Home / Romansa / Sentuhan Lembut Om Duda / CHAPTER 4: Hanya Peliharaan

Share

CHAPTER 4: Hanya Peliharaan

Author: Heiho
last update Last Updated: 2025-11-05 12:24:04

Rara memejamkan mata ketika wajah Jefri mendekat. Tubuhnya gemetar. Sungguh, melihat Jefri sekarang sangat membuatnya takut! Tidak hanya karena merasa semua ini salah, ia juga teringat dengan Satrio ketika mereka akan berhubungan intim 

Rara sudah hendak menangis dan pasrah pada keadaannya ketika tiba-tiba ..

CTAK! 

“Aw!”

… Jefri menyentil dahinya. 

Rara seketika membuka mata. Ia melihat Jefri mendengus geli kepadanya dan beranjak berdiri. 

“Padahal kamu yang ajak, tapi kamu juga yang gemetaran,” ejek Jefri. Rara seketika manyun, “Padahal sebelumnya aku udah klarifikasi terus–!”

“Kamu takut kan, Ra?”

Rara terdiam. Ia memerhatikan Jefri yang duduk di sebrangnya sambil menyilangkan kaki dan bersedekap. 

“Kamu keinget Satrio tadi, kan?”

Rara menundukkan kepala. Ia tak bisa membantah ucapan Jefri karena nyatanya memang begitu. Berhubungan intim menjadi hal yang menakutkan bagi Rara karena perlakuan kejam Satrio padanya. 

“Kalau kamu emang beneran mau dibantu, kamu harus putusin dia dulu, Ra,” celetuk Jefri mengalihkan perhatian Rara. 

Rara mengerutkan alis. “Om nih bercanda atau nggak sih tiap kali ngomong begitu?” ucap Rara kesal. 

Jefri mengangkat kedua bahunya, “Menurut kamu aja,”

Rara mendengus. Ia lupa ayah sahabatnya ini memang suka jahil. Rara mengusak-usak rambutnya kasar kemudian duduk di atas kasur sambil menatap Jefri lurus. 

“Aku mau putusin dia weekend ini,” ucap Rara. Wajah gadis itu berubah serius. 

“Om bisa nunggu selama itu, kan?”

“Kenapa kamu ngebuat seolah om yang kepingin banget?” sungut Jefri tapi pria itu tersenyum kecil. Ia bangkit dari kursinya dan berdiri di hadapan Rara. Tangannya menuju kepala Rara kemudian mengusak-usaknya lembut. 

“Janji, ya,” 

Rara terpaku melihat senyum lembut di wajah Jefri. Hal itu membuat hatinya terenyuh. 

Sudah lama sekali tidak ada pria yang memberikan senyum selembut itu padanya. 

Jefri kembali menuju meja di seberang ranjang, meninggalkan rasa kosong di kepala Rara yang buru-buru ia tepis. Ia memerhatikan Jefri yang membuka laci meja dan mengambil kunci dari dalam. Pria itu kemudian melemparkannya ke Rara yang ditangkap sigap oleh sang gadis. 

“Kalau udah selesai, langsung kesini,” instruksi Jefri, “Itu kunci masuknya,”

Setelah itu, Jefri meninggalkan Rara di kamar yang masih mencerna situasi. Gadis berusia dua puluhan itu mengerjap-ngerjapkan mata sebelum wajahnya memerah. 

Jadi … nanti beneran?

***

Beberapa hari kemudian, weekend datang. Rara duduk gelisah kursi kafe tempat pertemuannya dengan Satrio. Di sebelahnya, Hani menyeruput milkshake dengan tenang. 

Sebelumnya, Satrio sudah sempat meneror Rara dengan berbagai pesan ajakannya. Saking semangatnya, pria itu bahkan sudah sampai membooking hotel. Sangat gila!

Tentu saja Rara tidak langsung mengacuhkan pesan-pesan ajakan Satrio. Dia sudah bertekad untuk putus sekarang, jadi sudah tidak ada lagi ruang untuk mundur. Ia menelepon Satrio, meminta pria itu bertemu di kafe tempatnya sekarang, dan tanpa menunggu jawaban Satrio, Rara langsung mematikannya. 

Satrio pasti akan datang dalam keadaan naik darah nanti. 

“Nggak usah terlalu tegang, Ra,” celetuk Hani mengalihkan pikiran Rara, “Di sini ramai. Dia pasti nggak bakal macam-macam,”

Rara meringis, mengaminkan ucapan Hani dalm hatinya. Masalahnya, sahabatnya itu tak tahu seberapa gila Satrio kalau sedang marah. Memang, sih, selama ini ia cuma merasakannya dalam ruang tertutup. Jadi, ia masih bisa berharap kalau Satrio memang tidak akan semenggebu itu saat di luar. 

