Share

Masalah Yang Rumit

Author: Tyarasani
last update Last Updated: 2022-05-24 12:01:55

**

Ariana menatap wajah polos lelaki yang tidur di sampingnya. Penyesalan terus saja menghantui dirinya. Andai dulu ia tak melanjutkan hubungan ini, mungkin Sagara tak akan menderita seperti sekarang. Percayalah, di benci oleh ibu kandung sendiri itu sangat menyakitkan.

Semua itu bermula ketika Arisa menyodorkan beberapa gadis yang siap memberinya keturunan. Mereka tak masalah di jadikan perempuan kedua. Namun, Sagara menolaknya dengan dalih ia hanya bisa mencintai Ariana.

"Maaf, Ma aku hanya mencintai Ariana."

"Cintamu pada perempuan mandul itu tak bisa membuat dia bisa mengandung dan melahirkan anak kamu, Saga!" teriak Arisa waktu itu.

"Aku tidak membutuhkan kehadiran anak di dalam pernikahan kami, karena tanpa anakpun, kami sudah cukup bahagia."

"Bulshit! Saat kamu tua nanti, kamu akan sangat menyesal telah bicara seperti ini padaku, Saga!"

"Mas, Ma, tolong hentikan perdebatan ini! Aku minta maaf karena belum bisa memberikan Mama cucu, tapi kami sedang berusaha, kok!" sela Ariana dengan tangisan yang sudah tak bisa ia bendung lagi.

Sagara melotot ke arah istrinya. Ia tahu betul penyakit apa yang sedang di derita istrinya, sehingga Dokter memvonisnya. Kemungkinan terbesar Ariana bisa hamil itu cuma 1% saja.

Ariana membalas tatapan suaminya dengan rasa takut. Tapi, lama-lama ia bisa stres ketika mendengar makian mertuanya terhadap dirinya yang memang keterlaluan.

Sebenarnya, Arisa tidak mengetahui kalau Ariana memang benar-benar di vonis mandul. Tetapi, dia nggak tahu saja sudah menyarankan untuk poligami. Apalagi, jika Arisa tahu kalau Ariana memang mandul.

'Ya Tuhan, ampuni aku yang mencintai hamba-MU dengan berlebihan!' ucapnya dalam hati.

Dingin, itulah kata yang pantas untuk Sagara. Setiap kali Ariana berdiskusi tentang bagaimana mendapatkan anak tanpa ia harus mengandung jawabannya selalu dingin. Lelaki berusia 30 tahun itu seperti tak tertarik sama sekali.

Puncaknya, ketika Ariana mencoba melakukan bunuh diri dengan menegak puluhan obat penenang, hingga ia tak sadarkan diri dengan mulut berbusa. Beruntungnya, Bi Riris menemukannya tepat waktu dan segera membawanya ke rumah sakit.

**

Malam itu Ariana merasakan haus yang luar biasa. Namun, ketika ia melihat gelasnya yang telah kosong, ia hanya sanggup menelan salivanya.

"Huh, gara-gara Mas Saga bentak-bentak Senja, aku jadi lupa minta dia untuk mengisi gelasku terlebih dahulu!" gerutu Ariana.

Ia beranjak turun dari ranjangnya, berjalan dengan pelan karena ia tak mau langkahnya sampai membangunkan suaminya yang sedang tertidur.

Ketika di dapur Ariana segera mengisi gelasnya. Pendengarannya, samar-samar menangkap lantunan ayat suci Al-Qur'an dari arah belakang. Di mana di sana hanya di peruntukkan untuk kamar para pelayan.

Rasa penasaran membawa langkahnya ke kamar Senja. Karena, ternyata gadis itu lah yang sedang mengaji malam-malam begini. Tidak cukup keras tapi entah mengapa Ariana merasa tertarik hingga mendatangi gadis itu di kamarnya.

Ariana mengurungkan niatnya saat akan mengetuk pintu. Ia takut mengganggu, kemudian ia hanya mendengarkan Senja yang masih mengaji di depan pintu kamar gadis itu.

"Nyonya Ariana, sedang apa di sini?"

Bi Riris membuat majikannya kaget, lalu ia meletakkan telunjuknya di bibirnya yang mungil dan berkata, "sutt, aku sedang mendengarkan Senja mengaji, Bi."

