"Kau cantik sekali, Lily ...."
Pujian Abia hanya ditanggapi Lily dengan garukan tengkuk kikuk. Pandangannya masih berpusat pada cermin besar kamar. Di sana, ia seperti tengah melihat pantulan bayangan orang lain. Sebenarnya masih Lily. Tapi, dress merah menyala dengan tali tipis serta belahan dada cukup rendah itu membuat tubuhnya tampak berbeda. Sebelumnya, Lily tidak menyukai warna mencolok seperti merah. Apalagi jika pakaiannya seterbuka ini. Tapi, menyadari alasan Abia mengenakannya pakaian ini membuat gadis itu pasrah saja didandani. Istri Benjamin Kaisar itu bahkan memoles wajahnya dengan make up tipis yang membuat wajah mungil Lily terlihat lebih segar. "Kai suka warna merah ...," jelas Abia tanpa Lily perlu bertanya kenapa ia dipakaikan baju dengan warna seterang ini. "Setelah ini, aku akan menyuruh suamiku ke kamarmu. Kau siap, kan, melakukannya?" tanya Abia memastikan sambil memegangi bahu Lily dari belakang. Lily yang sedari tadi duduk anteng di depan meja rias, sontak mengangguk pelan sambil memandangi Abia yang juga menatapnya dari pantulan cermin. "Apakah berhubungan badan itu sakit, Bibi?" tanya gadis perawan itu polos. Abia yang dilempari pertanyaan begitu, sontak terdiam kaku. Bingung harus jujur atau berbohong. Jika ia jujur, Abia takut Lily akan mundur. Tapi jika ia berbohong, Lily mungkin tidak akan mempercayainya lagi. "Sejujurnya ... sedikit sakit di awal, sih. Tapi hanya sebentar. Ini juga kan yang pertama bagimu, jadi Kai pasti tidak mungkin melakukannya dengan kasar." Penjelasan hati-hati Abia sontak diangguk-angguki Lily mengerti. "Kalau dia tidak mau melakukannya denganku, bagaimana?" tanya Lily lagi sambil mendongak menatap Abia. "Paksa dia sampai mau. Kau tahu aku membutuhkan anak kan, Lily?" sahut Abia yang tentu saja dipatuhi gadis di depannya. Setelah pamit dan berpesan pada Lily untuk bersiap-siap, Abia keluar kamar. Kali ini, hanya tersisa gadis perawan itu yang malam ini sepertinya akan kehilangan kehormatannya. Oleh pria yang jelas saja berstatus suami orang lain. Lily bahkan tidak tahu nama pria itu. Ia hanya beberapa kali mendengar Abia memanggilnya dengan sebutan Kai. Setelah menghembuskan napas panjang berkali-kali karena gugup, Lily pun beralih duduk di sisi ranjang sambil memandangi ujung dress yang tidak sampai menutupi lutut. Setengah pahanya bahkan terekspos. Punggung terbukanya bahkan terasa mendingin karena terkena terpaan AC. Lily benar-benar tidak pernah mengenakan pakaian seperti ini meski tinggal di tempat terkutuk selama beberapa tahun. Tante Binta---pemilik tempat pel*curan sekaligus pelelangan itu, syukurnya tidak melarang asal Lily patuh dan tidak kabur sebelum dijual. CKLEK! Suara knop pintu yang terbuka membuat tubuh Lily seketika berjengit kaget. Begitu melihat kehadiran pria sipit nan jangkung di ambang pintu, tubuh Lily seketika menegang kaku. Pria itu benar-benar datang ke kamar. Ia bahkan langsung masuk tanpa kata dan segera mengunci pintu. Menyadari posisinya yang terkurung, Lily lagi-lagi merasakan tenggorokannya yang kering hingga ia berakhir meneguk ludah susah payah. "Kenapa kau berpakaian begitu? Kau pikir aku akan tergoda?" Ucapan sarkas itu menjadi salam pembuka Benji yang kini berdiri menjulang di hadapan Lily. "Tidak, Paman." Lily