Hung Mao juga terkejut ketika ada bel rumah yang berbunyi. Sudah bertahun-tahun dia tidak menerima tamu bahkan saudara-saudara atau adiknya tidak mau berkunjung karena dia sangat miskin. Sedangkan saudara dan adiknya sudah sukses. Hung Mao mencuci tangannya dengan air yang ada di sebelah pintu pagar. kemudian mengelap kering dan membetulkan kacamatanya. Segera dia menghampiri pintu pagar. Di depan pagar ada tiga pria yang berpakaian sangat rapi. Dua berdiri dan satunya duduk di kursi roda. "Mau nyari siapa, Tuan?" tanya Hung Mao pada Chen Fu yang duduk di kursi roda didampingi dengan Felix dan Austin "Maaf Pak Tua. Saya mencari istri saya. Namanya Mei Yan.""Tuan ini siapa?" tanya Hung Mao lagi. "Chen Fu.""Hah,anak saya belum punya suami. Saya tidak merasa menikahkan anak saya. Mungkin Tuan salah orang dan salah alamat," ucap Hung Mao bingung.Tangan Chen Fu meminta pada Felix untuk mengeluarkan bukti pernikahan dengan Mei Yan. lalu menunjukkan kepada Hung Mao. Pri
Kedua ajudan itu sampai di kebun dan pekarangan rumah Mei Yan. Mereka mengintip dari pohon yang besar. Tangan Felix sudah mulai garuk-garuk. "Kamu kenapa, Felix?" tanya Austin "Badanku gatal semua. Selama kerja sama tuan muda, baru kali ini sampai kesasar di kebun. Ini gara-gara Nona Mei Yan itu," gerutu Felix."Apa benar ini kebun dan pekarangannya?""Iya sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Sarah." "Tapi dia kok tidak muncul. Sepi sekali rumah ini."Baru saja ngomong, pria tua berkacamata muncul dengan membawa keranjang sayur yang sangat banyak. Kemudian disusul dengan Mei Yan yang menyambut Papanya. Gadis itu mengenakan celana pendek dan tank top warna putih. "Mei Yan. Maafkan Papa. Lain kali tidak akan menjodohkan kamu lagi.Papa sayang sama kamu." "Iya Papa. Mei juga minta maaf ya. Sini Mei bantu untuk mengikat sayurnya," ucap Mei Yan menyambut Hung Mao. "Terima kasih ya Mei. Kamu seperti itu mirip mamimu. Lemah lembut. " "Jangan sebut mami,Papa. Mei
Tanpa membantah ajudan Felix kemudian memberikan kode kepada ajudan Austin untuk membantu mencari gadis itu. Tetapi sampai di luar ruangan ajudan tampan itu garuk-garuk kepala seolah bingung. "Hei, mau nyari ke mana gadis itu? Negara ini luas. Dari sudut ke sudut juga belum tentu kita bisa menemukannya," bisik ajudan Felix pada ajudan Austin. "Ya itu kesalahanmu. Aku kan tugasnya menjaga tuan muda. Kamu tugasnya menjaga Nona Muda. Sama gadis kecil saja kamu kalah. Kayak gitu kok jadi ajudan," cibir ajudan Austin. Mendengar cibiran dari teman satu kerjanya, ajudan Felix mendadak geram. Dia mendekati pria bermata sipit dan berambut cepak itu. Tangannya menarik dasi yang dipakai Austin. "Jangan sekali-kali kamu menghina aku. Kamu belum menghadapi Nona Mei Yan. Sepertinya dia punya seribu cara.""Iya dia itu dari kalangan bawah. Sudah mendapatkan upah langsung pergi. Sudah-sudah jangan berantem. Nyari akal untuk mencari gadis itu. Kalau secara manual kita tentu belum bis
"Papa.. Papa. ada di mana?" teriak Mei Yan. "Kalian siapa?" Dia takut papanya kenapa-napa karena ditinggal sehari. "Hei gadis kecil. Hutang papamu sudah sudah jatuh tempo. Sekarang dia tidak bisa membayar sesuai dengan janjinya. Makanya rumah dan pekarangan ini kami sita," kata pria yang berbadan besar dan berkulit hitam. "Rumah dan pekarangan papa disita. Lalu kita mau tinggal di mana?" Hung Mao yang melihat kedatangan anak gadisnya segera menghampiri. "Mei Yan! Kamu dari mana saja? Papa menghubungimu tidak dijawab?" tanya pria tua yang memakai kaca mata."Aku kerja, Pa."Tatapan Mei Yan mengarah pada pria yang berdiri seperti robot di depan rumahnya. "Oke, berapa hutang Papa?" tanya Mei Yan. "Semuanya sembilan puluh ribu dolar," ucap pria itu. "Baik kalau gitu. Ini cukup?" Mei Yan menyerahkan selembar cek dari dalam tasnya. Pria itu nampak tidak percaya. "Aku minta tanda tangan hitam di atas putih. Lalu mana semua dokumen rumahnya?"Beberapa orang yang di situ s
Setelah mendapatkan izin dari Chen Fu, Mei Yan langsung turun dari mobil mewah milik pria itu. Diikuti oleh ajudan Felix. Sementara itu Austin yang berada di mobil lain ikut turun dan bertanya dengan bos mudanya. Chen Fu memberikan kode agar membiarkan gadis itu pergi diikuti oleh ajudan Felix. Menanti Mei Yan masuk ke dalam Mall, mobil itu meninggalkan Yuen Long Plaza menuju kantor menuju perusahaannya.Mei Yan segera berlari naik ke atas mencari toilet. Sebenarnya ini adalah salah satu cara untuk lari dan kembali ke rumah. Gadis mungil itu lari diikuti ajudan Felix. Kebetulan plaza itu masih sepi sehingga tidak banyak orang. Tiba di toilet wanita, Mei Yan masuk ke dalam. Cukup lama dia mencari akal agar bisa lepas dari pantauan ajudan Felix. "Aku pakai cara apa ya biar aku bisa lepas dari pria itu? Sementara aku hanya pakai rok aja. Bagaimana caranya," gumam Mei Yan di dalam kamar mandi."Aha, aku menemukan ide!" pekik Mei Yan ketika sudah menemukan cara untuk
"Kenapa kamu berteriak?" tanya Chen Fu. "Lihat apa yang kamu lakukan?" tanya Mei Yan menutupi tubuhnya yang tersingkap.Tanpa sengaja tangan Mei Yan menyenggol benda keras milik Chen Fu"Apa ini? Apa yang kamu lakukan?" tanya Mei Yan membuang muka."Aku juga tidak tahu ini otomatis. Baru kali ini aku ngalamin deh. Apa kamu belum pernah melihat sama sekali? Mana ada gadis di sini yang lugu dan polos," bantah Chen Fu. "Hai, aku ini gadis baik-baik. Aku juga belum pernah punya pacar. Selama remaja aku bekerja sama papa," sahut Mei Yan. "Ah omong kosong. Di sini tidak ada remaja yang gak punya pacar. Sejak sekolah juga mereka sudah punya pacar," ledek Chen Fu tanpa menggerakkan badannya. "Aduh Tuan. Cepat singkirkan kakimu dari pahaku. Awas kalau macam-macam!" ancam Mei Yan tepat di depan muka Chen Fu. "Kamu lupa ya. Kakiku lumpuh. Tolong aku kalau kamu mau pergi. Tapi kalau kamu senang ya gak masalah," tambah Chen Fu."Huh enak aja." "Tuan, aku akan segera pergi. Mungkin