Home / Young Adult / Senandung Masa SMA / Bab 1 Setelah Sekian Lama

Share

Bab 1 Setelah Sekian Lama

Author: Arumi Sekar
last update Last Updated: 2021-09-19 10:08:04

Matari mengucek kemeja bagian bawahnya dengan susah payah dengan air kran, namun noda cokelat dari tanah itu tak mau hilang. Toilet perempuan SMA Negeri B Tebet sudah tampak lengang. Saat itu jam masih menunjukkan pukul 3 sore. Tak banyak senior SMA yang tersisa di kelas mereka masing-masing. Kebanyakan berkumpul di sekitar area lapangan untuk menonton MOS (Masa Orientasi Siswa) kelas 1 di lapangan.

“Eh, kamu ya, yang tadi kena tanah waktu dikerjain kakak-kakak MOS? Aku juga nih! Aku ada garam nih, minta sama orang kantin. Kata Mama aku, kamu bisa pakai garam biar ilang sementara waktu. Nanti di rumah pakai baking soda ya atau lemon kalau ada,” kata seorang cewek berambut panjang lurus menatapnya dengan lekat-lekat yang datang tiba-tiba di belakang Matari.

Dari seragam yang dipakainya, Matari tahu dia mantan anak SMP swasta mahal yang berada di dekat sini. Cewek itu memberikan sedikit garam yang digenggamnya di tangan dengan hati-hati ke tangan Matari.

“Makasih ya,” kata Matari sambil tersenyum.

“Sama-sama. Kayanya cuma kita sama anak-anak cowok ya yang apes?” timpal cewek itu sambil tergelak.

“Iya soalnya aku nggak punya tusuk sate, jadi tadi pakai lidi biasa di rumah. Alhasil nggak kuat buat bikin nasi kepal tusuk tiganya, trus waktu disuruh angkat buat nunjukin, nasinya jatuh ke tanah,” kata Matari. “Habis itu kena hukum buat merayap deh pakai seragam.”

“Hihihi, coba kamu kenal sama aku, aku pasti kasih kamu tusuk sate banyak. Gratis!” sahut cewek itu lagi.

“Kalo kamu tadi dihukum kenapa?” tanya Matari penasaran, karena dia pikir gadis itu juga dihukum karena kesalahan yang sama.

“Hmmm kalau aku, aku ketahuan pura-pura sakit, hehehehe,” sahutnya polos.

“Hahaha, beneran?”

“Iya. Aku tadi sok-sok lemes gitu minta ke UKS, tapi mereka tahu aku bohong. Eh lihat-lihat! Udah lumayan kan, nodanya jadi tipis? Nanti di rumah dibersihin lagi ya? Yuk kita balik lagi ke lapangan.”

Matari dan cewek yang tak diketahui namanya itu berjalan bersama-sama menuju lapangan dan segera berpisah masuk ke barisan masing-masing. Matari lupa menanyakan namanya.  Cewek itu dilihatnya telah bergabung dengan gugus 2, kelompok yang berbeda dengan Matari, di gugus 4. Di seragamnya sendiri tak ada badge nama atau apapun. Hanya bordiran nama sekolah swastanya yang terkenal mahal itu. Matari yakin, cewek itu pasti anak orang kaya. Cuma orang-orang kaya yang bisa masuk sekolah swasta itu.

Matari masih memperhatikan cewek pemberi garam di kelompoknya saat dia menyadari bahwa ternyata cewek itu bersebelahan dengan gugus milik Davi. Untung ini sudah hari terakhir MOS dan dia baru ingat kalau Davi satu sekolah dengannya lagi sekarang. Ingin dia maki dirinya sendiri yang punya nasib sesial itu harus satu sekolah dengan mantan pacarnya yang bernama Davi ini. Kenapa harus satu sekolah lagi dengan dia? Bukannya dia mau masuk sekolah swasta internasional yang akan dituju oleh Lisa, sahabatnya semasa SMP, juga?

“Kenapa bengong?” bisik Sandra, sepupunya yang berdiri di sebelahnya.

Beruntungnya kali ini dia satu kelompok dengan sepupunya itu. Meskipun dia nggak yakin dia akan satu kelas juga dengan Sandra. Sandra adalah sepupunya yang juga masuk ke sekolah yang sama dengan dirinya. Selain satu sekolah, Sandra juga satu rumah dengannya.