menjawab polos sambil mendongak menatap pria dengan kaus oblong hitam yang tampak segar itu. Sepertinya dia baru selesai mandi. Terbukti dari aroma citrus juga lemon yang menguar begitu ia perlahan duduk di kursi meja rias dekat ranjang. Tepat menghadap Lily. "Aku bukan pamanmu. Aku majikanmu. Panggil aku Tuan!" tegur Benji menyadari panggilan aneh gadis itu. Lily mengangguk patuh. Berikutnya, hening. Lily hanya menunduk takut begitu Benjamin Kaisar kini menatap tubuhnya dari atas sampai bawah penuh selidik. "Kapan masa suburmu?" tanya pria itu tiba-tiba. "Masa subur itu apa?" tanya Lily balik sambil mengernyit bingung. "Ck ... dasar bodoh!" maki Benji sambil berdecak kesal. "Sudah berapa hari sejak kau terakhir menstruasi?" tanya pria itu lagi. "Oooh ... belum. Sepertinya dua atau tiga hari lagi aku baru datang bulan, Paman." "Berhenti memanggilku paman!" koreksi Benji sebal. Lily menunduk takut. "Maaf ...." "Yasudah. Berarti aku akan memakaimu setelah kau selesai menstruasi." Lily mengernyit semakin bingung dengan penjelasan pria itu. "Kenapa tidak sekarang?" tanya gadis itu polos. "Itu masa paling suburmu. Kau akan cepat hamil jika berhubungan di waktu yang tepat. Itu saja tidak tahu!" jelas Benji sensi. Lily lagi-lagi hanya bisa mengangguk-angguk paham. Dia benar-benar baru tahu tentang hal tersebut. "Tapi Bibi Abia meminta kita melakukannya malam ini. Dia bisa marah kalau aku gagal membujukmu untuk melakukan itu," sanggah Lily begitu teringat pesan Abia sebelumnya. "Istriku berpesan begitu?" tanya Benji lagi. "Iya, Tuan Kai." Lily menjawab cepat. Tiba-tiba, tangan pria itu sudah mendarat di bahu Lily. Benji bahkan langsung memutuskan tali pakaian tipis itu kemudian merobek di bagian belahan dada dalam sekali tarikan. Lily tentu saja memekik terkejut dengan gerakan tiba-tiba sang majikan. Kini, kedua gundukan di dadanya terekspos sempurna di hadapan pria itu. Melihat tubuh polos Lily yang tampak ranum, Benjamin Kaisar mendecih sambil memberikan satu remasan kuat di dada sebelah kanan gadis itu. "Anggap saja kita sudah melakukannya. Jangan berani mengadu pada istriku!" peringat Benji. Lily mengangguk sambil meringis. "Jangan juga berani memanggilku Kai. Hanya istriku yang boleh memanggil begitu. Paham?!" tegas pria itu lagi kali ini sambil memberikan remasan lebih kuat. "Akhhh ...." Lily merintih sakit sambil menarik lengan besar majikannya agar menghentikan siksaan. "Paham tidak?!" tanya Benji lagi tanpa melepaskan dada sekal gadis itu dari cengkeramannya. "Ak-ku tidak tahu namamu, Tuan ...." Lily menyahut jujur sambil meringis menahan sakit. "Panggil aku Benji." Pria itu menitah yang diangguki Lily cepat. Setelahnya, Benji melepaskan cengkeramannya. Pria itu bahkan mendorong tubuh Lily hingga berbaring terlentang di ranjang. Kemudian, ia menarik sisa pakaian gadis itu yang telah robek hingga terlepas sempurna dari tubuh. Kini, Lily terbaring polos di ranjangnya. Sedangkan Benji hanya mendecih sinis melihat pemandangan itu. "Kau lebih pantas telanj*ng. Merah tidak cocok untukmu," maki Benji sambil menendang dress yang telah dirobeknya itu hingga masuk ke kolong ranjang. "Hanya istriku yang paling cantik dengan warna merah." Berikutnya, Benjamin Kaisar keluar dari kamar