Home / Romansa / Sentuhan Candu Tuan Benji / 2. Saling Menghangatkan

Share

2. Saling Menghangatkan

Author: LilyLembah03_
last update Last Updated: 2025-10-12 21:48:11

"Wah ... ini bahkan lebih besar dari rumah bordil Tante Binta."

Waktu sudah menunjukkan pukul dua malam, namun Lily justru sibuk berkeliaran di rumah megah nan luas itu. Meski sering berpindah-pindah tempat tinggal, tetap saja gadis berambut sepinggang itu merasa asing di tempat baru.

Apalagi tempat ini cukup menarik untuk dijelajahi. Selama ini, Lily menghabiskan masa remajanya dengan tinggal di tempat pelacuran. Pemandangan sehari-harinya adalah pria tua berbadan besar atau paling tidak wanita berdada besar dengan pakaian kurang bahan.

Ini adalah pertama kalinya gadis itu melihat taman begitu indah di belakang rumah. Di seberang taman bahkan ada rumah lain yang tampak memanjang seperti kamar kost-kostan. Begitu melihat beberapa orang berseragam hitam putih yang keluar masuk rumah itu, Lily menyimpulkan bahwa itu adalah hunian khusus pelayan.

"Bukankah seharusnya aku tinggal di sana? Aku kan juga termasuk pegawai di rumah ini ...," gumam gadis dengan dress putih tulang selutut itu bingung.

Udara dingin pukul dua malam tidak berhasil membuat Lily ingin kembali ke kamar barunya yang nyaman. Gadis itu justru duduk santai di bangku taman belakang sambil menikmati embusan angin juga lampu hias kuning gading yang berkedip-kedip.

Rasanya begitu tenang dan bebas.

Sebelumnya, Lily tidak ingat apa dia pernah tidur nyenyak di tempat pelacuran Tante Binta. Ketimbang mendengar suara binatang malam yang bersahutan, kamarnya justru ramai oleh suara erangan dan desahan sepasang manusia di kamar sebelah.

Bukan hal yang mengejutkan pula ketika kamarnya diketuk tak sabaran saat Lily sedang terlelap. Apalagi alasannya jika bukan untuk dijadikan tempat berbuat cabul? Terkadang saat seluruh kamar terisi, Lily dan yang lain terpaksa tidur esok pagi.

"Sekarang aku punya kamar sendiri ...," gumam Lily sambil mencebik sedih. "Aku tidak akan diusir lagi dari kamarku sendiri."

"Aku bisa tidur nyenyak malam ini ...."

Mungkin, bagi sebagian besar orang, tidak ada yang terlalu istimewa dari sebuah kamar. Namun bagi Lily, kamar adalah sebuah ruangan mewah yang belum pernah ia dapatkan dalam hidup.

Saat di panti, Lily tidur bersama puluhan saudara senasibnya dalam satu ruang sempit. Saat beberapa kali sempat diadopsi, ia hanya ingat sering dipukuli oleh orangtua angkatnya. Lalu saat dijual ke rumah bordil Tante Binta, gadis itu hanya boleh tidur di kamar kosong yang belum laku tersewa.

Kamar sempit bekas perbuatan kotor yang sejujurnya membuat Lily malu dan jijik untuk menempati.

"Bibi Abia sepertinya orang baik. Aku harus mendengarkan ucapannya di rumah ini ...."

Persetan dengan suami Abia yang sejak awal terlihat benci setengah mati pada Lily, gadis itu harus bersyukur karena bisa tinggal di rumah semewah ini.

*****

"Eunghh ...."

"Hnghh---Kai ... pelan-pelanh ...."

Lily baru saja hendak kembali ke kamar saat mendengar suara aneh dari pintu kamar di sebelahnya. Bunyi derit ranjang yang bergoyang bahkan sampai di telinga gadis yang kini berdiri di luar tersebut.

Lily tentu saja tahu apa yang terjadi di dalam sana. Oleh karena itu, ia buru-buru melangkah menuju dapur untuk mencari minum. Wajar saja mereka melakukan itu. Ini sudah tengah malam. Apa lagi yang bisa sepasang suami istri lakukan di dalam kamar dalam suhu sedingin ini selain saling menghangatkan?

