LOGINSetelah mendapatkan izin dari Chen Fu, Mei Yan langsung turun dari mobil mewah milik pria itu. Diikuti oleh ajudan Felix. Sementara itu Austin yang berada di mobil lain ikut turun dan bertanya dengan bos mudanya. Chen Fu memberikan kode agar membiarkan gadis itu pergi diikuti oleh ajudan Felix. Menanti Mei Yan masuk ke dalam Mall, mobil itu meninggalkan Yuen Long Plaza menuju kantor menuju perusahaannya.
Mei Yan segera berlari naik ke atas mencari toilet. Sebenarnya ini adalah salah satu cara untuk lari dan kembali ke rumah. Gadis mungil itu lari diikuti ajudan Felix. Kebetulan plaza itu masih sepi sehingga tidak banyak orang. Tiba di toilet wanita, Mei Yan masuk ke dalam. Cukup lama dia mencari akal agar bisa lepas dari pantauan ajudan Felix. "Aku pakai cara apa ya biar aku bisa lepas dari pria itu? Sementara aku hanya pakai rok aja. Bagaimana caranya," gumam Mei Yan di dalam kamar mandi. "Aha, aku menemukan ide!" pekik Mei Yan ketika sudah menemukan cara untuk mengelabui ajudan Felix. Dia melepaskan rok yang dipakainya. Kebetulan dia memakai celana pendek dan tanktop saja. Jadi dia hanya pakai baju itu. Kemudian merias wajahnya agak tebal dengan lipstik sembarang dan membiarkan rambutnya tergerai. Setelah itu dia masukkan tas selempangnya ke dalam plastik sampah. Sudah seperti orang gila saja. Ketika keluar bertemu dengan orang lain di dalam toilet itu banyak yang memandang Mei Yan sambil mengerutkan dahi. Mei Yan melotot pada setiap orang yang memperhatikannya. Dia masih mencari cara agar bisa keluar dan lari dari Ajudan Felix. Ajudan Felix masih menunggu di luar toilet wanita. Dia mulai gelisah karena hampir setengah jam nona mudanya belum muncul. Mau masuk ke dalam toilet tapi tidak enak. Takutnya malah manggil polisi. "Hah,ngapain gadis bandel itu? Sudah setengah jam di toilet. Apa dia sakit perut? Aku belum melihat dia keluar dari kamar mandi. Setiap orang yang keluar aku perhatikan tapi dia tidak ada," pikir Ajudan Felix. Sengaja dia memakai kaca mata hitam agar tidak terlihat kalau dia sedang menunggu Mei Yan. "Oke, aku sudah siap keluar." Kebetulan di dalam ada nenek yang bawa belanjaan banyak. Sendirian. Dia menawarkan jasa untuk menemaninya. "Nenek aku bantu ya?" tawar Mei Yan dengan senyum manis. Nenek tua yang berambut putih itu menoleh seperti curiga dengan Mei Yan Apalagi dengan penampilan yang aneh hanya memakai celana pendek dan singlet serta lipstik yang belepotan. "Tenang Nek. Aku nggak akan ngapa-ngapain kok. Kalau aku nakal tinggal telepon polisi saja. Aku hanya kasihan lihat nenek. Jadi inget mamaku. Makanya aku mau bantu membawakan belanjaan nenek yang berat sampai depan sana," ucap Mei Yan. "Baiklah kalau begitu. Kamu kok cantik sekali," puji nenek itu. "Terima kasih, Nek," sahut Mei Yan sambil nyengir. "Kayak gini kok dibilang cantik," batin Mei Yan. Sambil membawa belanjaan nenek dan menggandeng lengan nenek itu, Mei Yan keluar dari toilet wanita. Sampai luar dia melihat Ajudan Felix di sana sedang tidak fokus apalagi sedang main ponsel. Dia kemudian belok ke kiri agar tidak terlihat oleh ajudan Felix. Setelah sampai agak jauh dari toilet Mei Yan memberikan tas belanja milik nenek. "Terima kasih ya Nek " "Leng Loi, aku yang terima kasih," ucap nenek itu sambil tersenyum. "Rumah kamu di mana Nona?" tanya nenek itu. "Dekat sini kok," sahut Mei Yan. Setelah lepas dari pantauan ajudan Felix, Mayan menuju toilet lain. Dia kemudian mengikat rambut dan mengelap lipstik yang belepotan. Langsung turun ke loby serta memesan taksi pulang ke rumah papanya. Rumah Mei Yan berada di Hung Tsui Wae Salah satu desa terpencil yang berada dalam distrik Yuen Long. Dia sedikit lega ketika sampai di rumah. Sampai di sana dia terkejut karena banyak orang. Seperti bodyguard yang mempunyai badan besar dan berkulit hitam berada di pekarangan rumahnya. Dia