Lily. Meninggalkan gadis itu yang kini segera melilit tubuh polosnya dengan bed cover sebelum orang lain kembali masuk. Lily merasa kotor. Gadis itu merasa direndahkan. Padahal, ia juga tidak mau melakukan ini. Tapi kenapa majikannya bertingkah seolah ia begitu mendambakan sentuhannya? "Dia tidak sebaik yang Bibi Abia ceritakan ...," gumam Lily sambil bangkit berdiri dengan tubuh terlilit selimut. Ia ingin mandi. Siapa peduli meski waktu mulai merangkak menuju tengah malam. Lily hanya ingin membersihkan tubuhnya yang telah disentuh oleh suami orang."Apa dia akan benar-benar datang malam ini?" Waktu sudah menunjukkan pukul duabelas malam. Lily yang sudah tidur dan istirahat sejak siang tadi, tentu saja tidak bisa terlelap lagi. Alasan lain mengapa gadis itu terjaga ... adalah janjinya pada Abia."Apa Bibi Abia belum bilang pada Tuan Benji kalau aku sudah siap melakukannya?" gumam gadis itu lagi sambil menatap jam dinding yang entah kenapa semakin membuatnya gelisah.Lily ingin tidur lagi tapi tidak bisa. Bayangan seperti apa rasanya diperawani membuat gadis itu resah. Apakah Benji akan melakukannya dengan kasar meski ini pertama kalinya untuk Lily? Apakah pria itu setidaknya punya belas kasihan dan sisi lembut untuk orang yang bukan istrinya?Rasanya, Lily luar biasa ragu. Mengingat seberapa mengerikan pria itu di ranjang saat Lily tak sengaja memergokinya memadu kasih dengan sang istri, sudah jelas jadi bukti bahwa Benjamin Kaisar bukan tipe orang yang lembut sama sekali.Cklek!"Kau sudah tidur?" Pertanyaan dingin berikut sua
"T-tuan Benji ...."Lily mendongak menatap pria yang kini berdiri di hadapannya. Benjamin Kaisar mendengkus melihat keadaan gadis yang susah payah ia jemput atas permintaan istrinya."Kenapa? Kau mau kabur lagi?" sindir Benji sambil mengetuk kepala Lily sebal.Lily menggeleng cepat dan segera bangkit berdiri. "Tidak! Maaf ... maafkan aku .... Tolong bawa aku pulang!" pinta gadis itu panik.Benji bersedekap dada sambil melirik sekujur tubuh Lily dari atas sampai bawah. "Abia sudah mengurusmu seperti keponakannya sendiri, dan kau memilih kembali ke tempat ini?" decak pria sipit itu takjub."A-aku mau pulang ke panti asuhan. Tapi Tante Binta menemukanku di jalan," sanggah Lily menceritakan bagaimana ia akhirnya berakhir di tempat pelacuran ini lagi."Dasar pelacur bodoh!" maki Benji sebelum kemudian menarik lengan kurus gadis itu kasar. "Ayo pulang! Kau membuat istriku khawatir!" "ARGHH!" Lily mengerang kesakitan begitu tangan besar Benji melingkari pergelangannya. Mendengar itu, sang
“Kenapa dia kasar sekali?” Lily berjongkok di bawah guyuran air shower kamar mandi. Waktu baru menunjukkan pukul empat pagi, namun gadis itu memilih mandi dengan air dingin dalam suhu yang bisa dibilang cukup rendah. Mengabaikan tubuhnya yang perlahan menggigil kedinginan, gadis berambut hitam legam yang terurai berantakan itu justru termenung sambil membayangkan kejadian beberapa saat tadi.Bagaimana Benji menatapnya rendah dalam kondisi tanpa busana. Bagaimana pria itu mendorong dan menjambaki Lily kasar. Bagaimana sang tuan membuang habis seluruh harga diri yang Lily punya dengan makian dan tatapan. Serta bagaimana mulutnya dipaksa melahap kesejatian seorang pria untuk pertama kalinya dalam hidup. Membayangkan rasa dan bentuk benda itu dalam mulutnya saja sudah berhasil membuat Lily mual. Maka, meludah berkali-kali ke arah lantai lembab kamar mandi adalah pilihan.“ Aku tidak mau melakukannya lagi ... aku tidak mau .... Itu menjijikkan ....” Lily meracau sambil mengusap-usap
