Beranda / Rumah Tangga / Senja Yang Di Hadirkan / Menghadirkan Orang Ketiga

Share

Menghadirkan Orang Ketiga

Penulis: Tyarasani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-24 12:02:49

**

"Mas, Senja pingsan, Mas!" Ariana kaget ketika pelukan gadis itu perlahan terurai dari tubuhnya.

Sagara dengan cepat mengecek keadaan gadis itu dan benar saja ia tak sadarkan diri.

"Mas, apa yang kamu lakukan?" tanya Ariana. Ia menatap suaminya dengan air mata yang masih membasahi pipinya.

"Aku ... aku tak sengaja, Ariana! Lagipula, kamu kenapa selalu memancing emosiku? Aku ini manusia biasa, Ariana!" Sagara mengacak rambutnya dengan kasar, ia benar-benar tak mengerti jalan pikiran istrinya.

"Aku tidak bermaksud begitu, Mas. Aku cuma ingin memberi yang terbaik untuk kamu, untuk keluarga besar kamu juga," ujar Ariana pelan.

"Ya sudah, tolong bantu aku untuk membaringkan Senja di sofa!" pinta Ariana.

"Merepotkan sekali pelayan ini!" gerutu sagara.

"Dia pingsan juga gara-gara kamu, Mas!" sahut Ariana cepat.

Sagara memutuskan diam saja tak membalas lagi ucapan Ariana. Karena, watak perempuan itu sama saja, merasa paling benar sedunia.

Lima menit kemudian, Senja mengerjap-ngerjapkan matanya, memandang sekelilingnya. Lalu, ia duduk dengan cepat dan menundukkan kepalanya.

"Maaf, Nyonya, Tuan, saya permisi!" ucap Senja , ia beranjak dari duduknya hendak keluar dari kamar majikannya.

"Se-Senja, tunggu! Apa kamu baik-baik saja?"

"Iya, Nyonya, saya baik-baik saja."

Senja pun segera keluar dan kembali ke kamarnya. ia kesal dan sedikit merutuki majikan lelakinya, baru saja sehari bekerja sudah mendapat kekerasan, meskipun memang tidak di sengaja.

**

Sore itu Senja menemani Ariana jalan-jalan ke taman komplek. Entahlah, sejak ada Senja semangat hidupnya kembali tumbuh. Bahkan, pelayan-pelayan lain merasa iri dengan Senja, karena menurut mereka, Ariana terlalu nempel pada pelayan baru itu.

"Senja, usiamu berapa tahun?" tanya Ariana.

"20 tahun, Nyonya."

"Masih muda ternyata, kamu belum mau menikah?" tanya Ariana semakin intens.

"Maulah, Nyonya. Tapi belum ketemu sama jodohnya."

"Oh, kamu masih jomblo ternyata!"

"Iya, Nyonya."

Keakraban terjalin begitu saja di antara keduanya, ketika Ariana mengajaknya bercerita apapun rasanya nyambung kalau dengan Senja. Lalu, ide gila itu pun kembali menyerang pikirannya lagi.

"Senja, aku mau pulang!" pinta Ariana.

"Baik, Nyonya."

Senja kembali menggandeng tangan Ariana dengan sangat hati-hati. Mereka melewati segerombolan Ibu-ibu komplek yang sedang mengasuh anak-anaknya.

"Jeng Ariana, lagi sakit?" sapa salah satu dari mereka.

"Sedang masa pemulihan, Bu," jawab Ariana sambil tersenyum.

"Ya ampun, kasihan sakit terus. Kalau begitu kapan punya anaknya coba, Jeng?" sahutnya lagi.

Degh.

Ucapan seseibu itu membuat Ariana mengingat mertuanya, yang selalu mengatakan hal yang serupa tentangnya.

'Kapan punya anaknya kalau kamu sakit-sakitan terus, Ariana?'

"Yah, Jeng Ariana malah bengong!" timpal yang lainnya.

"Oh, maaf, Bu. Do'akan saja, ya, agar secepatnya di beri kepercayaan!"

"Iya, Jeng. Banyakin juga usahanya jangan cuma do'a doang!"

Lagi dan Lagi, Ariana merasakan hatinya perih. mendengar ucapan mereka yang terus melukainya.

"Kalau begitu, saya permisi," pamit Ariana.

Ia masih berusaha untuk tenang menghadapi mereka semua. Bukankah itu sering ia lakukan di depan Arisa, Mama mertuanya? Lalu, kenapa sekarang harus melow?

