Share

5. Jawab jujur!

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2025-11-03 15:44:04

"Ja-jangan, Om!"

Aku langsung memeluk tubuhnya erat, menahannya saat dia hendak menarik diri dari atas tubuhku. Aku tidak ingin dia marah padaku, aku tidak ingin dia mengakhiri permainan ini. Jika dia beneran marah dan tidak jadi meneruskan aktivitas ini, otomatis aku tidak bisa hamil. Impianku untuk mewujudkan keinginan suamiku akan sirna begitu saja.

"Kalau begitu jawab jujur, tapi berikan jawaban yang membuat Om senang." Tatapannya tajam menusuk, seolah bisa membaca setiap pikiran dan perasaanku. Aku tahu, aku tidak bisa berbohong padanya.

"Lebih enak bercinta dengan Om!" Jawabku sedikit lantang, berusaha meyakinkan.

"Serius?" Dia menatapku penuh selidik, tampak belum sepenuhnya yakin dengan jawabanku.

"Iya, serius, Om." Aku mengangguk cepat, dengan wajah memelas.

"Kalau begitu, cium bibir Om sekarang juga."

Tanpa menjawab, aku menurut untuk mencium bibirnya.

Wajah Om Bagas langsung berseri, dia tersenyum senang. "Baiklah... Ayok kita teruskan permainan ini! Om akan membuatmu terus merintih keenakan!"

Om Bagas kembali melakukan penyatuan, dan sekali hentakkan membuatku melayang ke angkasa. Sensasi nikmat itu kembali menyerbu, kali ini lebih dahsyat dari sebelumnya. Aku mencengkeram bahunya erat dan menutup bibirku, mencoba menahan diri agar tidak kehilangan kendali.

"Lepaskan saja, Sayang... Om mau mendengar suara desahanmu." Om Bagas segera menarik tanganku, hingga membuat suara itu meluncur dibibirku.

"Aahh ...."

*

*

*

Aku membuka mata dengan sentakan kecil, terkejut mendapati diri terlelap begitu lama.

Biasanya, jangankan berkali-kali, satu kali orgasme saja sudah merupakan keberuntungan langka untukku. Karena biasanya Mas Bilal selalu lebih dulu mencapai puncak, meninggalkanku dengan perasaan hampa.

Namun kali ini... bersama Om Bagas, kenikmatan itu datang berulang-ulang, membanjiri tubuhku hingga lemas tak berdaya. Bahkan lututku masih terasa bergetar hebat, sisa-sisa gelombang dahsyat yang baru saja berlalu.

Dengan gerakan perlahan, hampir tanpa tenaga, tanganku meraih tas yang tergeletak di atas nakas. Jantungku berdebar tak karuan saat melihat jam di ponsel pukul 7 malam.

Ya Allah, Mas Bilal pasti sudah pulang kerja. Bagaimana ini? Apa yang harus kukatakan?

Tadi siang aku memang sudah pamit, ingin pergi ke rumah sakit untuk berkonsultasi kepada Om Bagas. Tapi jika dilihat jarak jamnya sekarang, itu sudah cukup lama dan bisa mengandung kecurigaan besar.

"Kamu sudah bangun, Sayang?" Suara berat dan serak Om Bagas menyapa telingaku, sentuhannya bagai aliran listrik yang membuat bulu kudukku meremang. Tangannya melingkari pinggangku dengan posesif, menarikku mendekat hingga punggungku menempel di dadanya yang bidang. Bibirnya mengecup lembut ceruk leherku, meninggalkan sensasi hangat yang menggelitik. "Kamu tadi liar juga, ya? Om sampai nggak percaya," bisiknya takjub, napasnya menerpa kulitku. Matanya berbinar penuh nafsu.

Liar katanya? Apanya coba yang liar.

"Om juga nggak kalah liar," jawabku lirih, berusaha menyembunyikan kepanikan yang mulai melanda. Aku mencoba tersenyum, namun bibirku terasa kaku. "Terima kasih sudah membantuku, Om. Aku sangat berharap bisa segera hamil." Tanganku bergerak tanpa sadar, mengelus perutku dengan gerakan lembut dan penuh harap.

"Sama-sama, Sayang," balas Om Bagas lembut, namun ada nada posesif yang tersirat dalam suaranya. Aku mencoba bangkit dari tempat tidur, namun dia menahanku dengan erat. "Mau ke mana? Apa kamu ingin ronde berikutnya? Bagaimana kalau kali ini kamu yang memegang kendali? Kamu yang di atas?" tanyanya dengan nada menggoda, menarik selimut yang menutupi tubuhku. Aku menahannya dengan sekuat tenaga.

"Bukan begitu, Om. Aku harus pulang."

"Pulang? Tapi Om sudah memesan kamar ini untuk semalam, Sayang." Dia mengelus pipiku dengan ibu jarinya, tatapannya memohon.

"Maaf, Om, tapi suamiku pasti sudah pulang kerja dari tadi. Dia pasti sekarang sedang menungguku di rumah," ujarku dengan nada memohon.

