Home / Young Adult / Senandung Masa SMA / Bab 2 Bertemu Pito

Share

Bab 2 Bertemu Pito

Author: Arumi Sekar
last update Last Updated: 2021-09-20 10:07:01

Davi menatap list kelas 1-10 di hadapannya. Ada beberapa nama yang sepertinya dia kenal karena berasal dari SMP asalnya dulu. Namun, karena tak dekat dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan, Davi pasrah jika memamng harus mendapatkan teman sebelah dari sekolah lain. Di kejauhan dia melihat Matari sedang bercanda dengan teman-teman barunya. Dia tahu, hal itu pasti mudah untuk gadis itu. Matari gampang bersosialisasi, berbeda jauh dengan dirinya.

“Dari SMP Negeri C ya? Adek gue mau daftar di sana,” kata seorang cowok berkulit gelap di sebelahnya.

Seragam SMP dan badge asal sekolah memang menjadi salah satu hal yang bisa menjadi identitas selama menjadi siswa baru di sini. Untungnya minggu depan mereka semua sudah bisa memakai seragam SMA dengan badge sekolah yang sama.

“Eh, iya. Hehehe, kebetulan deket dari rumah gue,” sahut Davi sambil tersenyum.

“Gue Kiwil,” sahut cowok itu sambil mengulurkan tangannya.

“Davi. Kiwil? K-I-W-I-L?” sambut Davi.

“Iyes. Bukan nama asli. Nama panggilan dari SD sih karena kalau rambut gue panjang dikit kriwil-kriwil. Jadi kebiasaan deh sampai sekarang. Lo panggil aja gue itu,” sahut Kiwil sambil tertawa.

“Oh, kirain. Siap, Bung Kiwil!” timpal Davi sambil tertawa.

“Udah punya temen sebangku lo?” tanya Kiwil.

“Belum sih. Nggak banyak yang gue kenal dari SMP gue,” sahut Davi.

“Mau duduk sama gue, nggak?” tanya Kiwil lagi.

Davi mengangguk. “Boleh, boleh aja. Tapi jangan belakang banget ya, boleh tuh kalau nomor 2 atau nomor 3 dari belakang.”

“Tenang, gue juga minus kok. Cuma males pakai kacamata.”

Davi sumringah. Kiwil tampaknya baik. Dia bersyukur, bisa dapat teman sebelah dalam waktu singkat. Dia sudah bertekad, dia nggak akan bersikap sepasif waktu SMP dulu. Dia harus punya banyak teman dan bergaul. Bukannya banyak orang bilang, masa yang paling indah adalah masa SMA? Dia tak boleh menyia-nyiakan masa-masa ini.

BRUK!

Davi hampir terpental saat seorang cewek lewat dan menabraknya secara tak sengaja. Cewek itu memakai baju SMP tanpa badge, sehingga Davi pun tak bisa menerka dia berasal darimana. Bahkan badge nama dia pun tak ada.

“Maaf, maaf, sakit ya?” tanya cewek itu pada Davi. “Marsha, kamu jangan lari-lari dong! Engap nih! Tuh lihat, aku sampai nabrak orang nih!”

Davi menatap cewek bernama Marsha yang berdiri tak jauh dari mereka. Rambut kecokelatannya yang terang dan mencolok tentu menarik perhatian siapapun di dekatnya. Namun, Davi tahu, Marsha adalah tipikal cewek angkuh yang enggan berurusan dengan siapapun. Cewek-cewek seperti itu banyak ditemuinya saat gathering antar keluarga pejabat di seluruh pelosok Jakarta. Sikap mereka kurang lebih sama.

“Lagian elo sih jalan lambat banget!” seru cewek bernama Marsha itu.

“Iya, iya! Maaf deh!” timpal cewek yang baru saja menabrak Davi tersebut. “Eh, beneran kamu nggak papa kan?”

Davi tersenyum. “Santai aja, nggak papa kok gue!”

Cewek berambut model bob pendek itu tertegun menatap Davi terlalu lama, entah kenapa. Hingga akhirnya cewek lain bernama Marsha itu menariknya segera untuk pergi ke kelas mereka.

“Gue denger, dia pakek jalur belakang,” bisik Kiwil pada Davi.

Davi tak menyahut. Kiwil melanjutkan informasinya lagi.

“Dia dulu anak salah satu SMP swasta, makanya lo bisa lihat, rambutnya boleh dicat warna macem-macem kan? Belum aja kena operasi dadakan. Denger-denger, SMA ini sering ngadain kaya gituan,” kata Kiwil lagi.