"Silakan, Jeng!"

Ariana menarik pergelangan tangan Senja, dan memintanya untuk mempercepat langkahnya.

Sesampainya di rumah. Ariana kembali mempercepat langkahnya dan langsung memasuki kamar miliknya. Bahkan, sapaan dari para pelayan yang berpapasan dengannya tak di gubrisnya sama sekali. Senja, mau tak mau mengekor terus demi menjaga sang majikan.

"Lihat, Senja! Bukan cuma mertuaku saja yang mencemoohku, tetapi mereka juga!" ucap Ariana dengan dada yang naik turun karena menahan amarah yang membuncah di dadanya.

"Mereka tidak tahu saja, aku juga sangat merindukan seorang bayi tumbuh di dalam rahimku, mereka tak pernah mengerti keadaanku, tapi mereka terus menyalahkanku. Senja, aku harus berbuat apa?"

"Yang sabar, Nyonya!"

Ya, hanya kata itu yang terucap dari bibir Senja. Kerena sebenarnya, ia juga tidak tahu apa-apa tentang majikannya. Ia hanya tahu, majikannya sakit dan sering masuk rumah sakit.

"Apa Nyonya mau saya ambilkan puding?" tawar Senja, ia mencoba mengalihkan kesedihan Ariana dengan menawarinya pusing coklat kesukaannya.

"Boleh. Terimakasih, Senja."

"Iya, Nyonya."

Senja melangkahkan kakinya ke dapur untuk mengambilkan puding coklat untuk Ariana. Ketika ia berpapasan dengan pelayan lain, ia akan tersenyum dan bersikap ramah, ia tak peduli dengan mereka yang membalasnya seperti apa.

"Senja, jangan karena kamu keponakannya kepala pelayan dan dekat dengan nyonya Ariana, kamu jadi belagu! Seharusnya, kamu bantu-bantu pelerjaan kami juga, bukan cuma menemani nyonya Ariana saja!" ujar Pelayan yang bertubuh tambun, entah siapa namanya.

"Maaf, Bu. Saya tidak mengerti apa maksud Ibu, saya permisi sudah di tunggu oleh nyonya."

"Dasar benar-benar belagu! Sepertinya memang harus di beri pelajaran dulu ini anak!" ujarnya lagi.

Sret!

Perempuan tambun itu menarik jilbab Senja dengan kuat. Hingga, tubuh kurus itu hampir saja terjengkang jika tak ada yang menangkapnya.

Hap!

Lelaki tampan dengan mata elang itu berhasil menangkap tubuhnya. Beberapa detik kemudian lelaki itu memandangi wajah Senja yang hampir tanpa jarak.

"Tuan," gumam Senja.

Sadar Senja dalam dekapan tangannya, ia segera melepaskan dekapannya dan ...

Prang!

Mangkuk berisi puding untuk majikannya, jatuh berserakan di lantai. Bukan cuma itu, tubuh Senja juga terjatuh begitu tangan kuat Sagara melepasnya. Suasana semakin kacau kala Ariana menghampiri mereka.

"Ada apa ini?" tanya Ariana. Ia menatap Sagara, Senja dan pelayan itu bergantian.

"Anu ... Nyonya, di-dia tadi tersandung dan jatuh." Pelayan bertubuh gemuk itu gelagapan.

"Apa itu benar?" tanya Ariana. Ia menatap Senja cukup tajam.

"Iya, Nyonya. Maaf karena keteledoran saya pudingnya jadi hancur."

"Oke, nggak pa-pa!"

"Bi Murni tolong bersihkan ini semua, ya!" titah Ariana pada pelayan tadi.

"Ba-baik, Nyonya."

"Senja, kamu istirahat saja, hari ini ada Mas Saga yang menemaniku!"

"Baik, Nyonya."

"Ayo, Mas!" ajak Ariana pada suaminya.

Sagara dan Ariana beranjak meninggalkan mereka. Sedangkan, Bi Murni yang merasa majikannya mulai tidak adil, sempat berpikir untuk mengerjai Senja lagi.

'Awas saja kamu, Senja!'

**

Di dalam kamar. Ariana duduk di tepian ranjang, wajahnya terlihat murung. Ia lebih sering menatap ke luar jendela demi menghindari tatapan Sagara yang sejak tadi memperhatikannya.

"Kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Saga. Hatinya mulai tak enak kala melihat ekspresi istrinya yang seperti itu.

