Mag-log in"Kenapa kamu berteriak?" tanya Chen Fu.
"Lihat apa yang kamu lakukan?" tanya Mei Yan menutupi tubuhnya yang tersingkap. Tanpa sengaja tangan Mei Yan menyenggol benda keras milik Chen Fu "Apa ini? Apa yang kamu lakukan?" tanya Mei Yan membuang muka. "Aku juga tidak tahu ini otomatis. Baru kali ini aku ngalamin deh. Apa kamu belum pernah melihat sama sekali? Mana ada gadis di sini yang lugu dan polos," bantah Chen Fu. "Hai, aku ini gadis baik-baik. Aku juga belum pernah punya pacar. Selama remaja aku bekerja sama papa," sahut Mei Yan. "Ah omong kosong. Di sini tidak ada remaja yang gak punya pacar. Sejak sekolah juga mereka sudah punya pacar," ledek Chen Fu tanpa menggerakkan badannya. "Aduh Tuan. Cepat singkirkan kakimu dari pahaku. Awas kalau macam-macam!" ancam Mei Yan tepat di depan muka Chen Fu. "Kamu lupa ya. Kakiku lumpuh. Tolong aku kalau kamu mau pergi. Tapi kalau kamu senang ya gak masalah," tambah Chen Fu. "Huh enak aja." "Tuan, aku akan segera pergi. Mungkin papa akan mencariku. Tuan, aku akan pinjam baju untuk pulang," ujar Mei Yan setelah menyingkirkan kaki besar Chen Fu. "Pakailah semua baju yang ada di lemari itu. Sekarang semua jadi milikmu." "Oh tidak..tidak, Tuan. Aku hanya pinjam satu saja." Mei Yan bangkit menuju lemari yang berisi banyak pakaian mahal. Dia kemudian mencari rok yang pas untuk dirinya. Dia juga tidak tahu dimana roknya waktu bekerja di catering itu. Apa pada ajudan itu membuangnya. Dia hanya membawa tas kecil yang berisi dompet dan ponsel saja. "Lumayan ini pas buat tubuhku," batin Mei Yan segera berganti baju. Dia mengucir rambut pirangnya dengan gaya ekor kuda dan merias wajahnya sedikit. Gegas dia menyambar tas kecil menuju pintu kamar. Ketika dia akan membuka pintu kamar, dia tidak bisa. Dengan sekuat tenaga menarik tetap saja tidak bisa. Rupanya pintu kamar itu harus memakai kode untuk membukanya. Sementara Mei Yan tidak tahu. Dia terus saja berusaha membuka pintu itu tapi tetap saja tidak bisa. Akhirnya dia kesal dan kembali menghampiri ranjang. Melempar tas kecil miliknya sambil mengerucutkan bibir. Chen Fu yang mengetahui tingkah gadis itu hanya tersenyum dan tertawa dalam hati Dia sebenarnya pura-pura tidur ingin melihat tingkah gadis itu. "Selamat pagi, Nona Mei Yan. Wah kamu sudah cantik sekali mau ke mana istriku?" goda Chen Fu. "Tuan, izinkan aku pulang. Aku mau ketemu dengan papaku," rayu Mei Yan. "Tenang. Nanti kamu boleh pulang tapi denganku," ucap Chen Fu datar. "Tidak usah, Tuan. Aku harus mengabari papaku dulu kalau aku sudah menikah. Nanti papa terkejut kalau aku datang dengan Tuan. Papa pasti mikir aku ini anak gadis yang nakal. Pulang-pulang sudah punya suami," ucap Mei Yan. Chen Fu diam sejenak memandangi gadis manis bermata sipit yang ada di depannya. "Cantik juga gadis ini. Dia juga punya prinsip, tegas dan tidak terpengaruh," batin Chen Fu. "Nantilah aku atur. Hari ini aku harus ke kantor ada urusan penting.Aku harus rapat dengan penanam modal," ujar Chen Fu. "Tolong siapkan baju untukku bekerja dan tolong bantu aku ke kamar mandi," ucap Chen Fu memandang dingin Mei Yan. Terkadang Mei Yan takut juga dengan tatapan tajam Chen Fu. Sudah kayak serigala yang kelaparan. Tapi dia baik juga sih. Untuk malam pertama masih aman. "Tuan, bagaimana aku bisa menolongmu? Aku tidak kuat. Aku panggil