Davi merasa Kiwil seperti seorang informan. Baru juga sekolah 1 minggu, itupun MOS, dia sudah memegang banyak informasi-informasi ringan. Dia jadi teringat Abdi, dulu, Abdi yang selalu punya informasi-informasi seperti ini saat dia SMP. Sayang, Abdi, sahabat masa SMP-nya itu memilih sekolah militer di luar kota.

“Ini kelas 1-10 ya, Dav?” seorang anak laki-laki bertubuh tambun dan menjulang tinggi berdiri di belakang mereka berdua.

“Iya,” sahut Davi bingung, siapa dia? Sok kenal banget?

“Kata temen gue, gue di sini. Trus barusan cek di daftar nama eh ternyata bener, ada,” kata si cowok sambil mengulum permen karetnya.

“Berarti lo sekelas sama kami!” kata Kiwil.

“Hmmm, gitu ya. Asyiiiik, ada yang kenal!” sahut si cowok dengan wajah polos.

“Nama lo siapa, btw?” tanya Kiwil sok kenal. “Gue Kiwil, ini temen sebelah gue nanti, namanya Davi.”

“Petter Oktavianus, panggil aja Pito, gue dari SMP C Menteng.” sahut cowok itu sambil tersenyum.

“Pito? Lo Pito si drummer?” tanya Davi curiga.

“Ya iyalah! Kalau nggak ngapain tadi gue sok kenal sama lo?”ujar Pito kesal.

Davi sungguh tak percaya. Pito yang dikenalnya saat SMP, meskipun hanya sepintas karena tak pernah dekat, berbeda jauh dari segi fisik saat ini. Pito yang dikenalnya, dulu kurus. Sedangkan cowok di hadapannya itu, hampir 3 kali lebih besar. Tubuhnya yang tinggi, membuatnya semakin seperti raksasa berkulit terang.

“Gue nggak ngenalin tadi, maaf ya?! Hahaha,” sahut Davi.

“Iya, gue beda banget ya? Gue emang menggendut waktu libur sekolah karena banyak makan. Sadar-sadar udah segede ini, ya maklum aja lo pangling lihat gue,” timpal Pito.

“Tenang aja, sob! Masih dalam masa pertumbuhan!” seru Kiwil.

Pito tertawa. Davi merasa lega, ternyata di kelasnya ada yang berasal dari SMP yang sama dengan dirinya. Pito, si drummer yang pernah populer karena satu band dengan Matari, mantan pacarnya, waktu SMP.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Senandung Masa SMA   Epilog

    Dentingan alat musik keyboard mengalun pelan. Matari tahu itu intro lagu Hoobastank-The Reason. Tak seperti versi aslinya, ada intro tambahan panjang dari gitaris klasik setelahnya.Café rumahan yang tak terlalu besar di bilangan Jakarta Selatan, yang sebagian besar bertema outdoor, memamerkan sound system-nya yang minimalis tapi berkualitas. Café itu penuh dengan siswa-siswi kelas 11 IPS 1, yang salah satu siswinya mengubah café sedemikian rupa sehingga bisa menampung kurang lebih 50 orang.Matari baru tahu, Priscilla punya café rumahan kecil di depan rumahnya. Ulang tahun sweet seventeennya kali ini, diadakan di café rumahan miliknya sendiri. Waitress-nya saja terbatas, karena dari kalangan keluarga sendiri.“I'm not a perfect person… There's many things I wish I didn't do…,” si vokalis mengawali dengan suara yang mirip-mirip penyanyi aslinya, serta merta mem

  • Senandung Masa SMA   Bab 183 Calm Down

    Entah bagaimana Arai dan gengnya menyelesaikan permasalahan mengenai Sindhu. Namun, seminggu kemudian, Sindhu masuk dengan beberapa plester serta perban di wajah dan kakinya, setelah sebelumnya dia tak masuk 2 hari. Dia mengaku jatuh dari sepeda motor yang dikendarainya. Tapi Matari tahu, itu ulah Arai dan para cecunguk GWR.Yang lebih menakjubkan, Sindhu sudah tak berani menatap Matari secara terang-terangan. Sesekali jika kepergok, dia langsung memalingkan muka. Dia juga berubah menjadi lebih pendiam dan tak banyak omong seperti sebelumnya.“Rai, lo apain sih dia?” tanya Matari saat jam pelajaran olahraga berlangsung.Arai yang sedang menunggu giliran sepakbola, hanya tertawa-tawa.“Udah gue bilang kan, kalo permasalahan kandang sendiri mah nggak akan ketahuan. Gue jamin,” jawab Arai mengambang.“Dia bilangnya jatuh dari motor, itu beneran?” tanya Matari.“Ya enggaklah.”“Trus?&r