"Mereka pasti saling mencintai ...," gumam Lily setelah minum di dapur yang berada di lantai satu.

Setelah selesai, perempuan itu naik lagi dengan pelan-pelan. Supaya kedua orang yang tengah menikmati waktu berdua itu tidak terganggu dan merasa malu oleh kehadirannya.

Sayangnya, Lily mendadak terpaku begitu baru menyadari pintu kamar pasangan suami istri itu yang rupanya tidak tertutup sempurna. Dari celah pintu yang terbuka, ia bahkan tanpa sengaja melihat pemandangan di dalam sana.

Di atas ranjang yang bergoyang, Lily hanya mampu melihat setengah tubuh atas Abia yang berbaring dengan kedua tangan memegangi kepala ranjang. Pakaiannya telah tanggal, rambut sebahunya terurai berantakan, sedangkan dadanya bergoyang karena tubuhnya yang terhentak-hentak ke atas.

Ekspresi perempuan itu bahkan tanpa sadar membuat Lily meneguk ludah. Bola mata Abia berotasi keenakan, sedang mulutnya tidak berhenti mengeluarkan lenguhan dengan air liur yang mengalir hingga dagu. Leher jenjang perempuan itu bahkan dipenuhi tanda kemerahan dan ungu dengan bibir merah membengkak.

Apa yang suaminya lakukan sampai Abia terlihat seberantakan itu?

Lily yang seketika merasa suhu tubuhnya memanas, sontak berlalu sebelum kedua orang itu menyadari keberadaannya. Setelah masuk kamar dan menutup pintu, Lily segera menghempaskan tubuh tengkurap di atas kasur.

"Kenapa aku malu?" gumam gadis itu tidak habis pikir sambil memejam frustasi.

Pemandangan tadi entah kenapa terus terngiang-ngiang di kepala. Membuat pipi Lily bersemu dan tubuhnya terasa panas.

"Kenapa aku melihat mereka melakukan itu? Seharusnya tidak boleh ...," keluh Lily sambil menepuk-nepuk kepalanya sendiri yang telah nakal.

"Sepertinya mereka lupa kalau ada aku di sini. Makanya lupa menutup pintu sebelum bermain," gumam gadis itu berusaha positif thinking.

Setelahnya, Lily berusaha memejamkan mata untuk tidur. Sekaligus mengenyahkan bayangan kejadian tadi dari kepala.

Sialnya, bayangan wajah keenakan Abia terus mengusik pikiran. Membuat gadis itu bergerak gelisah di sela usaha untuk terlelap.

Untuk alasan yang entah, Lily bahkan merasakan bagian bawah tubuhnya yang basah.

*****

"Apa tidurmu nyenyak semalam?"

Pertanyaan ramah Abia dibalas Lily dengan anggukan. "Iya, Bibi. Kasurnya empuk sekali, kamarnya hangat dan nyaman, aku suka."

Abia terkekeh geli dengan jawaban gadis cantik itu. "Syukurlah kalau kau suka. Aku senang mendengarnya ...."

Lily mengangguk sambil tersenyum lebar. Saat ini, keduanya tengah memasak di dapur. Lily bilang ingin membantu begitu melihat Abia yang sudah berkutat di sana pagi-pagi sekali dengan rambut basahnya.

"Aku berangkat kerja dulu ...." Kecupan di pipi juga pelukan di pinggang dari arah belakang sontak membuat tubuh Abia berjengit.

"Mengagetkan saja!" tegur Abia sebal namun tak ayal memberikan kecupan lain di bibir tipis suaminya.

Lily yang melihat adegan romantis itu, sontak meringis kikuk. Seharusnya dia tidak menoleh tadi.

"Kenapa berangkat cepat sekali? Sarapannya sebentar lagi jadi ...," keluh Abia sambil mengelus lengan kekar suaminya yang melingkar di perut.

"Tidak apa-apa. Aku sarapan di kantor saja." Abia yang sadar alasan suaminya enggan berdiam lama di rumah adalah karena kehadiran Lily, sontak mengangguk pasrah.

Setelah pamit pada sang istri tanpa memedulikan kehadiran Lily di dapur, Benji pun berangkat kerja. Lily hanya memandangi dalam diam pria dengan setelan jas cokelat tua berikut kaca mata itu yang perlahan melenggang keluar dapur.