“Liatin Davi lo ye?” bisik Sandra.

Matari cuma meringis. Sandra menghela napas panjang, kemudian mengalihkan pembicaraan.

“Lo lihatin kakak senior cewek yang rambut panjang diiket tinggi itu. Mukanya mirip sama Arga nggak sih?” bisik Sandra lagi.

Matari menatap cewek yang dimaksud. Persis sesuai pendapat Sandra, memang cewek itu mirip banget sama Arga. Bahkan itu seperti Arga dengan rambut panjang dan bertubuh perempuan. Arga, si adik kelas yang pernah sedikit mencuri perhatiannya waktu SMP. Bagaimana kabar dia sekarang ya? Entahlah, dia pasti sudah naik kelas 3 sekarang. Dan Matari sudah sangat jarang berpapasan di sekitar rumah seperti dulu waktu mereka masih satu sekolah. Rumah Arga yang dekat dengan Matari, selalu membuatnya sering bertemu tanpa sengaja. Tapi entah kenapa, sejak Matari mempersiapkan masuk SMA hingga sekarang sudah resmi menjadi murid SMA, Arga sudah jarang terlihat olehnya. Bahkan untuk sekedar jalan kaki lewat depan rumahnya pun tidak.

“Iya, mirip. Kakaknya kali ya?” tanya Matari penasaran.

Sandra mengangguk. “Gue yakin sih. Bukannya dia pernah cerita punya kakak cewek kelas 1 SMA waktu kita kelas 3 SMP kemarin dulu itu?”

“Emang sekolah sini ya?”

“Nggak tahu juga, gue nggak nanya sih waktu itu. Mirip beneran tahu, kaya ini versi ceweknya Arga!”

“HEI KALIAN BERDUA! BISA DIEM NGGAK?” serang salah satu kakak senior membentak Matari dan Sandra yang ketahuan mengobrol. “Kakak ketua OSIS lagi sibuk ngejelasin informasi sekolah, kenapa kalian ngobrol? Kalau kalian ketinggalan informasi bukan salah gue ya!”

Matari dan Sandra langsung kompak terdiam. Kakak ketua OSIS yang dimaksud sedang menjelaskan bahwa seluruh murid baru kelas 1, bisa langsung mengecek kelasnya masing-masing setelah acara MOS ini selesai. Ketua OSIS berkacamata itu menjelaskan dengan detail seluruh area sekolah dengan pelan-pelan dan jelas seakan-akan dia sangat hapal seluruh sudut sekolah ini.

Matari tahu SMA Negeri B Tebet ini memang cukup besar dan luas hingga bertingkat 3. Tingkat pertama berisi deretan kelas 1, disusul deretan kelas 2 di lantai 2 dan untuk kelas 3 ada di deretan paling atas, lantai 3. Tak lupa dia mengucapkan selamat datang pada seluruh siswa kelas 1 dan berterimakasih karena telah mengikuti pekan MOS dengan baik hingga hari Jumat. Matari cukup beruntung, saat dia kelas 1 SMA, pemerintah Kota DKI Jakarta telah mengubah hari sekolah menjadi hanya 5 hari saja dari Senin hingga Jumat. Bedanya, Senin sampai Jumat sekolah lebih lama hingga pukul 2 atau 3 siang. Tapi lumayanlah, ada jeda 2 hari sebelum hari Senin datang kembali.

Setelah diperbolehkan bubar, Matari dan seluruh siswa kelas 1 berhamburan menuju ruangan demi ruangan kelas 1, mengecek daftar nama mereka masing-masing. Berhimpitan dengan anak-anak lain, Matari ahirnya menemukan namanya di kelas 1-3, sedangkan Sandra harus berjalan lurus lagi dan akhirnya menemukan namanya ada di 1-9. Matari merasa sedikit kecewa karena dia tidak bisa satu kelas dengan Sandra dan minimal duduk 1 meja dengannya. Di kelas 1-3 saat itu hanya sedikit nama yang dikenalnya saat SMP. Dan semuanya dari yang sedikit itu adalah nama yang tidak pernah satu kelas dengannya semasa SMP dulu.

