Share

Penolakan

"Reega, apa maksudnya kau akan menikah?" tanya seorang perempuan cantik begitu terduduk di kursi penumpang samping kemudi mobil. Dia menatap tajam Reega, lantas mendapati raut wajah lelaki itu menegang.

"Aku akan menjelaskannya nanti." Reega kembali membawa mobilnya bersama dengan perempuan yang dicintainya itu ke suatu tempat.

Tak jauh dari tempat perempuan itu menunggu tadi, Reega memarkirkan mobilnya di sebuah restoran. Dia mengajak kekasihnya masuk ke dalam, tepatnya di ruang VIP yang sudah dipesan sebelumnya.

"Jadi, bisa kau jelaskan perihal berita pernikahanmu?" Perempuan itu sudah tidak sabar menunggu lebih lama lagi. "Aku tidak percaya kau akan menikah dengan perempuan lain."

Reega melempar senyuman walau terkesan memaksa. Dia berusaha menciptakan suasana yang hangat walaupun ada gelisah yang tertanam dalam dirinya.

"Kita makan siang dulu," ucap Reega sembari mengambil sendok dan garpu di meja. Makan siang mereka memang segera disediakan begitu mereka sampai. "Kau pasti lapar." Bukannya menjawab lebih dulu, dia justru meminta perempuan itu makan.

"Aku memang lapar, tapi rasa penasaranku lebih besar dari apa pun."

Ucapan perempuan itu membuat Reega meletakkan kembali sendok dan garpu di piring. Dia terdiam sebentar sebelum akhirnya menghela napas berat.

"Padma," panggilnya dengan nada pelan. Yang dipanggil tak berhenti memalingkan tatapannya pada Reega sejak menginjakkan kakinya di ruang VIP itu. Reega mendongakkan kepala serta meyakinkan diri jika keputusannya tidak salah. "Mari kita menikah," lanjutnya.

Kedua mata Padma membulat. Dia masih tidak percaya jika kata-kata itu keluar dari mulut seorang Reega. Pasalnya, hubungan Padma dengan lelaki itu terbilang belum lama. Baru menginjak satu tahun.

"Me-menikah?" Padma tergagap, lantas terkekeh setelahnya. "Kau bercanda?"

"Tidak." Reega langsung menyanggah. "Kau tahu aku, kan? Jika sudah memutuskan sesuatu, aku selalu serius dengan ucapanku."

Padma tahu itu. Bahkan melalui iris hitam milik Reega, dia tidak menemukan tanda-tanda jika lelaki itu sedang bercanda. Lantas, dia harus bagaimana?

Padma Qiandra merupakan kekasih Reega yang meniti karirnya di dunia model. Untuk mencapai karirnya seperti sekarang ini, tidaklah mudah. Butuh waktu cukup lama dan kerja keras hingga akhirnya Padma dapat menggapai impiannya.

Namun jika harus menjawab pertanyaan yang dilayangkan Reega perihal menikah, dia masih bimbang. Sebab dia belum puas dengan karir yang didapat selama ini. Bagi Padma, dunia modeling adalah sebagian dari hidupnya yang tak terpisahkan.

"Reega." Padma meraih sebelah tangan Reega lalu mengusapnya pelan. "Maaf, aku belum siap untuk sekarang ini."

"Kenapa? Sudah satu tahun kita menjalin hubungan, apa itu belum cukup bagimu?"

"Tidak! Maksudku bukan seperti itu. Aku juga ingin menikah, tapi aku belum siap." Padma mengambil napas dalam, kemudian dia keluarkan perlahan. "Aku belum siap kehilangan karirku, Ga."

"Jadi, kau siap untuk kehilanganku? Membiarkanku menikah bersama perempuan yang tidak kukenal?" sanggah Reega langsung. "Aku bisa menjamin kau tak akan kehilangan karirmu. Kau hanya perlu menikah denganku. Percayalah, Padma." Tangan Reega yang lainnya bertumpu pada tangan Padma, merematnya kuat.

Jauh dari lubuk hati yang paling dalam, Padma mempercayai Reega. Dia juga tidak ingin kehilangan Reega. Dia tidak bisa membiarkan laki-laki itu menikah begitu saja dengan perempuan lain.

Akan tetapi, perjanjian dengan agensi dan managemennya tak dapat dia hindari. Dia bisa saja dituntut karena melanggar kontrak. Selain itu, berita pernikahan Reega sudah banyak beredar di media. Kalau dia menerima lamaran Reega, dia bisa saja dituduh sebagai perebut tunangan orang yang tentu saja akan berimbas pada karirnya.