Lagipula, aku memang tidak berniat untuk menginap dengannya. Niatku hanya satu, mendapatkan benih darinya. Jadi, setelah bercinta, aku harus segera pulang. Hanya itu tujuanku.

"Apa suamimu menghubungimu? Apa dia bertanya kamu ada di mana?" tanya Om Bagas, menyelidik.

"Belum sih, tapi mungkin sebentar lagi dia ...." Kalimatku terhenti saat ponselku tiba-tiba berdering nyaring. Jantungku mencelos ke dasar perut. Mataku membulat ngeri saat melihat nama Mas Bilal tertera di layar. "Tuh kan, Om! Suamiku menelepon! Dia pasti curiga karena aku terlalu lama izin bertemu dengan Om!" seruku panik, suaraku bergetar tak terkendali. Aku membayangkan wajah Mas Bilal yang murka, amarahnya yang meledak-ledak.

Jika sampai dia tahu apa yang telah kulakukan di belakangnya... Pasti, tanpa ampun, dia akan menjatuhkan talak padaku saat itu juga. Itu adalah mimpi buruk terbesarku.

"Angkat dulu teleponnya, Sayang. Tenang, jangan panik," saran Om Bagas dengan nada lembut yang kontras dengan kekalutanku.

Tangannya bergerak mengusap rambutku, mencoba menenangkanku. Berbeda denganku yang sudah seperti kebakaran jenggot, dia justru bersikap tenang, bahkan menyunggingkan senyum manis yang membuatku sedikit kesal.

"Tapi Om diam dulu, ya? Jangan bicara apa pun. Biar aku sendiri yang mencari alasan," jawabku memperingatkan, khawatir dia akan keceplosan sesuatu yang membuat Mas Bilal curiga.

"Oke, Sayang!" Dia menyahut dengan nada riang, lalu dengan santainya mencium bibirku sekilas.

Ya ampun, dia ini! Padahal urusan kami sudah selesai, tapi masih saja berani menciumku seenaknya.

"Halo, Mas ....," ucapku dengan suara bergetar, berusaha menahan rasa panik yang bergejolak di dada.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuh Aku, Om Dokter!   6. Lembur sampai pagi

    "Hari ini aku lembur sampai pagi, jadi kamu nggak usah menungguku pulang."Suara Mas Bilal dari telepon terasa dingin dan singkat, seolah tidak ada waktu untuk berbicara lebih lama. Apakah dia masih marah padaku, karena aku menasehatinya untuk berhenti main judi?"Lembur sampai pagi?!" ulangku dengan dahi yang berkerut rapat, mataku memandang layar ponsel yang sudah mati seolah tidak percaya. Merasa heran sekali. "Kok tumben lembur segala, sampai pagi lagi, Mas?"Rasanya memang aneh, seperti ada yang tidak pas. Selama bekerja jadi CEO, Mas Bilal tidak pernah lembur—bahkan dia lebih sering bolos tak masuk kerja dan memilih nongkrong dengan teman-temannya di cafe untuk bermain judi."Iya, lagi banyak kerjaan dan nggak bisa ditunda sampai besok. Sudah dulu, ya, aku tutup teleponnya.""Tapi, Mas, aku—"Padahal aku belum selesai bicara, tapi bunyi "klik" dari telepon menandakan dia sudah mematikkannya.Aku menghela napas panjang, dada terasa sesak. Ada bagusnya sebenarnya dia mengatakan le

  • Sentuh Aku, Om Dokter!   5. Jawab jujur!

    "Ja-jangan, Om!"Aku langsung memeluk tubuhnya erat, menahannya saat dia hendak menarik diri dari atas tubuhku. Aku tidak ingin dia marah padaku, aku tidak ingin dia mengakhiri permainan ini. Jika dia beneran marah dan tidak jadi meneruskan aktivitas ini, otomatis aku tidak bisa hamil. Impianku untuk mewujudkan keinginan suamiku akan sirna begitu saja."Kalau begitu jawab jujur, tapi berikan jawaban yang membuat Om senang." Tatapannya tajam menusuk, seolah bisa membaca setiap pikiran dan perasaanku. Aku tahu, aku tidak bisa berbohong padanya."Lebih enak bercinta dengan Om!" Jawabku sedikit lantang, berusaha meyakinkan."Serius?" Dia menatapku penuh selidik, tampak belum sepenuhnya yakin dengan jawabanku."Iya, serius, Om." Aku mengangguk cepat, dengan wajah memelas."Kalau begitu, cium bibir Om sekarang juga."Tanpa menjawab, aku menurut untuk mencium bibirnya.Wajah Om Bagas langsung berseri, dia tersenyum senang. "Baiklah... Ayok kita teruskan permainan ini! Om akan membuatmu terus

