Share

Bab 8 : Tegang

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-10 08:52:10
"Pagi ini ikut denganku." Suara Galtero terdengar dingin dan tidak memberi ruang untuk bantahan.

Setelah ciuman panas tadi, pria itu tidak mengatakan apa pun. Kini, tiba-tiba memintanya ikut. Sofia terdiam sejenak, dalam tatapan dingin pria itu, dia bisa merasakan suatu hal besar.

Mata cokelat karamelnya, mencuri pandang ke kaki Galtero yang terbungkus sepatu derby hitam. Gerakan lincah pria itu saat menekan pedal gas dan rem tampak tidak wajar—tidak seperti seseorang yang baru saja menginjak pecahan beling di telapak kakinya.

Pria itu sedang mengemudikan mobil dengan fokus.

‘Pria macam apa dia? Kenapa tubuhnya seperti kebal terhadap rasa sakit?’ batinnya.

Lamunan Sofia buyar ketika Galtero berkata tanpa menoleh sedikit pun, “Katakan saja!”

Sebelum menggucapkan sepatah kata, Sofia menarik napas lebih dulu. Dia menyentuh lembut dan memainkan cincin di jari manisnya. Meskipun rasa tak enak masih menyelimuti relung hati, dia enggan menunjukkan kerapuhannya.

“Maaf,” katanya ber
NACL

Hallo Teman-Teman ketemu lagi di ceritaku yang baru. Happy Reading^^ Dukung juga Sofia & Galtero Maaaacih^^

| 25
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sari Aldia
oke thoorrrr
goodnovel comment avatar
NACL
siap kakak makasih yaaaaaa
goodnovel comment avatar
ReinaMax
lanjut lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 238: Ayah dan Anak Laki-lakinya 

    Suara Nicholas memang pelan, tetapi Sofia mendengarnya lantaran posisi ponsel cukup dekat dengan bibir pria itu. Sofia tersenyum geli membayangkan wajah sang kakak.​Panggilan video berakhir karena Nicholas yang iri hati melihat kehidupan adik iparnya tidak berubah drastis.​“Kakak ada-ada saja,” gumam Sofia. Ia melirik ke arah suami dan putranya yang makin besar, makin tampan. Bahkan menurut Sofia, Ezio lebih tampan daripada Galtero.​“Mi Amor, sudah selesai belum?” Galtero berteriak dari bibir pantai.​Sofia tahu jika sudah begini, suaminya itu pasti kelelahan menjaga Ezio yang sangat aktif.​“Ya, aku ke sana,” sahut wanita itu sembari berlari kecil mendekati kuda Andalusia putih.​“Papa, aku ingin ke kebun anggur lagi. Ayo, Pa! Kenapa harus pulang?” oceh Ezio dengan bibir yang menekuk kecil. Bocah itu bahkan melipat tangan di depan dada, persis seperti apa yang tengah dilakukan Sofia saat ini.​“Kenapa lagi?

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 237: Ayah dan Anak perempuannya

    ​Sudah enam tahun berlalu. Setiap hari yang dilewati oleh Isela begitu ringan seolah tanpa beban. Meskipun sejak usia Alba memasuki tiga tahun, ia mulai disibukkan dengan pekerjaan kantor. Nicholas memaksa untuk menjadi asisten pribadi lagi. Namun, tidak sekalipun ibu satu anak itu melewati masa tumbuh kembang Alba.​Tak jarang Isela membawa Alba ke kantor jika tidak ada kesibukan. Seperti sekarang ini, Isela bekerja sambil memperhatikan putrinya yang duduk di kursi kerja Nicholas. Bukan hanya duduk biasa, tetapi kedua tangan mungilnya itu memegang sisir dan jepit rambut. Ia begitu luwes menyisi rambut sang ayah. Bahkan Nicholas sampai diperintah untuk duduk di bawah.​“Apa sudah selesai salonnya, Putriku?” Nicholas menatap pantulan dirinya di depan cermin. Untung saja hari ini tidak banyak pekerjaan ataupun rapat. Kalau iya, ia bisa terlambat karena harus melepas ikat kecil yang menghiasi rambutnya.​Alba menggeleng pelan. “Belum, Papa. Papa harus diam sampai semua selesai,” celoteh