"Kalian romantis sekali. Suamimu pasti sangat mencintai Bibi," komentar Lily senang.

Abia sontak terkekeh salah tingkah. "Sepertinya begitu," sahut perempuan itu malu-malu.

Lily ikut tersenyum senang melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah awet muda Abia. "Semoga hubungan kalian langgeng sampai tua, Bibi."

Mendengar itu, senyum Abia seketika memudar. Beruntung Lily tidak melihat perubahan ekspresinya karena tengah sibuk memotong wortel.

"Semoga aku bisa hidup lebih lama ...," gumam perempuan itu lirih.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Candu Tuan Benji   11. Kau Sudah Basah

    "Apa dia akan benar-benar datang malam ini?" Waktu sudah menunjukkan pukul duabelas malam. Lily yang sudah tidur dan istirahat sejak siang tadi, tentu saja tidak bisa terlelap lagi. Alasan lain mengapa gadis itu terjaga ... adalah janjinya pada Abia."Apa Bibi Abia belum bilang pada Tuan Benji kalau aku sudah siap melakukannya?" gumam gadis itu lagi sambil menatap jam dinding yang entah kenapa semakin membuatnya gelisah.Lily ingin tidur lagi tapi tidak bisa. Bayangan seperti apa rasanya diperawani membuat gadis itu resah. Apakah Benji akan melakukannya dengan kasar meski ini pertama kalinya untuk Lily? Apakah pria itu setidaknya punya belas kasihan dan sisi lembut untuk orang yang bukan istrinya?Rasanya, Lily luar biasa ragu. Mengingat seberapa mengerikan pria itu di ranjang saat Lily tak sengaja memergokinya memadu kasih dengan sang istri, sudah jelas jadi bukti bahwa Benjamin Kaisar bukan tipe orang yang lembut sama sekali.Cklek!"Kau sudah tidur?" Pertanyaan dingin berikut sua

  • Sentuhan Candu Tuan Benji   10. Aku Siap Melakukannya

    "T-tuan Benji ...."Lily mendongak menatap pria yang kini berdiri di hadapannya. Benjamin Kaisar mendengkus melihat keadaan gadis yang susah payah ia jemput atas permintaan istrinya."Kenapa? Kau mau kabur lagi?" sindir Benji sambil mengetuk kepala Lily sebal.Lily menggeleng cepat dan segera bangkit berdiri. "Tidak! Maaf ... maafkan aku .... Tolong bawa aku pulang!" pinta gadis itu panik.Benji bersedekap dada sambil melirik sekujur tubuh Lily dari atas sampai bawah. "Abia sudah mengurusmu seperti keponakannya sendiri, dan kau memilih kembali ke tempat ini?" decak pria sipit itu takjub."A-aku mau pulang ke panti asuhan. Tapi Tante Binta menemukanku di jalan," sanggah Lily menceritakan bagaimana ia akhirnya berakhir di tempat pelacuran ini lagi."Dasar pelacur bodoh!" maki Benji sebelum kemudian menarik lengan kurus gadis itu kasar. "Ayo pulang! Kau membuat istriku khawatir!" "ARGHH!" Lily mengerang kesakitan begitu tangan besar Benji melingkari pergelangannya. Mendengar itu, sang

  • Sentuhan Candu Tuan Benji   9. Aku Sudah Kotor

    “Kenapa dia kasar sekali?” Lily berjongkok di bawah guyuran air shower kamar mandi. Waktu baru menunjukkan pukul empat pagi, namun gadis itu memilih mandi dengan air dingin dalam suhu yang bisa dibilang cukup rendah. Mengabaikan tubuhnya yang perlahan menggigil kedinginan, gadis berambut hitam legam yang terurai berantakan itu justru termenung sambil membayangkan kejadian beberapa saat tadi.Bagaimana Benji menatapnya rendah dalam kondisi tanpa busana. Bagaimana pria itu mendorong dan menjambaki Lily kasar. Bagaimana sang tuan membuang habis seluruh harga diri yang Lily punya dengan makian dan tatapan. Serta bagaimana mulutnya dipaksa melahap kesejatian seorang pria untuk pertama kalinya dalam hidup. Membayangkan rasa dan bentuk benda itu dalam mulutnya saja sudah berhasil membuat Lily mual. Maka, meludah berkali-kali ke arah lantai lembab kamar mandi adalah pilihan.“ Aku tidak mau melakukannya lagi ... aku tidak mau .... Itu menjijikkan ....” Lily meracau sambil mengusap-usap

