneran takut sama cicak maupun reptil. “ ucap Nadia dengan nada lembut.Doni segera bangun. Lalu meski dengan nyawa yang masih seperempat, dia melipat kembali tangga dan meletakan di tempat semula.“Mbak, saya balik dulu ya. Mau ngerjain skripsi nih. Kalau ada apa-apa, telpon saja.” Ucap Doni dan dia langsung berjalan ke arah pintu.“Telpon? Dapat nomormu dari mana? Kan belum kamu kasih.” sahut Nadia.“oh ya mba, 08…” lalu Doni langsung kembali ke apartemennya.Doni masuk, langsung menar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status