"Kenapa nggak masuk saja? Di sana Nyonya bisa mendengarkan sambil duduk, ngga berdiri seperti ini!" usulnya lagi.

"Tidak perlu, Bi. Aku juga cuma sebentar, kok. Lagipula, aku harus kembali ke kamar, Mas Saga sudah menungguku."

"Oh, begitu."

"Iya, Bi. Aku permisi, ya!"

"Silakan, Nyonya."

Bi Riris hanya menggelengkan kepalanya. Sebenarnya ia heran dengan sikap majikannya yang tak biasa masuk area kamar pelayan, kali ini sikap majikannya memang sedikit mencurigakan.

"Ada-ada saja!" gumamnya, lalu Bi Riris kembali masuk ke dalam kamarnya.

Belum sempat Bi Riris masuk, Senja membuka pintu kamarnya.

"Ada apa, Bude? Tadi bicara sama siapa?" tanya Senja penasaran.

"Ah, itu tadi nyonya Ariana kesini, mungkin dia butuh kamu. Tapi, mendengar kamu sedang mengaji, jadi tak jadi," jelas budenya.

"Oh, astaga. Dia butuh apa, ya?" gumam gadis itu dengan wajah terlihat sedang berpikir.

"Sudah, biar saja. Toh, dia sudah balik ke kamarnya. Lagipula, ada tuan Saga yang menemaninya."

"Mending kamu cepat tidur dan jangan lupa kamu bangun jam 04:OO subuh, ya!"

"Siap, Bude."

Senja segera menutup pintu kamarnya. Ia membuka mukena yang masih di kenakannya. Lalu melipat dan menaruhnya di dalam lemari kecil.

Kamar ini lebih besar dari ukuran kamar di rumahnya. Tiba-tiba saja ingatan Senja tertuju pada sang Bapak yang sedang sakit.

'Bapak yang kuat, ya! Aku janji begitu aku menerima gaji pertamaku akan kuberikan seluruhnya untuk berobat Bapak,' batinnya. Tak terasa bulir bening jatuh di sudut matanya.

Senja bukan anak yang di manja, tapi berkat didikan kedua orang tuanya, keinginan untuk berbakti pada orang tuanya sangatlah besar tertanam dalam jiwanya.

**

Hingga tengah malam, Ariana benar-benar tak bisa memejamkan matanya barang sebentar pun. Ide-ide itu bermunculan ketika menatap suaminya yang sedang tertidur. Apalagi, ia melihat gerak gerik Senja yang mengagumkan.

Ariana merasakan cinta yang menggebu bercampur dengan rasa kasihan yang mendalam terhadap suaminya. Bagaimana tidak, beberapa tahun belakangan ini ia jarang sekali memberinya nafkah batin untuk Sagara.

Ariana sangat paham, ukuran usia Sagara yang masih terbilang muda pasti sangat merindukannya. Tapi apa mau di kata, ketika ia memaksakan untuk melakukannya, pasti kesehatan Ariana terganggu. Sungguh, ia berada di posisi serba sulit.

Terpaksa. Ariana mengambil satu butir obat penenang dan segera meminumnya agar ia bisa tidur dengan tenang. Besok ia harus bisa bangun lebih awal lalu memikirkan bagaimana caranya agar bisa berdiskusi dengan suaminya dari hati ke hati.

**

"Selamat pagi, Ariana!" Satu kecupan mendarat di kening istrinya yang terlihat pucat.

"Selamat pagi juga, Mas!" ucap Ariana pelan.

"Wajahmu, pucat? Apa yang kamu rasakan, kamu sakit lagi?" tanya Sagara bertubi-tubi.

"Tidak, Mas. Aku baik-baik saja."

"Kalau kamu merasakan sakit lagi, kita bisa berangkat ke rumah sakit sekarang, mau?" Sagara sedikit membujuknya.

"Tidak perlu, Mas! Aku baik-baik saja, cuma ...." Ariana membiarkan ucapannya menggantung demi melihat respon dari Sagara.

"Cuma apa?" tanya Sagara penasaran.

"Cuma mau dengar, apa jawaban yang kamu pilih tentang permintaanku kemarin?" jawab Ariana dengan gugup.