"Apa tidak ada pertanyaan lain, selain menanyakan keadaanku yang menyedihkan ini, Mas?" jawab Ariana terkesan sinis.

"Sayang, tidak begitu maksudku. Tapi-"

"Tapi apa, Mas? potong Ariana dengan cepat.

"Kamu tak mengerti jadi aku, Mas!" lirihnya lagi.

"Sayang, aku mohon jangan begini terus, kamu akan sembuh dan kamu akan bisa punya anak. Percaya sama aku!"

"Hahaha, apa kamu bilang, Mas? Dokter saja sudah memvonisku mandul, lalu kamu kasih aku harapan. Untuk apa, Mas?" Ariana kembali meradang, karena ide gila itu benar-benar telah meracuni pikirannya.

"Lakukanlah apa yang kamu mau, Ariana. Aku sudah capek menghadapi sikap kamu yang seperti ini!" ucap Sagara. Ia mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi.

"Jadi kamu setuju kalau aku memintamu menikahi perempuan yang bisa melahirkan anak kita, Mas?" teriak Ariana.

"Terserah!"

Mendengar Sagara berkata demikian, Ariana menangis tersedu-sedu. Cukup sulit mendapat persetujuan dari Sagara, namun di sisi lain ada getaran aneh merasuki jiwanya, sanggupkah jika ia berbagi suami dengan perempuan lain?

__________

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Senja Yang Di Hadirkan   Akhirnya Pulang

    ***Dor!Suara tembakan memecah udara. Sagara mendorong Senja ke belakang sebelum tubuhnya sedikit tersentak. Peluru itu hanya menggores lengan kirinya, tapi cukup untuk membuat darah langsung merembes ke kemejanya. Riko cepat bergerak, menendang pistol dari tangan pria itu dan melumpuhkannya.Senja berlari mendekat, ia terlihat panik saat melihat rembesan darah di lengan kemeja Sagara. “Tuan! Kau terluka!”Namun Sagara hanya mengerutkan kening, menahan nyeri yang seolah tak mau diakui. “Ini bukan pertama kalinya aku berdarah,” gumamnya pelan. Ia berusaha berdiri tegak, seolah luka di lengannya tak berarti apa-apa.Riko memandang keduanya, lalu menatap jalan keluar. “Kita harus pergi sekarang. Sebelum mereka datang lebih banyak lagi!”Sagara mengangguk singkat. Ia meraih tangan Senja, menariknya lembut tapi tegas. “Kau ikut denganku.”Senja ingin menolak, tapi tak punya tenaga untuk berdebat. Matanya masih menatap luka di lengan pria itu, dan di saat yang sama, ia merasa seluruh per

  • Senja Yang Di Hadirkan   Maaf Dan Situasi Rumit

    *Malam itu lengang. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering yang tertiup di sepanjang gang sempit. Lampu jalan berkedip lemah, menciptakan bayangan panjang di antara rumah-rumah kontrakan yang saling berimpitan.Riko berdiri di depan pintu kontrakan kecil itu. Di tanah, dua pria berbaju hitam masih terkapar tak sadarkan diri. Napasnya masih memburu, sisa perkelahian singkat barusan membuat ototnya cukup menegang. Namun ia tahu, ia tak punya waktu lagi.Dari balik pintu, Senja terlihat ketakutan. Tubuhnya gemetar, tapi matanya masih berusaha tegar. Ia tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Yang ia tahu, malam ini sungguh mengerikan.“Mas Riko,” suaranya pelan, bergetar di antara napas yang tak beraturan. “Apa yang terjadi?”Riko menatapnya cepat, lalu menunduk sedikit, seperti tak ingin membuatnya panik. “Kita harus pergi sekarang, Non,” katanya datar tapi tegas. “Tempat ini sudah tidak aman. Ada orang yang datang mencarimu, dan mereka punya niat buru