"Hkkk!"Lily terkesiap begitu tubuhnya terpelanting kasar hingga terlentang di atas kasur. Tanpa diberikan kesempatan untuk melindungi diri, Benjamin Kaisar menarik celana piyamanya hingga tanggal dan teronggok pasrah di kaki ranjang. "T-tuan ...." Lily memanggil gemetaran begitu pria sipit itu kini memegangi betis mulusnya kemudian memaksa kedua kaki Lily mengangkang lebar."Kenapa kau terlihat takut? Bukankah gadis nakal sepertimu suka ditonton oleh orang lain?" tanya Benji sambil terkekeh mengejek."Tol-long lepaskan aku ...." Lily memohon panik sambil memegangi lengan kekar Benji yang mencengkeram betisnya agar terus terbuka."Kenapa aku harus menuruti permintaanmu? Aku majikanmu ...." Benjamin Kaisar bertanya sambil meremas betis putih mulus dalam cengkeramannya."Arghh---" ringis gadis itu begitu kali ini lututnya bahkan ditekuk kemudian ditekan hingga menyentuh dada.Tubuh Lily seolah tengah terlipat dua. Hanya dengan tekanan dari sebelah lengan kekar Benji, Lily merasa kesuli
"Aku simpankan nomor Kai juga, ya?" "Memangnya boleh, Bibi?""Tentu saja boleh. Kau bisa menghubunginya saat butuh bantuan kalau aku sulit dihubungi."Benji memutar bola mata jengah melihat dua perempuan yang tengah sibuk mengutak-atik benda pipih di genggaman. Itu handphone baru Lily. Dibelikan oleh Abia karena istrinya kasihan gadis itu tidak pernah punya handphone sebagai pegangan."Untuk apa membelikan dia handphone? Dia tidak punya keluarga atau teman untuk dihubungi," komentar Benji menginterupsi kegiatan seru Lily yang tengah belajar memakai handphone pada Abia."Aku punya banyak keluarga, Tuan. Aku punya banyak saudara di panti asuhan," koreksi Lily cepat."Dengar, kan? Kau pikir keluarga hanya tentang hubungan sedarah saja?" ledek Abia malah terdengar bangga karena Lily menyanggah ucapannya."Kenapa membelikan dia handphone semahal itu? Kau bisa membelikan dia yang murah. Kau terlalu banyak menghamburkan uang untuknya," komentar Benji lagi karena tidak terima disahuti."Aku
"Siapkan istriku sarapan!"Lily terlonjak kaget begitu suara seseorang dari arah belakang mengejutkannya. Begitu menoleh, gadis itu bahkan langsung termundur menyadari pemandangan di hadapan.Di depan lemari pendingin dapur, Benjamin Kaisar berdiri hanya mengenakan celana training hitam. Pria itu bertelanj*ng dada sambil memandang Lily tajam. Beberapa bekas cakaran bahkan tampak terlukis jelas di lengan berototnya yang besar."Kenapa kau terkejut sekali? Bukankah kau terbiasa melihat pria telanj4ng di tempat tinggalmu sebelumnya?" tanya Benji meremehkan sambil berbalik dan mengambil air dingin dari dalam kulkas. Begitu pria itu membelakanginya, Lily bahkan dapat melihat banyak bekas cakaran lain di punggung pria itu.Sudah jelas itu perbuatan siapa. Mengingat seberapa keras mereka bersuara saat bermain semalam.Lily yang merasa malu begitu teringat hal itu sontak buru-buru menghidangkan nasi goreng yang baru selesai dibuatnya. Gadis itu mengambil nampan dan menaruh dua piring nasi gor