“Hei, kita satu kelas kayanya ya?” tanya si cewek pemberi garam sambil tersenyum manis.

“Eh, kamu, di 1-3 juga?” tanya Matari canggung.

“Iya, hehehe. Gue lo aja ya ngobrolnya biar enak. Gimana?” tanya si cewek itu dengan ramah. “Nama gue Ayla.”

“Gue Matari,” sahut Matari sambil menyalami gadis itu dengan perasaan senang, setidaknya ada orang lain lagi yang dikenalnya.

“Eh sini deh, Din! Gue kenalin sama temen gue!” seru Ayla memanggil seorang cewek bertubuh sangat kurus dan jangkung.

Cewek kurus itu menyapa Matari. “Haloooo! Siapa nama lo? Gue Adinda Kartasasmita Handoyo, biasa dipanggil: Dindaaaaa di manakah kau beradaaaa?” serunya heboh sambil menyanyi salah satu lagu lama Katon Bagaskara.

“Hehehe, gue Matari. Kalian satu sekolah ya dulu?” sahut Matari yang menyadari warna seragam sekolah mereka yang sama.

“Iya dong, Cyin! Gue sama Ayla satu sekolah dan satu kelas mulu waktu SMP. Eh sekarang satu kelas lagi sama dia?!” seru Dinda heboh. “JANGAN BILANG LO MAU SEBELAHAN LAGI SAMA GUE?”

Matari tergelak melihat tingkah Dinda yang centil dan heboh tapi sekaligus juga lucu itu. Dia merasa cukup beruntung, selesai MOS dia sudah mendapatkan teman baru yang baik dan ramah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Senandung Masa SMA   Epilog

    Dentingan alat musik keyboard mengalun pelan. Matari tahu itu intro lagu Hoobastank-The Reason. Tak seperti versi aslinya, ada intro tambahan panjang dari gitaris klasik setelahnya.Café rumahan yang tak terlalu besar di bilangan Jakarta Selatan, yang sebagian besar bertema outdoor, memamerkan sound system-nya yang minimalis tapi berkualitas. Café itu penuh dengan siswa-siswi kelas 11 IPS 1, yang salah satu siswinya mengubah café sedemikian rupa sehingga bisa menampung kurang lebih 50 orang.Matari baru tahu, Priscilla punya café rumahan kecil di depan rumahnya. Ulang tahun sweet seventeennya kali ini, diadakan di café rumahan miliknya sendiri. Waitress-nya saja terbatas, karena dari kalangan keluarga sendiri.“I'm not a perfect person… There's many things I wish I didn't do…,” si vokalis mengawali dengan suara yang mirip-mirip penyanyi aslinya, serta merta mem

  • Senandung Masa SMA   Bab 183 Calm Down

    Entah bagaimana Arai dan gengnya menyelesaikan permasalahan mengenai Sindhu. Namun, seminggu kemudian, Sindhu masuk dengan beberapa plester serta perban di wajah dan kakinya, setelah sebelumnya dia tak masuk 2 hari. Dia mengaku jatuh dari sepeda motor yang dikendarainya. Tapi Matari tahu, itu ulah Arai dan para cecunguk GWR.Yang lebih menakjubkan, Sindhu sudah tak berani menatap Matari secara terang-terangan. Sesekali jika kepergok, dia langsung memalingkan muka. Dia juga berubah menjadi lebih pendiam dan tak banyak omong seperti sebelumnya.“Rai, lo apain sih dia?” tanya Matari saat jam pelajaran olahraga berlangsung.Arai yang sedang menunggu giliran sepakbola, hanya tertawa-tawa.“Udah gue bilang kan, kalo permasalahan kandang sendiri mah nggak akan ketahuan. Gue jamin,” jawab Arai mengambang.“Dia bilangnya jatuh dari motor, itu beneran?” tanya Matari.“Ya enggaklah.”“Trus?&r