"Ah, Sayang ini masih terlalu pagi untuk berdebat!" kilah Sagara mengusap wajahnya dengan kasar.

"Apa aku salah ingin membahagiakan kamu? Membahagiakan orang tuamu? Bahkan, aku sangat rindu harum bayi di rumah ini," ucap Ariana sambil menangis.

"Jelas salah jika harus mengorbankan perasaanmu sendiri, Ariana!"

"Lalu, yang benar menurutmu yang bagaimana, Mas? Mengorbankan perasaanmu? Perasaan kedua orang tuamu juga. Begitu, Mas?" tanya Ariana dengan tatapan yang sangat tajam bagai belati.

"Ariana, sudah!"

"Kenapa, Mas? Kenapa kamu diam? Bukankah, lebih baik jika aku sendirian yang berkorban untuk kalian semua? Lagipula, mungkin umurku sudah tidak akan lama lagi!" lirih Ariana.

"Cukup Ariana! Aku tidak ingin mendengar kata-kata itu lagi terucap dari bibirmu!" teriak Sagara. Emosinya mulai naik ke ubun-ubun, karena mengahadapi ide gila yang di sodorkan oleh istrinya.

"Itu kenyataannya, Mas! Bahkan, mungkin saja besok atau lusa aku sudah tidak ada lagi di samping kamu!"

Entah kenapa emosi Sagara seakan-akan sudah mencapai puncak, ia mengangkat tangannya ke atas hendak menampar Ariana. Namun, dalam hitungan detik senja berhasil menerobos masuk ke dalam kamar majikannya yang tak terkunci. Dengan cepat ia memeluk Ariana, hingga wajah Ariana terselamatkan dari tangan Sagara. Sebagai gantinya, tangan itu mendarat di kepala bagian belakang gadis itu.

"A-apa yang kamu lakukan?"

________________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Senja Yang Di Hadirkan   Tiga Tahun kemudian

    *** Tiga tahun kemudian .... Dimana tahun-tahun itu cukup menguras air mata, menanggung beban rindu pada putra kembarnya yang entah ada di mana. Entah mengapa, janji-janji pasangan suami istri itu menguar dan tak terbukti sama sekali. Dua tahun yang lalu sang Bapak meninggal karena sakitnya yang kembali kambuh. Kemudian tiga hari yang lalu duka itu kembali di susul oleh sang Ibu yang juga meninggalkannya. Kini, ia tak punya siapa-siapa lagi yang bisa menguatkan dirinya untuk tetap bersabar dengan jalan hidup yang benar-benar sangat pahit untuknya. “Senja, selanjutnya apa yang akan kamu lakukan?” tanya Zara, yang sejak tiga tahun lalu membersamainya. Bahkan, Zara dan orang tuanya yang membantu mengurus pemakaman ibunya. “Aku akan melanjutkan hidupku dan kembali ke kota untuk mencari keberadaan putraku, Za.” “Apa kau yakin?” “Harus yakin.” Senja menjawab singkat, tapi ia memang sudah memikirkan ini jauh-jauh hari, bahkan sebelum ibunya sakit-sakitan. “Jika memang ini sud

  • Senja Yang Di Hadirkan   Hanya Tinggal Janji

    Senja Yang di Hadirkan 39**Beberapa jam berlalu dan kesadaran Senja mulai kembali, ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia merasa ada yang tengah menepuk-nepuk pipinya dengan lembut dan berharap itu suaminya.Harapannya memang terlalu tinggi untuk perempuan seperti dirinya yang berstatuskan istri siri juga sebagai istri rahasia. Karena begitu ia membuka matanya bukan Sagara yang ia temukan melainkan Ariana."Kakak," gumam Senja. Seketika harapan yang sebelumnya menggebu, perlahan menguap dan hilang bersama udara yang mulai membuatnya menggigil kedinginan."Bagaimana keadaanmu, Senja?" tanya wanita itu pelan."A-aku," Senja berusaha mengingat apa saja yang sudah ia lewati, kemudian tangannya menyentuh perutnya yang mulai terasa sakit dan mulai kebingungan. "Di mana bayiku? A-aku tadi akan melahirkan dan aku tak ingat apa-apa lagi setelah itu," jelas Senja, namun lebih mirip meracau dan keringat dingin mulai mengucur di ken