ajudan ya? Oh iya aku tidak habis pikir. Kamu kan katanya konglomerat, kaya raya kenapa kamu tidak berobat sehingga kakimu bisa sembuh?" tanya Mei Yan penasaran. "Aku sudah melakukan berbagai cara dan mengeluarkan banyak uang tapi belum ada hasil." "Sekarang udah zaman canggih, Tuan. Bisa berobat ke mana saja asal ada uang," saran Mei Yan sok pintar. "Baiklah kalau begitu aku akan dengarkan saranmu tetapi kalau aku berobat pasti butuh waktu sedangkan perusahaan tidak tidak bisa aku tinggal." "Cepatlah tolong aku duduk di kursi roda. Bawel amat kamu!" "Terus bagaimana caranya Tuan buang air kecil?" "Aku bisa sendiri. Kalau kamu mau ikut ke dalam," goda Chen Fu. "No!" pekik Mei Yan. "Ya sudah tunggu di luar saja," ucap Chen Fu. "Aku sekarang sudah ada perubahan kok. Tenang saja. Aku gunakan tanganku untuk menyangga tubuhku." "Baiklah kalau begitu akan aku bantu," ucap Mei Yan pasrah. "Oh ya kamu nanti ikut aku ke kantor. Aku kenalkan kamu sama semua pegawaiku yang ada di kantor," ucap Chen Fu. Chen Fu terlihat sangat gagah dan tampan dengan rambut agak gondrong sedikit. Sayang kakinya lumpuh dan duduk di kursi roda. Sementara Mei Yan dandan biasa saja. Mengikat rambutnya seperti buntut kuda dan hanya memakai pewarna bibir natural. Bahkan dia hanya memakai tas kecil selempang untuk tempat ponsel dan dompetnya. Chen Fu menekan tombol memanggil kedua ajudan untuk datang ke kamar. Tidak lama kemudian dia pria tampan dengan tinggi seratus tujuh puluh sentimeter datang. Mereka memakai jas dan celana hitam lengkap dengan masker warna hitam pula. "Tuan, apa mau sarapan dengan Nyonya Chen dan Tuan Muda Chen Yung?" tanya Ajudan Felix. "Tidak usah. Kita langsung ke kantor saja. Sepertinya mereka tidak suka dengan kehadiran Mei Yan. Aku tidak suka ada drama di pagi hari," jawab Chen Fu tegas. "Baiklah kalau begitu,Tuan. Supir sudah siap di bawah," kata Ajudan Felix. Mereka kemudian keluar kamar dan turun dengan lift. Benar saja, di ruang makan sudah menunggu Nyonya Chen dan adiknya Chen Yung. Tatapan kedua orang itu begitu sinis melihat Mei Yan. Apalagi saat itu Mei Yan akting sangat romantis dengan Chen Fu. Itu permintaan dan bagian dari tugasnya. Chen Fu tidak memperdulikan mama dan adiknya. Dia langsung menuju ke mobil yang sudah disiapkan. Mei Yan hanya mengikuti pria yang duduk di kursi roda itu. Hanya menurut perintah saja. Dalam otaknya sudah ada rencana besar. Ajudan Felix membantu Chen Fu untuk masuk ke dalam. Sementara Mei Yan naik dari sisi lain. Sejak tadi hanya diam. Tidak berani bicara atau menatap langsung pada Chen Fu. Dia berencana ingin kabur dari tuan muda itu tapi bagaimana caranya? Sedangkan dia duduk di sebelah pria itu. Sampai di depan sebuah mall besar, Mei Yan memegang tangan Chen Fu. Pria itu sangat terkejut ketika tangan halus itu menyentuh tangannya kekarnya. Dia menatap Mei Yan lekat seperti ada sesuatu yang ingin ditanyakan. "Tuan, apakah kantormu masih jauh?" tanya Mei Yan meringis sambil memegangi perutnya. "Ya masih jauh. Ada di Yeun Ching Road. Kira-kira satu jam dari tempat ini." "Maaf, Tuan. Perutku sakit sekali. Boleh tidak berhenti sebentar? Aku mau pergi ke toilet. Aku tidak bisa menahannya," ucap Mei Yan. Dahi Chen Fu mengkerut seperti menangkap ada gelagat aneh dari sikap Mei Yan. Namun gadis itu mengangguk mohon belas