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 236: Benci Tapi Tidak Tega

    ​Abel berbaring miring sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Malam makin pekat dan sunyi, suhu dingin seakan menyayat kulitnya yang tipis. Cairan bening dan asin mengalir dari ekor matanya.​“Mama, Papa, kalian di mana?” gumamnya pelan. Sudah hampir satu bulan ini Abel tidak dijenguk oleh kedua orang tuanya. Wanita itu hanya bisa bersuara pada diri sendiri tanpa bisa beraksi apa pun.​“Aku merindukan kalian. Tolong ke sini, Pa, Ma.” Abel memejamkan mata, tubuhnya bergetar pelan di bawah selimut.​Ia yang terbiasa bergaul dengan teman-temannya untuk belanja, duduk di kafe, dan jalan-jalan ke luar negeri, merasa menyesal karena tak pernah memiliki waktu untuk kedua orang tuanya.​Saking sibuknya Abel, ia memercayakan jodohnya pada orang tua. Berpikir bahwa Nicholas pasti bersedia menerimanya, tanpa perlu ia berusaha meluluhkan hati kepala keluarga Marquez itu.​Sekarang rasa percaya dirinya luntur tak bersisa. Ia yakin tuan muda dari keluarga mana pun tidak akan ada yang mau mener

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   ​Bab 235

    ​Isela hanya memerlukan waktu satu hari untuk observasi di rumah sakit. Setelahnya pun ia kembali pulang ke Mansion Marquez bersama putri kecilnya yang sehat.​Sepanjang perjalanan, Isela tersenyum lebar dan manis. Matanya menatap ke samping, ke arah di mana Nicholas duduk sambil memandangi putri kecil yang ada di tengah-tengah mereka.​“Aku tidak menyangka memiliki anak secantik ini.” Nicholas terpesona memandangi putrinya. Bahkan itu menjadi kegiatan baru yang menyenangkan. Tentu saja euforia menjadi ayah sangat berbeda. Ia merasa hidupnya lebih berwarna dan ada sesuatu yang dinantikan.​“Kapan dia bangun? Kenapa dia tidur terus? Seingatku selama hamil kamu tidak mengonsumsi obat tidur.” Nicholas mengetuk-ngetuk dagunya. Ia merasa heran karena sejak bayi itu dilahirkan, ia lebih sering tidur dibanding berinteraksi dengan orang tuanya. Padahal Nicholas berharap bisa mengobrol dan membuat bayinya tertawa, ya, seperti gambar keluarga bahagia yang dilihatnya di majalah.​Isela melirik m

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 234: Papa Mengajarimu, Sayang

    Nicholas makin meringis kesakitan, tetapi saat Galtero hendak mendorong kursi rodanya untuk menjauh dari ruang bersalin, pria itu menolak dengan mengibaskan tangan. ​“Kamu sakit. Untuk apa diam di ruang bersalin? Ini tidak cocok untukmu. Sebaiknya periksa saja kesehatanmu. Sebagai ipar yang baik, aku akan mengantar,” ucap Galtero, nada suaranya datar. ​“Diamlah. Kamu tidak tahu apa-apa. Rasa sakitku berbeda … sebelum ke Madrid dokter sudah memeriksaku,” papar Nicholas dengan suara yang tersendat-sendat. “Aku ingin tetap bersama Isela!” pintanya. ​Dari balik tirai, terdengar suara Isela yang merintih, “Nico … tidak apa-apa kamu periksa saja. Ada Sofia di sini, jangan khawatir.” ​Ibu hamil itu berjuang menahan rasa sakit sekaligus berbesar hati jika Nicholas harus menangani penyakitnya. Isela berharap itu bukanlah sakit yang serius. Sungguh, ia tidak bisa hidup tanpa suaminya tercinta. ​“Tidak! Tidak! Bukan begitu, Sayang. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap menemanimu di sini. Men

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 233: Sama-sama Sakit

    Raungan sirine ambulans yang tiba-tiba membuat suasana damai di rumah merajut itu porak-poranda. Sofia bergerak cepat, wajahnya sepucat kain putih. Ia menopang Isela yang kini sudah berdiri, keringat membasahi pelipisnya.​“Aku sudah telepon ambulans dan Nicholas,” ucap Sofia, suaranya sedikit bergetar. “Jangan khawatir, kita akan segera sampai rumah sakit. Ini pasti kontraksi!”​“Tidak, Sofia, tunggu,” cegah Isela lembut, meski ia harus bersandar pada kusen pintu. “Jangan terlalu panik. Ini tidak mungkin melahirkan. Aku memang sakit perut, tapi rasanya tidak sakit sekali seperti yang diceritakan di buku-buku. Ini hanya sakit biasa.”​Sofia menggeleng keras. Ia menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri. “Sakit biasa tidak membuatmu menahan napas seperti itu, Kakak Ipar! Dokter yang akan memutuskan. Kita harus pergi sekarang!”​Sofia menuntun Isela menuju pintu depan, sementara di luar, suara ambulans semakin memekakkan telinga. Isela hanya bisa pasrah, membiarkan kepanikan adikny

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status