  • Senja Yang Di Hadirkan   Perjuangan Senja

    ** Sagara kembali ke kantor dan tentunya di sambut baik oleh Arisa dan Alex juga Calesya. Namun, Sagara tak mau membuat mereka tersenyum lega, karena Sagara mengajak Ariana turut serta."Selamat datang kembali di perusahaan Adijaya, anakku! Kantor ini terasa sepi tanpa kehadiran pemimpin seperti kamu!" sambut Alex sambil tersenyum bahagia. "Terimakasih, tapi aku rasa ini terlalu berlebihan, Pa," sahut Sagara. Ia terus berusaha mengendalikan egonya yang sebenarnya tak terima dengan mereka yang selalu ikut campur dalam urusannya, termasuk memata-matai dirinya."Tidak apa-apa, ini tak seberapa dengan hasil yang akan di capai oleh kamu nantinya, Sayang!" sela Arisa dengan senyum yang mengembang. "Mana Riko? Apakah dia tak ikut bersamamu?" selisik Arisa, ia menyipitkan matanya mencari mejujuran di sorot mata elang putranya."Riko sedang ada urusan, Mama." "Oh, baiklah kita akan segera memulai makan-makan, ya!" u

  • Senja Yang Di Hadirkan   Senja Kembali Di Asingkan

    Senja Yang Di Hadirkan 37**Sagara benar-benar menghabiskan hari itu bersama wanita keduanya, kebahagiaan yang tercipta membuat ia melupakan masalahnya dengan orang tuanya. Bahkan, ia lupa ada orang yang tengah mengincar keberadaannya di kota ini. "Aw!" pekik Senja sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Kenapa?" tanya Sagara panik."Tidak apa-apa, cuma gerakannya membuat tulang saya terasa ngilu," jawab Senja sambil tersenyum."Uh ... kembarnya Ayah, lagi nakalin Bunda,ya?" bisik Sagara di perut buncit istri keduanya."Jangan kencang-kencang nendangnya, ya! Nanti Bunda kesakitan," sambung Sagara, tangannya lihai mengelus perut Senja sengan lembut."Permisi, Tuan Saga," ucap Riko menggagetkan keduanya hinga baik Senja ataupun Sagara terlihat gugup."Tak bisakah kamu mengetuk pintu dahulu, sebelum masuk ke dalam rumah?" gerutu Sagara menahan kesal. "Saya sudah mengetuk pintu depan beberapa

  • Senja Yang Di Hadirkan   Campur Tangan Mereka

    Senja Yang Di Hadirkan 36**Brak!!Sagara menggebrak meja di depannya dengan kuat, melampiaskan semua kekesalannya pada Calesya yang telah membuat mamanya selalu mencampuri dan menyentuh ketenangan rumah tangganya.Sementara itu, Riko melihat Nyonya Arisa bersama gadis yang selalu mengejar Sagara keluar dari ruangan itu dengan langkah gontai, bahkan kilat amarah terlihat dari raut wajah Nyonya Arisa. Setelah mereka melewatinya, ia segera mengecek keadaan Sagara di ruangannya."Tuan Saga, apa anda baik-baik saja?" tanya Riko dengan cemas ketika ia mengetuk pintu dan Sagara tak menjawab atau mempersilakannya untuk masuk."Mood-ku sedang buruk, Riko," desisnya pelan. "Apa yang terjadi?" tanya Riko, penasaran."Mama minta aku untuk tetap menikahi Calesya," jawab Sagara pelan, wajahnya terlihat sangat gundah gulana."Bukankah Nyonya Arisa sudah membatalkan perjanjian itu, lantas kenapa perjodohan itu harus

  • Senja Yang Di Hadirkan   Jangan Panggil Aku Mama!