"Maaf, Reega. Aku belum siap." Padma menarik tangannya lalu meninggalkan Reega tanpa mengatakan apa pun lagi.

Reega yang belum menuntaskan pembicaraannya langsung kesal. Dia belum sempat mengatakan bahwa perjodohan yang sedang ramai diberitakan media adalah kemauan kedua orangnya.

"Sial!" umpat Reega seraya menggebrak meja makan.

Dia kemudian mengingat kembali obrolannya dengan Rose beberapa hari yang lalu. Dan sebenarnya, lamaran hari ini adalah ide perempuan itu, karena ternyata orang tuanyalah yang sengaja melibatkan media untuk membuatnya tak bisa berkutik.

Sayangnya, ide Rose pun tak berjalan lancar. Dia tidak menyangka Padma akan menolak. Maka, lagi-lagi dia hanya bisa menumpukan segala kebencian pada orang tuanya dalam kepala, tanpa berhasil mendebat langsung.

"Bagaimana bisa mereka mengatur jalan hidupku, dan menjodohkanku dengan wanita yang sama sekali tidak kukenal? Bahkan aku tidak mencintainya. Ya, Tuhan ... yang benar saja!”

***

"Bagaimana kalau pernikahan mereka dilangsungkan dua minggu lagi?" Lily, Mama Reega langsung mengajukan pertanyaan usai menyesap minumannya.

Ya, dua keluarga tersebut mengadakan pertemuan makan malam di restauran untuk membahas pernikahan Reega dan Rose. Para orang tua berharap anak-anak mereka tidak menolak dengan perjodohan itu, mengingat keduanya sudah memiliki kekasih masing-masing.

"Boleh juga. Lebih cepat, lebih baik, bukan?" Tyna terlihat antusias membahas persoalan kali ini. "Bagaimana menurut kalian? Reega? Rose?"

Keduanya yang sejak kali pertama menginjakan restauran tanpa minat sedikit pun, tampak sibuk masing-masing. Reega sibuk dengan ponselnya. Sementara Rose, sibuk dengan pikirannya.

"Bagaimana Rose?" Mama Tyna menegur putrinya yang sedang melamun.

"Eh, iya, Ma?" Lamunan Rose langsung buyar seketika. "Aku terserah kalian saja," jawab Rose asal. Padahal dirinya tidak tahu persoalan apa yang sedang mereka bahas.

"Baiklah, semuanya sudah setuju. Pernikahan akan dilangsungkan dua minggu lagi," tutur Mama Lily dengan nada sedikit tinggi karena bersemangat.

"Apa?" seru Reega dan Rose bersamaan.

"Kenapa dipercepat? Aku tidak setuju!" Reega menolak, karena yang dia tahu dari portal berita, pernikahannya akan dilangsungkan bulan depan.

"Kenapa? Bukankah kalian sudah menyetujuinya tadi?" Mama Lily curiga jika keduanya tidak fokus dalam pembahasan.

"Kapan?” Reega tiba-tiba tak bisa lagi menahan emosinya. “Kalian sebelumnya berunding dan menyepakati bahwa pernikahan akan diadakan sebulan lagi tanpa berdiskusi dengan kami. Jadi, kali ini aku berhak untuk tidak setuju kalau kalian seenaknya meminta pernikahan itu dipercepat!" Setelah mengatakan kalimatnya, Reega bangkit dari duduknya kemudian pergi dari sana.

"Aku juga tidak setuju. Maaf semuanya." Bukan hanya Reega, tapi Rose juga memilih meninggalkan tempat itu.

Dengan langkah tergesa-gesa, Rose tidak menghiraukan panggilan Mamanya. Dia terus berjalan sampai akhirnya seorang pelayan menegur dan menghentikan jalannya.

"Maaf, mbaknya ... Mbak Rose?" Pertanyaan pelayan itu langsung diberi anggukkan oleh Rose. "Ini ada titipan buat Mbak." Pelayan tersebut menyodorkan sebuah amplop putih kepada Rose.

"Mas! Siapa yang ...." Rose menggantungkan kalimatnya karena pelayan tersebut sudah pergi menjauh.

Akhirnya Rose melanjutkan langkah menuju parkiran, sambil tangannya sibuk membuka amplop yang ternyata berisi surat. Namun ketika surat itu dia baca, seketika matanya membulat.

[Batalkan perjodohan itu atau hidupmu tidak akan tenang!]

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nrlatifah
Rose terima saja perjodohan ini. walau tidak mudah,. tpi percayalah bahwa jika dia memang takdirmu, maka cinta itu kelak akan ada untuknya. Dari pada harus menunggu Ezar yang tak kunjung memberi kepastian ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status