  • Sentuhan Candu Tuan Benji   8. Masih Perawan

    "Hkkk!"Lily terkesiap begitu tubuhnya terpelanting kasar hingga terlentang di atas kasur. Tanpa diberikan kesempatan untuk melindungi diri, Benjamin Kaisar menarik celana piyamanya hingga tanggal dan teronggok pasrah di kaki ranjang. "T-tuan ...." Lily memanggil gemetaran begitu pria sipit itu kini memegangi betis mulusnya kemudian memaksa kedua kaki Lily mengangkang lebar."Kenapa kau terlihat takut? Bukankah gadis nakal sepertimu suka ditonton oleh orang lain?" tanya Benji sambil terkekeh mengejek."Tol-long lepaskan aku ...." Lily memohon panik sambil memegangi lengan kekar Benji yang mencengkeram betisnya agar terus terbuka."Kenapa aku harus menuruti permintaanmu? Aku majikanmu ...." Benjamin Kaisar bertanya sambil meremas betis putih mulus dalam cengkeramannya."Arghh---" ringis gadis itu begitu kali ini lututnya bahkan ditekuk kemudian ditekan hingga menyentuh dada.Tubuh Lily seolah tengah terlipat dua. Hanya dengan tekanan dari sebelah lengan kekar Benji, Lily merasa kesuli

  • Sentuhan Candu Tuan Benji   7. Siapkan Dirimu Malam Ini

    "Aku simpankan nomor Kai juga, ya?" "Memangnya boleh, Bibi?""Tentu saja boleh. Kau bisa menghubunginya saat butuh bantuan kalau aku sulit dihubungi."Benji memutar bola mata jengah melihat dua perempuan yang tengah sibuk mengutak-atik benda pipih di genggaman. Itu handphone baru Lily. Dibelikan oleh Abia karena istrinya kasihan gadis itu tidak pernah punya handphone sebagai pegangan."Untuk apa membelikan dia handphone? Dia tidak punya keluarga atau teman untuk dihubungi," komentar Benji menginterupsi kegiatan seru Lily yang tengah belajar memakai handphone pada Abia."Aku punya banyak keluarga, Tuan. Aku punya banyak saudara di panti asuhan," koreksi Lily cepat."Dengar, kan? Kau pikir keluarga hanya tentang hubungan sedarah saja?" ledek Abia malah terdengar bangga karena Lily menyanggah ucapannya."Kenapa membelikan dia handphone semahal itu? Kau bisa membelikan dia yang murah. Kau terlalu banyak menghamburkan uang untuknya," komentar Benji lagi karena tidak terima disahuti."Aku

  • Sentuhan Candu Tuan Benji   6. Kau Budak di Sini

    "Siapkan istriku sarapan!"Lily terlonjak kaget begitu suara seseorang dari arah belakang mengejutkannya. Begitu menoleh, gadis itu bahkan langsung termundur menyadari pemandangan di hadapan.Di depan lemari pendingin dapur, Benjamin Kaisar berdiri hanya mengenakan celana training hitam. Pria itu bertelanj*ng dada sambil memandang Lily tajam. Beberapa bekas cakaran bahkan tampak terlukis jelas di lengan berototnya yang besar."Kenapa kau terkejut sekali? Bukankah kau terbiasa melihat pria telanj4ng di tempat tinggalmu sebelumnya?" tanya Benji meremehkan sambil berbalik dan mengambil air dingin dari dalam kulkas. Begitu pria itu membelakanginya, Lily bahkan dapat melihat banyak bekas cakaran lain di punggung pria itu.Sudah jelas itu perbuatan siapa. Mengingat seberapa keras mereka bersuara saat bermain semalam.Lily yang merasa malu begitu teringat hal itu sontak buru-buru menghidangkan nasi goreng yang baru selesai dibuatnya. Gadis itu mengambil nampan dan menaruh dua piring nasi gor

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status