    **Ariana dan Sagara telah bersiap untuk kembali ke kota J, di mana istana yang berdiri kokoh dan menjadi saksi bisu perjalanan rumah tangganya yang tak jarang di hantam badai. Namun, karena keduanya saling mencintai, mereka berhasil melaluinya tanpa tapi."Apa kamu sudah siap, Sayang?" tanya Sagara, ia mendekat pada istrinya yang tengah menyisir rambut yang mulai menipis."Sudah," jawab Ariana setengah berbisik."Kamu sudah pamit dengan Senja, Mas?" sambung Ariana, mendongak sebentar menatap suaminya."Sudah. Cuma ... mungkin aku akan sering datang ke sini untuk menemaninya. Apa kamu setuju?" Sagara menatap Ariana lewat pantulan cermin di depannya."Em, apa dia kesepian?""Masalah itu aku nggak tau, hanya saja aku harus memastikan calon kembarku baik-baik saja, bukankah anak yang sehat terlahir dari ibu yang bahagia. Aku khawatir Senja tertekan di tempat ini sementara kalau di rumah utama itupun tak aman untuk

  • Senja Yang Di Hadirkan   Mesin Pencetak Anak

    **Ariana menyambut kabar bayi kembar yang tengah berkembang di dalam rahim Senja dengan rasa haru. Ia menekan rasa cemburunya agar tak berlebihan dan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.Senja sangat senang ketika dokter yang menanganinya memperbolehkan untuk pulang ke rumah. Ia cukup bosan dengan aroma dan suasana rumah sakit, meskipun sesekali perawat akan datang dan menemaninya bicara. Sementara Sagara selalu sibuk dengan aktivitasnya, Entah itu sibuk dengan pekerjaan atau mengurus Kakak madunya yang memang rentan sakit juga."Kamu tiduran saja, Senja! Jika kamu perlu sesuatu kamu bisa meminta padaku atau pada Bi Arum, ya!" ucap Ariana."Iya, Kak." "Tolong, jaga dua malaikatku, ya!"Degh!Entah kenapa mendengar kata-kata itu Senja merasakan hatinya teramat perih. Bahkan, rasa itu terasa hingga ke dasar hatinya. Air mata mulai merebak di pipinya dengan dada yang berguncang hebat akibat tangisnya yang mu

  • Senja Yang Di Hadirkan   Apa Kamu Mencintai Senja?

    **Ariana gelisah melewati malam-malam tanpa suaminya, apalagi ketika ia mencoba mendapati nomor ponsel sang suami dan Adik madunya yang tak aktif-aktif sejak sore tadi."Astaga, jangan-jangan terjadi sesuatu yang buruk dengan Senja," gumamnya. Ia semakin khawatir, bahkan sampai di ujung malam pun matanya masih terjaga.Menjelang pagi, Ariana mencoba menghubungi suaminya kembali. Namun, lagi-lagi sambungan teleponnya terhubung dengan operator."Argh, kamu kemana sih, Mas?" gumam Ariana. Ia tak bisa lagi menyembunyikan semua kecemasan di hatinya.Ide bermunculan di kepalanya, kemudian ia mencoba menghubungi Riko, asisten sang suami. Ia yakin Riko tahu sesuatu dan memintanya untuk mengirimkan alamat rumah sakit di mana Senja sedang di rawat tersebut. Ting.Pesan balasan dari Riko sudah masuk, ia membaca sekilas isi pesan itu kemudian ia meminta sopir di rumahnya untuk mengantarkan nya ke alamat tersebut.

  • Senja Yang Di Hadirkan   Bertemu Calesya

    **Perempuan cantik dengan tubuh tinggi semampay berjalan terburu-buru masuk ke dalam rumah sakit. Sesampainya di depan ruangan dokter Hilma, ia mengetuk pintu ruangan itu terlebih dahulu."Masuk!" teriaknya dari dalam. "Selamat malam, Kak Hilma," ucap Calesya."Hai, Calesya. Akhirnya kamu datang juga!" sambut dokter Hilma pada Calesya, adik sepupunya. Mereka berpelukan sebagai bentuk meluapkan rasa rindunya yang sudah beberapa bulan tak berjumpa."Maaf, ya, aku kemarin nggak bisa datang ke acara pernikahanmu. Aku benar-benar ada urusan di luar negri, padahal aku ingin sekali datang untuk melihat Kakak sepupuku duduk di pelaminan." Calesya berucap dengan wajah sedih."Tidak apa-apa. Aku paham jadwalmu sibuk, Calesya." "Terimakasih, untuk pengertianmu. Oya, ini aku bawa sesuatu untukmu!" Calesya menyodorkan amplop warna putih ke hadapan sepupunya."Apa ini?" tanya Hilma. Perempuan itu mengernyitkan ke

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status