  • Senandung Masa SMA   Bab 182 Cerita Arai

    Setelah menceritakan semua yang dia dengar dari Daffa, wajah Arai tampak konyol. Dia malah setelah itu tertawa-tawa. Gigi taringnya, yang dulu menarik, sekarang terlihat menyebalkan bagi Matari.“Tenang, Ri. Tenaaaang aja. Gue mau kasih tahu kabar mengejutkan soal dia buat lo,” kata Arai kemudian.“Apaan tuh?” tanya Matari.“Kalo ada tambahan cerita gini, gue jadi ikutan pengen mukulin dia.”Matari tampak bingung. Arai kemudian melanjutkan bicara.“Jadiiii, anak-anak GWR itu mau mukulin dia udah lama. Kayanya sih minggu depan bakalan mukulin dia.”“Hah? Rame-rame?”“Iya, tapi aslinya tetep 1 lawan 1 lah, cuma emang kita dateng bareng-bareng. Mukulinnya gantian aja.”Matari bergidik takut.“Hei, udah biasa kaya gini di geng gue. Target sekolah lain emang lagi dipending dulu, mengingat kita diawasin banget kan sekarang sejak desas-desus peredaran

  • Senandung Masa SMA   Bab 181 Curhatan Matari

    Matari menghela napas, saat malam minggu itu, Arai untuk kesekian kalinya muncul lagi di rumahnya. Hebatnya, Tante Dina sekarang akrab dengannya. Bahkan Ayah, juga secara terang-terangan menyapa dengan lebih ramah seperti saat menyapa teman-teman perempuan Matari.Ayah bahkan tak pernah ramah pada Iko, tetangganya. Ataupun Praja, yang dulu sering mengantarkannya perempuan.“Elo kenapa tobatnya pas udah putus, bego? Nggak inget lo dulu nggak berani masuk ke sini?” ledek Sandra yang akan pergi bermalam mingguan dengan Cakra, seperti biasanya.“Diem aja lo bawel! Kan gue udah sering bilang, kalo statusnya temen, lebih santai,” jawab Arai membela diri.Matari cuma terkekeh dan memberikan asbak pada Arai. Cowok itu sedang merokok di sudut teras.“Auklah, gelap! Gue ke sebelah dulu ya, mau fotokopi dulu. Si Cakra nanti ngejemput di situ. Gue udah bilang nyokap sih, Ri,” kata Sandra sambil membuka pagar.Matari m

  • Senandung Masa SMA   Bab 180 Kejuaraan Basket Antar Sekolah

    Seluruh SMA Negeri dan Swasta yang mendaftar, akan datang bertanding di sekolah Matari secara bergantian merebutkan piala Basket antar SMA se-DKI. Seperti biasa, untuk acara pembukaan, banyak ditampilkan acara-acara penghibur seperti tari tradisional, paduan suara hingga cheers yang Bersatu dengan para breakdancer.Dari tempat duduk penonton, Matari bisa melihat bahwa Sindhu cukup mahir beratraksi meskipun tubuh cowok itu tak setinggi yang lain. Mengingat proporsi tubuhnya juga tambun.“Gue kaya liat bola hidup lagi beraksi tahu nggak?” ledek Kian berbisik pada Matari.Matari cuma tertawa kecil. Matari sejujurnya tak terlalu fokus. Karena acara ini, dia sebenarnya juga didapuk jadi panitia bergabung dengan para volunteer dari sekolah lain.Namun, karena dia ditunjuk ambil bagian di keamanan acara, tugasnya hanya mondar-mandir di area penonton, area sekitar lapangan, area luar dan lain-lain. Patrolilah istilahnya.“Gue patrol

  • Senandung Masa SMA   Bab 179 Cerita Daffa di Siang Hari

    Jam kosong hadir setelah sekian lama. Matari dan teman-teman di kelasnya bergiliran ke kantin untuk diam-diam membeli makanan. Sesuai arahan Daffa, agar pergi tak bersamaan dan cepat kembali. Berjaga-jaga kalau ada guru piket yang datang mengecek tugas yang diberikan.Dalam beberapa hal, Matari sudah mulai enjoy ada di kelas ini. Meskipun saat istirahat, dia akan nongkrong dengan Praja cs, namun, kelas ini tak terlalu buruk, meskipun Sindhu membuatnya tak nyaman.Matari baru kembali dari kantin, duduk bersama berdekat-dekatan dengan Kian, Yana, Priscilla dan Anya. Mereka sedang heboh membahas cerita hantu yang sedang hits menyebar di kalangan sekolah mereka. Kisah ini dialami oleh para anak kelas 10 yang kemahnya kali ini diadakan di sekolah, karena permintaan para wali murid.Sebagian besar dari mereka merasa keberatan diadakan di bumi perkemahan yang biasanya. Mau tak mau, akhirnya kemah diadakan di sekolah dengan mendirikan tenda di tepi-tepi lapanga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status