kasihan. "Ajudan Felix antar dia ke toilet mall. Kalau sudah selesai kalian naik taksi ke kantor!" titah Chen Fu. "Kita langsung berangkat ke kantor saja, Justin. Gak ada waktu!" "Jadi dia kita tinggal,Tuan?" tanya Justin, supir pribadi Chen Fu. "Tenang saja Ada Ajudan Felix. Dia jago kalau urusan kayak gini," sahut Chen Fu. "Terima kasih, Tuan. Kalau Tuan tidak mengizinkan pasti aku akan buang air besar di celana," ujar Mei Yan. "Kita lihat saja. Apa yang akan kamu lakukan gadis tengil? Aku tahu apa yang ada dalam isi kepalamu. Pasti kamu akan pulang ke rumah. Dasar gadis keras kepala tidak bisa diatur," batin Chen Fu sambil nyengir.Felix dengan hati-hati menaruh tubuh Mei Yan di atas sofa. Apalagi Mei Yan saat itu memakai celana yang sangat pendek dengan memakai kaos oblong pula. Sehingga terlihat jelas paha mulusnya. Felix sempat menelan ludah ketika badan Mei Yan menyentuh tubuhnya. Ada debaran aneh yang dia tidak mengerti. Pria itu harus menahan diri agar tidak tergoda. Saat itu hanya ada dirinya dan Mei Yan. "Nyonya Muda, apa kamu sudah siap? Aku akan mencabut kaca yang ada di kakimu kemudian akan menambal untuk mengobatinya. Maafkan aku ya Nyonya Muda, karena menyentuh kaki dan tubuhmu. Aku tidak bermaksud untuk kurang ajar," ujar Felix. Mei Yan tidak menjawab. Dia hanya mengangguk tanda setuju. Sambil meringis menahan sakit. Dia sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Pikirannya mendadak pada Chen Fu yang pamit kerja dan ada rapat ke negara Macau. "Apa kamu sudah telepon bosmu, Felix?" tanya Mei Yan sambil memejamkan matanya. "Belum Nyonya. Namun, aku sudah nanya Austin pas mau berangkat dari kant
Chen Fu mengernyitkan dahi mendengar ucapan pengawal kiriman dari adiknya, Chen Yung. Dari awal berangkat dari kantor, Chen Yung sudah ngeyel ingin menempatkan pria berkulit hitam itu sebagai tambahan pengawal pribadinya. Tapi mendadak di tengah jalan dia minta turun karena ada perintah dari Chen Yung untuk mengerjakan yang lain. Tanpa pikir panjang jangan, Chen Fu kemudian menyetujui permintaan dari pengawal itu. "It's oke. No problem. Jika Chen Yung menyuruhmu untuk mengerjakan yang lain. Aku bisa berangkat dengan Austin ke negara Makau. Paling cuma untuk menghadiri rapat penting biasa kemudian siang kami akan balik ke kantor," ucap Chen Fu. Pria berkulit hitam itu turun dari mobil tanpa menatap pada Chen Fu. Austin tetap duduk di samping Chen Fu sambil mengamati gerak-gerik pengawal kiriman dari Chen Yung. Setelah itu dia berbisik."Tuan, apa maksud Tuan Chen Yung mengirimkan pengawal kemudian berhenti di tengah jalan. Padahal ini sudah mau mendekati negara Makau. Apa Tuan berpik
Mobil baru sampai di pinggir kota, mendadak Chen Fu ingin membeli sesuatu dan mengirimkan pada istri tercinta. Dia memerintahkan supir untuk berhenti. Di dalam mobil itu ada Austin, supir dan pria berkulit hitam, anak buah Chen Yung. "Charlos, tolong berhenti di depan toko bunga ya!" titah Chen Fu. "Baik Tuan," sahut Charlos. Dia menghentikan mobil ketika sampai di depan toko bunga anggrek di pinggir kota. "Austin, tolong belikan satu kuntum bunga anggrek yang berwarna ungu di sana!" ucap Chen Fu. "Buat apa Tuan? Bukannya kita sudah dikejar waktu untuk segera sampai di negara Macau siang ini," protes Austin. Chen Fu menghela nafas. Dia merasakan sesuatu yang tidak biasa. Kemudian dia meraba cincin pernikahannya. "Sudahlah. Beli saja! Jangan membantah! Mendadak aku sangat merindukan istriku. Padahal belum satu hari aku meninggalkan wanita bawel itu," tegas Chen Fu. Pria hitam yang ada di bangku depan tidak juga menoleh. Dia fokus pada jalan saja. "Baiklah, Tuan," ucap