  • Senja Yang Di Hadirkan   Pencarian

    *Rintik hujan jatuh perlahan, membasahi jalan-jalan kecil di pinggiran kota yang mulai sepi. Lampu jalan berkelap-kelip, sesekali padam karena sambaran angin. Riko melangkah perlahan, mantel hitamnya sudah setengah basah, tapi langkahnya mantap. Ia tahu, malam itu bukan malam biasa. Ini malam yang menentukan, antara kehilangan dan penebusan.Setelah perintah dari Sagara malam itu, Riko bergerak diam-diam. Ia tak ingin menunggu pagi. Bagi orang luar, ia hanyalah asisten pribadi keluarga Sagara, seseorang yang mengatur jadwal, mengurus keuangan, dan menjaga segala rahasia tetap rapi. Namun malam itu, Riko lebih dari sekadar asisten. Ia menjadi bayangan yang membawa rasa bersalah majikannya.Ia menelusuri setiap rumah sewa dan kontrakan di pinggiran kota, menanyakan keberadaan perempuan berkerudung yang datang beberapa hari lalu. Jawaban demi jawaban terdengar sama. Samar, tak pasti, seperti mencoba diingat dari mimpi. Namun Riko tak menyerah.Ia tahu, Sagara bukan pria yang mudah diger

  • Senja Yang Di Hadirkan   Ruang Yang Kosong

    *Langit sore itu kelabu. Di luar jendela kamar besar itu, hujan menetes perlahan, seperti meniru ritme napas seseorang yang lelah.Calesya duduk di tepi ranjangnya, mengenakan gaun satin warna kelabu muda yang kini tampak kusut. Rambutnya terurai berantakan, mata sembab, dan di tangannya masih tergenggam bingkai foto lama. Foto dirinya bersama Pak Brata.“Kenapa kau pergi secepat ini, Pa?” suaranya nyaris tak terdengar. “Kau bilang kita belum selesai, tapi kenapa kau menyerah begitu saja?”Tak ada jawaban, hanya gema suaranya sendiri yang memantul di dinding kamar luas itu. Di luar, suara petir terdengar samar, seolah menegaskan sepi yang melingkupi rumah megah itu.Calesya menatap bayangannya di cermin. Wajah yang dulu begitu terawat kini tampak asing. Seperti seseorang yang kehilangan arah.Ia berjalan ke arah meja rias, menatap wajahnya lama-lama sebelum menghempaskan bingkai foto ke lantai. Suara kaca pecah mengisi ruangan.“Semua karena mereka,” bisiknya pelan, lirih tapi syarat

  • Senja Yang Di Hadirkan   Pergi

    *Setelah mendapat perawatan di rumah sakit, Senja bersikeras meminta untuk pulang lebih cepat. Dokter sudah menahannya, tapi keras kepalanya membuat dokter mengizinkan dengan catatan tiga hari kemudian harus kontrol.Malam kembali turun dengan wajah kelam. Hujan belum berhenti sejak sore, menetes perlahan di jendela rumah besar milik Sagara. Di ruang tengah yang sepi, suara televisi menjadi satu-satunya kehidupan. Kabar kematian Pak Brata menjadi berita trending beberapa hari ini.“Pak Brata, pengusaha yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus kriminal, meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit--”Sebelum pembawa berita menyelesaikan siarannya, Sagara mematikan televisi tanpa ekspresi.Ia berdiri lama menatap layar gelap itu, lalu melangkah pelan menuju ruang kerjanya tanpa berkata apa pun.Sementara di sudut ruangan, Senja duduk diam di kursi panjang, masih mengenakan perban di bahunya.Sorot matanya redup, seolah sebagian jiwanya ikut tertinggal di antara denting hujan.

  • Senja Yang Di Hadirkan   Rindu Dan Kekecewaan

    *Malam itu rumah sakit sepi. Hujan masih jatuh dari langit, menetes di jendela, menimbulkan suara samar seperti detak jam yang terlalu pelan. Di lorong panjang itu, lampu-lampu putih menyala temaram, dan aroma obat-obatan bercampur dengan sisa bau darah yang belum sempat benar-benar hilang.Senja terbaring di ranjang perawatan, matanya berat, kepalanya berdenyut, dan bahunya terasa seperti terbakar. Sekilas, ia pikir dirinya masih berada di tengah baku tembak, tapi begitu sadar, suara mesin monitor dan dinginnya selimut rumah sakit menyadarkan semuanya. Ia selamat.Namun, yang pertama kali ia lihat bukanlah wajah perawat atau dokter, tapi punggung seseorang yang duduk di kursi dekat jendela. Sagara.Ia tidak bergerak. Tidak juga menoleh. Hanya duduk di sana dengan postur tegak, tangan menggenggam lutut, dan tatapan mengarah ke luar jendela, ke langit malam yang basah.“Tuan,” ucapnya dengan suara yang serak.Sagara tidak menjawab. Bahkan tidak ada gerakan kecil di bahunya. Hening itu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status