  • Sentuh Aku, Om Dokter!   4. Bibirmu manis

    Ceklek~Pintu kamar mandi perlahan terbuka, menampilkan sosok Om Bagas yang keluar dengan balutan handuk kimono hotel. Aku refleks menelan ludah dan terkesima sesaat.Selama ini, aku hanya melihatnya sebagai pria tampan yang ramah. Namun, pemandangan di depanku ini membuka dimensi baru—seksualitas yang tak terduga.Dia begitu seksi!Sinar matahari siang yang masuk melalui jendela kamar hotel menerpa tubuhnya, menonjolkan setiap lekuk ototnya yang terlatih."Maaf menunggu lama, soalnya tadi Om mandi pakai banyak sabun biar wangi," ucapnya lembut, langkahnya mendekatiku. Aroma sabun yang kuat dan segar menyeruak, memenuhi indra penciumanku. Bukan pusing yang kurasa, melainkan desiran aneh yang membangkitkan gairah."Nggak lama kok, Om. Santai saja," jawabku, berusaha menyembunyikan kegugupan. "Oh ya... tadi hape Om bunyi. Ada yang telepon, namanya Karin," kataku sambil menunjuk ponselnya di atas nakas. Nada bicaraku sedikit khawatir, takut ada urusan penting."Karin?" Om Bagas mengulang

  • Sentuh Aku, Om Dokter!   3. Ganas di ranjang

    "Om 'kan bisa dapat kepuasan. Jadi Om nggak perlu jajan sama cewek lain, bisa hemat duit." Aku mencoba memberikan alasan yang masuk akal, meskipun aku tahu itu terdengar konyol."Enak saja jajan, kamu pikir Om cowok apaan? Om cowok baik-baik, Sayang!" Dia membela diri, dengan nada sedikit tersinggung."Masa sih, Om nggak pernah jajan?" Rasanya tidak mungkin. Seorang pria yang sudah lama menduda, tidak mungkin tidak pernah tergoda untuk mencari kesenangan di luar. Aku tidak percaya itu."Iyalah. Om 'kan sudah lama jadi dokter kandungan, nggak mungkin Om melakukan hal seperti itu. Jajan diluar 'kan bisa menyebabkan penularan penyakit seksual dan Om nggak akan melakukan hal itu." Dia menjelaskan dengan nada meyakinkan, tapi aku tetap merasa curiga."Kan bisa pakai ko*ndom." Aku menyarankan, mencoba menggodanya."Meski pakai pengaman, tapi tetap saja nggak menutup kemungkinan kalau penularan HIV itu bisa terjadi." Dia menjawab dengan nada serius."Terus, selama ini ... kalau Om pengen, gi

  • Sentuh Aku, Om Dokter!   2. Hamili aku!

    "Sentuh aku, Om! Hamili aku!" pintaku dengan suara lantang, memecah kesunyian ruangan Om Bagas. Kata-kata itu meluncur begitu saja, tanpa persiapan, tanpa basa-basi.Setelah tadi sempat merenung di antara air mata dan keputusasaan, aku akhirnya berhasil mendapatkan ide. Sebuah ide yang gila, ekstrem, dan mungkin juga nekat. Tapi aku pikir, di situasi seperti ini, tidak ada pilihan lain. Dan hanya Om Bagas lah, satu-satunya orang yang bisa menolongku.Selain Om Bagas adalah dokter kandungan langgananku, yang sudah tahu seluk-beluk masalah reproduksiku, hanya dia satu-satunya pria lain yang kukenal secara akrab. Pria yang kupikir bisa kupercaya.Selain itu, dia juga berstatus duda. Jadi, secara logika, akan aman. Tidak akan ada istri yang marah, tidak akan ada keluarga yang terluka. Hanya aku dan dia, dalam sebuah kesepakatan rahasia."Kamu bicara apa, Sayang?" Om Bagas tampak terkejut. Matanya membulat sempurna, nyaris keluar dari tempatnya. Ekspresinya antara kaget dan tidak percaya.

  • Sentuh Aku, Om Dokter!   1. Lepaskan saja

    "Lepaskan saja, Sayang... Om mau mendengar suara desahanmu."Om Bagas menarik tanganku yang sejak tadi kaku menutupi bibir. Aku sudah berusaha sekuatnya menahan setiap bunyi yang ingin keluar, rasa malu itu terlalu besar, seolah semua mata di dunia memandang.Hanya sekejap, tanganku terlepas. Suara kecil langsung lolos dari bibirku."Aahh ....""Naahh... begitu dong! Om 'kan jadi lebih semangat, Sayang!" Dia tersenyum lebar, dan gerakannya sedikit memacu.Aku tidak bisa menyangkal. Rasanya benar-benar berbeda, lebih dalam, lebih menyentuh bagian yang pernah kubiarkan terpendam. Lebih nikmat dari apa yang pernah aku rasakan bersama suamiku. Tapi tepat pada saat itu, rasa bersalah kembali menyergap dengan kuat.Wajah Mas Bilal terus muncul di depan mata. Senyumnya yang jarang muncul akhir-akhir ini, juga suaranya yang selalu bicara dengan nada tinggi. Aku merasa gelisah, jantungku berdebar kencang.Apakah yang kulakukan sudah benar? Atau, aku hanya mencari alasan untuk mengkhianatinya?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status