lebih terkejut karena barang-barang dan perabot rumah sudah dikeluarkan. Juga sudah ada palang garis berwarna kuning. "Papa...ada apa Papa?" teriak Mei Yan menghambur ke dalam. Sementara itu Ajudan Felix mulai gelisah. Dia sudah menunggu hampir satu jam hingga bertanya kepada petugas toilet yang saat itu sedang membersihkan toilet. "Maaf, Aunty. Apakah Anda melihat gadis berambut pirang manis memakai rok warna merah muda berada di toilet. Sejak tadi aku sedang menunggu 1 jam tadi dia tidak ada keluar?" tanya Ajudan Felix. "Aku sejak tadi bertugas di sini tapi tidak melihat ciri-ciri gadis yang kau sebutkan itu. Aku hanya melihat gadis bersama nenek-nenek memakai celana pendek dan singlet. Banyak gadis di sini yang pakai toilet. Siapa yang kamu maksud?" tanya tukang bersih-bersih itu memandang Ajudan Felix dengan tatapan tajam. "Jadi nggak ada ya ciri-ciri gadis seperti itu?" "Aku tidak tahu ada atau tidak? Satu jam ngapain di toilet ini sudah ganti-ganti banyak orang. Di sini banyak orang yang keluar dan masuk," ucap tukang bersih toilet itu "Aduh pasti dia kabur. Mana tidak tahu rumahnya," geram Ajudan Felix. Dia mengambil benda pipih yang ada di kantong jasnya kemudian menelepon Chen Fu. "Ajudan Felix. Kamu sudah 1 jam bersama Mei Yan. Apa yang kamu lakukan dengan istriku?" tanya Chen Fu dengan ada yang sangat keras. "Maaf Tuan Muda. Mei Yan kabur. Aku sudah nunggu satu jam di toilet rupanya dia punya akal yang sangat licik dan cerdik," kata Ajudan Felix. "Apa kabur?" "Iya Tuan Muda. Maafkan aku!" "Ya sudah kamu balik ke kantor dulu. Biarkan gadis itu kabur. Paling pulang ke rumah papanya. Dasar gadis keras kepala," gerutu Chen Fu. "Belum tau apa yang akan aku lakukan untukmu?"Felix tidak tahu harus bicara apa dengan bosnya. Mudah-mudahan Mei Yan belum tahu berita kecelakaan suaminya. Dia juga masih memastikan apakah itu benar-benar mobil Chen Fu atau mobil lain. Menunggu ada laporan resmi dari pemerintah atau polisi yang menangani kecelakaan itu. Baru memikirkan bagaimana caranya untuk bicara dengan Mei Yan, seorang perawat datang memanggil Felix. Dengan tergesa pria berkacamata itu mengikuti langkah suster yang berambut panjang itu. Seorang wanita muda dengan rambut pendek dengan dandanan yang sederhana saja. Dia memakai masker duduk menunggu kedatangan Felix. Begitu pria itu datang langsung menjabat tangan Felix dengan hamgat."Selamat Tuan, sebentar lagi Tuan akan menjadi seorang ayah," kata dokter itu. Felix hanya bengong saja. Masih tidak mengerti apa yang terjadi. Mengapa dokter itu mengatakan kalau sebentar lagi dia akan menjadi ayah sedangkan dirinya belum menikah. Padahal ketika masuk ke rumah sakit itu hanya menggunakan data Mei Yan saja. Tidak
Felix dengan hati-hati menaruh tubuh Mei Yan di atas sofa. Apalagi Mei Yan saat itu memakai celana yang sangat pendek dengan memakai kaos oblong pula. Sehingga terlihat jelas paha mulusnya. Felix sempat menelan ludah ketika badan Mei Yan menyentuh tubuhnya. Ada debaran aneh yang dia tidak mengerti. Pria itu harus menahan diri agar tidak tergoda. Saat itu hanya ada dirinya dan Mei Yan. "Nyonya Muda, apa kamu sudah siap? Aku akan mencabut kaca yang ada di kakimu kemudian akan menambal untuk mengobatinya. Maafkan aku ya Nyonya Muda, karena menyentuh kaki dan tubuhmu. Aku tidak bermaksud untuk kurang ajar," ujar Felix. Mei Yan tidak menjawab. Dia hanya mengangguk tanda setuju. Sambil meringis menahan sakit. Dia sudah tidak peduli dengan apa yang terjadi. Pikirannya mendadak pada Chen Fu yang pamit kerja dan ada rapat ke negara Macau. "Apa kamu sudah telepon bosmu, Felix?" tanya Mei Yan sambil memejamkan matanya. "Belum Nyonya. Namun, aku sudah nanya Austin pas mau berangkat