Chen Fu gegas ke ruangannya. Dia hanya mengambil lap top dan semua berkas yang sudah disiapkan Moudy untuk rapat pemegang saham di Macau. Austin juga ikut bersamanya. Sementara Moudy hanya mengekor dari belakang. Mendadak Nyonya Chen dan putranya masuk dalam ruangan Chen Fu. Mereka tersenyum ramah seolah menyambut kedatangan putranya. "Selamat pagi Chen Fu. Kenapa tidak pulang ke villa semalam? Apa yang terjadi?" tanya Nyonya Chen sambil mau memeluk putranya. Namun Chen Fu mundur tidak mau dipeluk wanita itu. "Lalu mana wanita kampung itu? Kok tidak ikut lagi ke kantor?" tanya Nyonya Chen sambil matanya mengelilingi ruangan mencari Mei Yan. Sepertinya sangat penasaran kenapa istri Chen Fu tidak ikut ke kantor. "Aku tidak kemana-mana. Hanya ingin menikmati bulan madu bersama istriku saja. Mami ada masalah? Kalau aku tidak pulang mungkin kalian juga bahagia. Jika aku dan istriku tidak pulang ke Villa jadi tidak ada yang mengganggu kalian. Waktu itu istriku membuat Mami sangat kesal
Di Villa kediaman keluarga Chen. Wanita berambut pendek dan anaknya, berunding di kamar pribadi mereka. Seperti ada peristiwa penting sehingga mereka nampak sangat panik. "Bagaimana penyerangan pertama,Mami?" tanya Chen Yung kepada wanita yang berdiri sambil berdekap memandang jendela kamar. "Orang-orang suruhanku gagal mengenai sasaran. Ternyata dia berada di mobil lain. Sungguh tipuan yang sangat membuat aku muak dan ingin muntah!" geram wanita cantik itu. Pandangannya nanar. Susah payah dia membayar orang tapi tidak berhasil. Dia sudah tidak sabar ingin berkuasa di Dinasty Grup. "Apa Mami sudah mengirimkan mata-mata lain untuk menyelidiki di mana Chen Fu berada?" "Sudah tapi sepertinya anak itu menghilang tanpa jejak bahkan bersama istrinya dan kedua ajudan. Ke mana dia semalam menginap dengan istrinya dan dua ajudan itu?" Nyonya Chen balik menatap putranya. "Aku sangat penasaran Di mana rumah gadis kampung itu? Apa kita buat siasat lain lagi, pasti Chen Fu tidak berdaya kala
Selesai mandi, Chen Fu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan selembar kain penutup bagian yang sangat sensitif. Badannya yang kekar dengan perut ramping dan rambut yang masih basah terlihat sangat menggoda. Sementara itu Mei Yan merapikan tempat tidur yang semalam sudah dipakai untuk bercinta. Tidak layaknya seorang nyonya muda, dia bersikap biasa saja. Tidak ada yang istimewa. "Hai apa yang kamu lakukan?" tanya Chen Fu ketika melihat istrinya merapikan tempat tidur mereka. "Memang apa yang kamu lihat?"Mei Yan menoleh ambil tersenyum."Kamu bukan kayak nyonya muda. Merapikan tempat tidurmu sendiri?""Aku tidak biasa berantakan. Ranjang adalah tempat terakhir untuk menghilangkan capek dan kesal. Bahkan aku suka tidur seharian kalau lagi kesal. Bajumu di atas tempat tidur."Mei Yan menunjuk pada baju dan setelan jas yang ada di tempat tidur. "Apa kamu tidak mau menolongku? Mendadak aku gak bisa pakai baju dan dasi."Chen Fu bersikap manja dengan istrinya. "Hei, sejak kapan kam