  • Senandung Masa SMA   Bab 182 Cerita Arai

    Setelah menceritakan semua yang dia dengar dari Daffa, wajah Arai tampak konyol. Dia malah setelah itu tertawa-tawa. Gigi taringnya, yang dulu menarik, sekarang terlihat menyebalkan bagi Matari.“Tenang, Ri. Tenaaaang aja. Gue mau kasih tahu kabar mengejutkan soal dia buat lo,” kata Arai kemudian.“Apaan tuh?” tanya Matari.“Kalo ada tambahan cerita gini, gue jadi ikutan pengen mukulin dia.”Matari tampak bingung. Arai kemudian melanjutkan bicara.“Jadiiii, anak-anak GWR itu mau mukulin dia udah lama. Kayanya sih minggu depan bakalan mukulin dia.”“Hah? Rame-rame?”“Iya, tapi aslinya tetep 1 lawan 1 lah, cuma emang kita dateng bareng-bareng. Mukulinnya gantian aja.”Matari bergidik takut.“Hei, udah biasa kaya gini di geng gue. Target sekolah lain emang lagi dipending dulu, mengingat kita diawasin banget kan sekarang sejak desas-desus peredaran

  • Senandung Masa SMA   Bab 181 Curhatan Matari

    Matari menghela napas, saat malam minggu itu, Arai untuk kesekian kalinya muncul lagi di rumahnya. Hebatnya, Tante Dina sekarang akrab dengannya. Bahkan Ayah, juga secara terang-terangan menyapa dengan lebih ramah seperti saat menyapa teman-teman perempuan Matari.Ayah bahkan tak pernah ramah pada Iko, tetangganya. Ataupun Praja, yang dulu sering mengantarkannya perempuan.“Elo kenapa tobatnya pas udah putus, bego? Nggak inget lo dulu nggak berani masuk ke sini?” ledek Sandra yang akan pergi bermalam mingguan dengan Cakra, seperti biasanya.“Diem aja lo bawel! Kan gue udah sering bilang, kalo statusnya temen, lebih santai,” jawab Arai membela diri.Matari cuma terkekeh dan memberikan asbak pada Arai. Cowok itu sedang merokok di sudut teras.“Auklah, gelap! Gue ke sebelah dulu ya, mau fotokopi dulu. Si Cakra nanti ngejemput di situ. Gue udah bilang nyokap sih, Ri,” kata Sandra sambil membuka pagar.Matari m

  • Senandung Masa SMA   Bab 180 Kejuaraan Basket Antar Sekolah

    Seluruh SMA Negeri dan Swasta yang mendaftar, akan datang bertanding di sekolah Matari secara bergantian merebutkan piala Basket antar SMA se-DKI. Seperti biasa, untuk acara pembukaan, banyak ditampilkan acara-acara penghibur seperti tari tradisional, paduan suara hingga cheers yang Bersatu dengan para breakdancer.Dari tempat duduk penonton, Matari bisa melihat bahwa Sindhu cukup mahir beratraksi meskipun tubuh cowok itu tak setinggi yang lain. Mengingat proporsi tubuhnya juga tambun.“Gue kaya liat bola hidup lagi beraksi tahu nggak?” ledek Kian berbisik pada Matari.Matari cuma tertawa kecil. Matari sejujurnya tak terlalu fokus. Karena acara ini, dia sebenarnya juga didapuk jadi panitia bergabung dengan para volunteer dari sekolah lain.Namun, karena dia ditunjuk ambil bagian di keamanan acara, tugasnya hanya mondar-mandir di area penonton, area sekitar lapangan, area luar dan lain-lain. Patrolilah istilahnya.“Gue patrol

  • Senandung Masa SMA   Bab 179 Cerita Daffa di Siang Hari

    Jam kosong hadir setelah sekian lama. Matari dan teman-teman di kelasnya bergiliran ke kantin untuk diam-diam membeli makanan. Sesuai arahan Daffa, agar pergi tak bersamaan dan cepat kembali. Berjaga-jaga kalau ada guru piket yang datang mengecek tugas yang diberikan.Dalam beberapa hal, Matari sudah mulai enjoy ada di kelas ini. Meskipun saat istirahat, dia akan nongkrong dengan Praja cs, namun, kelas ini tak terlalu buruk, meskipun Sindhu membuatnya tak nyaman.Matari baru kembali dari kantin, duduk bersama berdekat-dekatan dengan Kian, Yana, Priscilla dan Anya. Mereka sedang heboh membahas cerita hantu yang sedang hits menyebar di kalangan sekolah mereka. Kisah ini dialami oleh para anak kelas 10 yang kemahnya kali ini diadakan di sekolah, karena permintaan para wali murid.Sebagian besar dari mereka merasa keberatan diadakan di bumi perkemahan yang biasanya. Mau tak mau, akhirnya kemah diadakan di sekolah dengan mendirikan tenda di tepi-tepi lapanga