Chen Fu mengernyitkan dahi mendengar ucapan pengawal kiriman dari adiknya, Chen Yung. Dari awal berangkat dari kantor, Chen Yung sudah ngeyel ingin menempatkan pria berkulit hitam itu sebagai tambahan pengawal pribadinya. Tapi mendadak di tengah jalan dia minta turun karena ada perintah dari Chen Yung untuk mengerjakan yang lain. Tanpa pikir panjang jangan, Chen Fu kemudian menyetujui permintaan dari pengawal itu. "It's oke. No problem. Jika Chen Yung menyuruhmu untuk mengerjakan yang lain. Aku bisa berangkat dengan Austin ke negara Makau. Paling cuma untuk menghadiri rapat penting biasa kemudian siang kami akan balik ke kantor," ucap Chen Fu. Pria berkulit hitam itu turun dari mobil tanpa menatap pada Chen Fu. Austin tetap duduk di samping Chen Fu sambil mengamati gerak-gerik pengawal kiriman dari Chen Yung. Setelah itu dia berbisik."Tuan, apa maksud Tuan Chen Yung mengirimkan pengawal kemudian berhenti di tengah jalan. Padahal ini sudah mau mendekati negara Makau. Apa Tuan berpik
Mobil baru sampai di pinggir kota, mendadak Chen Fu ingin membeli sesuatu dan mengirimkan pada istri tercinta. Dia memerintahkan supir untuk berhenti. Di dalam mobil itu ada Austin, supir dan pria berkulit hitam, anak buah Chen Yung. "Charlos, tolong berhenti di depan toko bunga ya!" titah Chen Fu. "Baik Tuan," sahut Charlos. Dia menghentikan mobil ketika sampai di depan toko bunga anggrek di pinggir kota. "Austin, tolong belikan satu kuntum bunga anggrek yang berwarna ungu di sana!" ucap Chen Fu. "Buat apa Tuan? Bukannya kita sudah dikejar waktu untuk segera sampai di negara Macau siang ini," protes Austin. Chen Fu menghela nafas. Dia merasakan sesuatu yang tidak biasa. Kemudian dia meraba cincin pernikahannya. "Sudahlah. Beli saja! Jangan membantah! Mendadak aku sangat merindukan istriku. Padahal belum satu hari aku meninggalkan wanita bawel itu," tegas Chen Fu. Pria hitam yang ada di bangku depan tidak juga menoleh. Dia fokus pada jalan saja. "Baiklah, Tuan," ucap
Chen Fu gegas ke ruangannya. Dia hanya mengambil lap top dan semua berkas yang sudah disiapkan Moudy untuk rapat pemegang saham di Macau. Austin juga ikut bersamanya. Sementara Moudy hanya mengekor dari belakang. Mendadak Nyonya Chen dan putranya masuk dalam ruangan Chen Fu. Mereka tersenyum ramah seolah menyambut kedatangan putranya. "Selamat pagi Chen Fu. Kenapa tidak pulang ke villa semalam? Apa yang terjadi?" tanya Nyonya Chen sambil mau memeluk putranya. Namun Chen Fu mundur tidak mau dipeluk wanita itu. "Lalu mana wanita kampung itu? Kok tidak ikut lagi ke kantor?" tanya Nyonya Chen sambil matanya mengelilingi ruangan mencari Mei Yan. Sepertinya sangat penasaran kenapa istri Chen Fu tidak ikut ke kantor. "Aku tidak kemana-mana. Hanya ingin menikmati bulan madu bersama istriku saja. Mami ada masalah? Kalau aku tidak pulang mungkin kalian juga bahagia. Jika aku dan istriku tidak pulang ke Villa jadi tidak ada yang mengganggu kalian. Waktu itu istriku membuat Mami sangat kesal
Di Villa kediaman keluarga Chen. Wanita berambut pendek dan anaknya, berunding di kamar pribadi mereka. Seperti ada peristiwa penting sehingga mereka nampak sangat panik. "Bagaimana penyerangan pertama,Mami?" tanya Chen Yung kepada wanita yang berdiri sambil berdekap memandang jendela kamar. "Orang-orang suruhanku gagal mengenai sasaran. Ternyata dia berada di mobil lain. Sungguh tipuan yang sangat membuat aku muak dan ingin muntah!" geram wanita cantik itu. Pandangannya nanar. Susah payah dia membayar orang tapi tidak berhasil. Dia sudah tidak sabar ingin berkuasa di Dinasty Grup. "Apa Mami sudah mengirimkan mata-mata lain untuk menyelidiki di mana Chen Fu berada?" "Sudah tapi sepertinya anak itu menghilang tanpa jejak bahkan bersama istrinya dan kedua ajudan. Ke mana dia semalam menginap dengan istrinya dan dua ajudan itu?" Nyonya Chen balik menatap putranya. "Aku sangat penasaran Di mana rumah gadis kampung itu? Apa kita buat siasat lain lagi, pasti Chen Fu tidak berdaya kala