BRAK!

Rara tersentak kaget. Ia menoleh ke Satrio, pelaku yang menggebrak meja, dan menemukan wajah pria itu memerah penuh emosi. Mata pria itu melotot, saking besarnya sampai hampir keluar. Bahkan, ada urat-urat yang muncul di pelipisnya. 

Tubuh Rara seketika gemetar. Rasa takut menghujam tubuhnya kuat-kuat. Ia bahkan tanpa sadar menggamit ujung baju Hani. 

Hani yang menyadari ketakutan sahabatnya menarik napas pelan lalu berkata datar pada Satrio, “Silakan duduk dulu. Jangan kayak orang gak tau etika gini,”

“Apa-apaan ini, Ra?!” seru Satrio. Ia menunjuk Hani, “Kenapa ada wanita gila ini di sini?!”

“Loh, bukannya udah jelas?” Hani menyeringai, “Apa kamu terlalu bodoh sampai gak bisa nebak alasannya, Satrio Ricardo?”

“Sialan!”

“Satrio, bentar!”

Rara menggenggam tangan Satrio yang sudah melayang dengan cepat. Tubuhnya masih gemetar, tapi ia tidak bisa membiarkan Hani terluka!

“Duduk dulu. Aku mau ngomongin hal penting,”

“Ngomong aja sekarang!”

Tatapan sangar Satrio menciutkan nyali Rara. Rasa takut itu semakin memenuhi dirinya. 

Tapi, ia sudah berjanji dengan Jefri …

Rara menggigit bibit dan menatap Satrio dengan nyalang. 

“Aku mau putus,”

Tubuh Rara semakin gemetar ketika dalam keheningan usai omongannya, wajah Satrio perlahan semakin memerah dan mengeras, bak gunung berapi yang akan meletus. Lalu dengan gerakan cepat yang tak bisa dilihat Rara, ia menjambak rambut sang gadis dengan sangat kencang hingga membuat Hani yang biasanya tenang, tercekat seketika. 

“Kamu kira kamu siapa, hah?!” murka Satrio, “Kamu itu cuma peliharaan aku! Dan peliharaan harusnya selalu nurut sama majikannya!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 56: Bukti yang Didapat Rachel

    “Minggu depan, acara fashion show nyonya sudah akan dimulai. Jadi, hari ini nyonya akan mencoba busana dari desainer yang menjadi partner kita. Harap anda memberitahu apabila busana itu ada yang kurang pas di badan nyonya. Lalu selanjutnya anda–”Rachel tak mendengarkan lagi ucapan asistennya yang berjalan di sebelahnya.Tatapannya memang terarah ke depan, tapi pikirannya melanglang buana ke pertanyaan yang muncul di benaknya beberapa hari terakhir kemarin;Bagaimana cara menemukan bukti Jefri dan Rara melakukan hubungan seks bersama?Tidak, lebih tepatnya, mencari bukti bahwa Jefri dan Rara adalah partner sex. Karena Rachel yakin, mereka bukan hanya One Night Stand di hotel kemarin, tapi sudah melakukannya beberapa kali melihat betapa tenangnya Rara waktu itu. Apalagi, ia teringat kejadian saat Jefri merebut karet gelang Rara yang bisa menjadi bukti pergumulan mereka. Pria itu pasti bermaksud melindungi hubungannya dengan gadis jalang itu!

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 55: Hutang

    “Jangan salah posisi tidur lagi, nanti lehernya malah jadi miring,”“Iya, iya,” balas Rara sambil tertawa ketika mendengar candaan rekannya itu. Septa mendengus. Ia menerima helm yang diberikan Rara kemudian menaruhnya di cantolan depan. “Makasih banyak, ya,” ucap Rara dengan senyuman lebar, “Padahal gak usah repot-repot anterin aku pulang,”Septa melambai-lambaikan tangannya malas sambil memasang postur malas pura-pura, “Udah telat kalo merasa gak enak sekarang. Padahal emang aslinya mau jadi pelanggan tetap, kan?”Rara kembali tertawa. Hal itu menerbitkan senyum di wajah Septa. Ah, senyum gadis itu memang selalu menyenangkan untuk dipandang.Tak ingin terhanyut, Septa buru-buru menyalakan motornya lagi. Ia melambaikan tangan ke Rara yang segera dibalas perempuan itu. “Hati-hati!” ucap Rara. Septa mengangguk kemudian melajukan motornya menjauh. Rara segera berbalik badan menuju rumahnya setelah kepergian Se