  • Senandung Masa SMA   Bab 178 Sindhu dan Jawabannya

    “Jadi, gue punya kakak perempuan. Kebetulan dia udah almarhumah. Sakit. Nah mukanya itu mirip banget sama Matari,” kata Sindhu mengawali. “Waktu kelas 1 alias kelas 11 dulu, pas liat dia nyanyi di kemah, gue sempet kepikiran. Tapi waktu itu gue tahu, Arai lagi mulai ngedeketin dia juga.”Daffa sedikit terenyuh saat Sindhu mulai bercerita bahwa Matari mirip dengan almarhumah kakak perempuannya.“Karena sekarang kita sekelas, gue jadi bisa perhatiin terus, jadi gue jadi beneran demen sama dia. Apalagi lo liat perhatiin deh bro, toket dia lumayan gede,” kata Sindhu sambil meraba dadanya sendiri. “Paslah sesuai sama tipe-tipe gue.”Daffa yang tadinya sedikit luluh kemudian berubah menjadi merasa jijik. Daffa tak tega jika harus menjelaskan perihal itu pada Matari. Daffa juga punya ibu dan kakak perempuan yang sangat sayang padanya. Dia tak bisa membayangkan jika kakaknya diperlakukan seperti ini oleh teman sekelasnya.

  • Senandung Masa SMA   Bab 177 Investigasi Daffa

    Daffa selesai mengabsen teman-teman satu kelas. Setelah Matari meminta bantuannya kemarin, Daffa jadi benar-benar menyadari ada yang tak beres dengan Sindhu. Apalagi saat selesai mengabsen barusan, saat Daffa memanggil nama Matari, Sindhu secara otomatis menoleh. Hal itu dia perhatikan, berlangsung dengan pasti selama 2 minggu berturut-turut setiap kali Daffa mengabsen.Keanehan lainnya, saat Matari harus menulis di depan sebagai sekretaris, Sindhu selalu memperhatikannya. Saat dia bengong memperhatikan, Daffa akhirnya bertanya juga. Sindhu bilang, karena tulisan Matari tak terlalu terlihat jelas di matanya yang minus, makanya dia hanya bisa bengong sambil memperhatikan papan tulis saja.“Kenapa lo nggak pake kacamata aja?” tanya Daffa.“Nggak, ah, kaya lo gitu? Nggak mau. Gue kan ikut ekskul breakdance sekarang, susah kalo pake gituan. Gue mah pake softlense aja, cuma ya tetep nggak maksimal. Minus gue udah gede,” jawab Sindhu d

  • Senandung Masa SMA   Bab 176 Bantuan Daffa

    “Eh, Matari! Lagi liatin apa lo? Serius banget?” tanya Daffa.“Kaget gue, Daf,” sahut Matari yang menyadari Daffa tiba-tiba berdiri di sebelahnya.“Elo sih serius banget. Coba gue liat, baca apa sih lo?”“Itu, lomba nulis cerpen.”“Wahhh, iya! Ikut lo? Mayan tuh hadiahnya! Laptop sama HP!”“Gue sih ngincer laptopnya. Kalo HP sih ya udahlah ya, gue udah punya.”“Heiii, itu HP seri terbaru! Udah berkamera pula. HP lo kan masih jadul, kenapa enggak?”“Iya juga sih. Juara berapa aja sih untung aja ini mah! Juara 3 sampe Harapan aja uang cash! Mayan juga kan?”“Iya, udah coba aja dulu! Lo kan ada bakat, jadi mending maju dulu aja. Kalopun nggak menang, ya udah nggak papa, nambah pengalaman. Kalo menang sih bonuslah, piagam itu bisa dipakek lho buat daftar uni nanti. Bisa ngebantu lo.”“Masa sih, Daf?”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status