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 54: Hanya Perasaan

    “Ini kayaknya digigit nyamuk,” ringis Rara sambil mengusap-usap lehernya yang ditunjuk Septa, “Malu banget. Semoga nggak ada yang liat pas di pesta tadi,”Septa menatap Rara lamat-lamat. Rekannya itu memang menjawab dengan tenang dan santai, tapi Septa bisa menangkap kegugupan dan kepanikan di wajahnya. Meski Septa tadi menotisnya, ia sebenarnya juga tidak melihatnya terlalu jelas bentukannya tadi seperti apa. Tapi, rasanya terlihat seperti sebuah ruam?Septa merapatkan bibirnya. Ini bukan seperti yang ia pikirkan, kan?Septa menghela napas pelan kemudian mengulas senyum di wajahnya. “Tenang aja, nggak keliatan kok selama di pesta nanti,” ucapnya, “Buktinya aku baru sadar sekarang, kan?”Rara menatap Septa yang tersenyum menenangkan. Ia menelan ludah kemudian tertawa gugup sambil mengangguk. “Untung aja,” ucap Rara lega. Ia kembali memperbaiki gaya rambutnya membuat lehernya tertutupi. Septa mengalihkan pand

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 53: Rachel Mencari Bukti

    ‘Pasti ada sesuatu antara dia dan Jefri,’ batin Rachel sambil menatap kepergian Septa dan Rara. Bibirnya mengulas senyum, tapi tatapannya dingin. Ia ikut melambaikan tangan seperti Hani ke dua orang yang mulai masuk ke mobil.Rachel beralih fokus menatap Septa Wajah pria muda itu terlihat normal, ia bahkan sudah tertawa-tawa dengan Hani lagi. Tapi, Rachel berani bersumpah kalau sebelumnya Septa menatap Rara juga dengan tatapan janggal, seolah mencurigai sesuatu. Rachel menyeringai tipis. Haruskah dia membicarakannya dengan pria itu?“Ayo kita jemput ayah, tan,” ucap Hani setelah mobil yang membawa Septa dan Rara pergi. Rachel mengangguk. Mereka mulai menaiki lift untuk menuju kamar Jefri. Setelah sampai di depan kamar Jefri, Hani memasukkan kunci yang diberikan Rara sebelumnya dan membuka pintu. Begitu pintu terbuka, langsung terlihat Jefri yang sedang tertidur di kasur hanya memakai kemeja maroon dan celana hitamnya. Jas pria itu tergantung di kursi sebelah kasur, sementara vestn

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 52: Om Gak Mau?

    Sama sekali tidak ada percakapan di antara Jefri dan Rara selama Rara mengantar Jefri ke kamarnya. Mereka hanya berdiri bersisian di lift dalam diam.Rara melirik ke Jefri yang wajahnya semakin memerah. Alkohol yang dia minum dari tadi sepertinya sudah bereaksi. Meski begitu, pria itu tak bereaksi apa-apa. Hal itu membuat Rara kagum karena menyadari Jefri memang sekuat itu menahan pengaruh alkohol.Pintu lift terbuka ketika mereka sudah sampai di lantai paling atas. Rara segera berjalan keluar. Ia menatap Jefri yang melangkah perlahan. Gerakannya sudah tidak secepat sebelumnya.“Om tidak apa-apa?” tanya Rara, “Perlu aku bopong?”“Tidak apa-apa,” balas Jefri yang

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 51: Antarkan Om Ke Kamar

    Pikiran Rara kosong ketika acara kembang api dimulai. Matanya memang mengarah ke hingar bingar kembang api di langit, tapi ia tidak ikut menikmati kembang api itu. Pikirannya masih terarah pada kejadian saat Jefri mengejeknya tadi. Rasanya menyakitkan. Rara menggigit bibir, berusaha menahan tangis yang mendesak keluar. Ia berkali-kali mencoba menyangkal bahwa Jefri tidak mungkin berniat mengejeknya. Tapi, tatapan dan seringainya selalu meruntuhkan penyangkalan Rara.‘Apa itu bukan ejekan?’ batin Rara. Apa sebenarnya ia merasa bangga karena rencananya berhasil? Rasanya itu lebih masuk akal.Tapi, apa pun alasannya, tetap saja rasanya menyakitkan.Pikiran Rara terus melanglang buana hingga acara kembang api selesai. Septa yang berdiri di sebelahnya tersenyum puas dan mengalihkan pandangan ke Rara. “Kembang apinya bagus-bagus banget, kan? Salah satu pamanku yang–”Septa tercenung ketika melihat wajah muram Rara. Ia menel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status