หน้าหลัก / Romansa / Sentuhan Lembut Om Duda / CHAPTER 5: Ciuman yang Berbeda dari Biasanya

แชร์

CHAPTER 5: Ciuman yang Berbeda dari Biasanya

ผู้เขียน: Heiho
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-11-05 12:24:43

“Satrio! Dasar gila!”

Hani segera bangkit dan mendorong tubuh Satrio hingga jambakannya di rambut Rara terlepas. Pria itu mundur beberapa langkah dengan napas menggebu, membuat beberapa pasang mata menatap mereka. 

“Wanita ular itu kan yang nyuruh kamu begini?! Nolak aku terus-terusan! Ngehindar terus!”

“Masih belum sadar juga?!” Hani menggeram dan hendak bergerak mendekati Satrio. Tapi, Rara buru-buru menahan pundak Hani. 

“Lepasin, Ra! Dia harus dipukul minimal sekali!”

Rara menggeleng-geleng panik. Semua pengunjung sudah melihat mereka, tentu saja ia tidak bisa membiarkan Hani sang putri dari keluarga terhormat, melakukan tindakan yang mencoreng nama baiknya itu. 

Meskipun Hani melakukan hal yang benar sekarang, tapi para pengunjung yang tidak mengerti konteksnya bisa salah paham dengan keadaan sekarang!

“Biar aku yang ngomong,” ucap Rara menenangkan, “Nggak papa. Kan kamu juga ngawasin aku,”

Hani ingin membentah, tapi melihat tekad di mata Rara meski gadis itu gemetar meluruhkan amarah Hani. Gadis itu menghela napas kemudian beringsut mundur. 

Rara melangkah maju satu langkah. Ia mengepalkan tangan, berusaha menguatkan dirinya agar tidak kalah dari intimidasi Satrio. 

“Aku udah minta kan dari beberapa tahun lalu,” ucap Rara, “Tapi kamu terlalu tuli buat dengerin aku!”

“Kenapa begini sih, Ra?” Satrio tertawa sarkas, “Oh, aku tahu, karena kamu gak puas kan sama aku di ranjang?! Kamu gak suka–”

“Iya! Aku gak suka!” jerit Rara. Napasnya memburu karena emosi yang tersimpan rapih kini meledak-ledak. 

“Aku selalu bilang gak suka, tapi kamu selalu maksa aku! Terus tadi kamu bilang aku apa? Peliharaan kamu?”

Rara menggertakkan bibirnya dan menatap sengit Satrio dengan ekspresi yang menggelap. 

“Mendingan aku mati daripada jadi peliharaan kamu, Satrio Ricardo,”

Satrio tercengang. Ia menatap tak percaya perempuan di hadapannya yang biasanya hanya diam dan patuh kini melawan balik dirinya!

Ia melirik Hani yang berada di belakang Rara. Gadis itu menyeringai puas dengan tatapan mengejek, membuat tali yang menahan amarah Satrio seketika putus. 

Satrio menggeram. Ia mengambil gelas milkshake di meja dan melemparnya ke kepala Rara yang beruntungnya sempat menunduk. 

Hani dan pengunjung lainnya seketika berteriak mendengar tindakan Satrio. Beberapa staf kafe pun segera turun tangan untuk membawa Satrio pergi. 

“Kamu nggak akan bisa lepas dari aku, Ra! Ingat itu!” seru Satrio selagi tubuhnya diseret keluar oleh staf kafe. 

“Ra! Kamu luka, gak?!” seru Hani yang segera mendekati Rara dengan panik. Ia menelusuri kepala dan wajah Rara yang kini basah karena milkshake. 

Rara menggeleng. Ia tersenyum yang terlihat sangat pedih di mata Hani. 

“Kamu nggak papa, nak?” tanya salah satu ibu-ibu mendekati Rara, “Ini, pakai sapu tangan buat lap, ya,”

“Makasih, bu,” ucap Rara lirih. 

“Emang dasar tuh cowok gila! Udah bagus kamu putusin, nak!”

Rara hanya tersenyum ketika mendengar makian keluar dari mulut sang ibu. Telinganya juga mendengar bisik-bisik makian ke Satrio dari pengunjung lainnya. 

“Kamu nggak papa, Ra? Pusing? Mau ke rumah sakit?” tanya Hani khawatir. Rara kembali menggeleng. 

“Nggak papa, Han. Makasih, ya,”

Rara mengalihkan pandangan ke pintu kafe, teringat dengan Satrio yang diseret keluar tadi. Ia melirik tangannya yang masih sedikit gemetar di sisi tubuhnya dan mengepalkannya. Perempuan itu menghela napas pelan.

Ia benar-benar sudah putus dari Satrio sekarang. 

***

Suara deru mobil yang datang mengalihkan perhatian Rara dari renungannya. Matanya menangkap mobil Jefri terparkir kemudian pria itu keluar dari mobil dan berjalan sedikit tergesa ke arahnya. 

“Nunggu lama?” tanya Jefri. Rara menggeleng. 

“Kenapa nggak langsung masuk?”

“Oh,” Rara tersenyum kecil, “Nggak enak kalau langsung masuk tapi nggak ada orangnya,”

Jefri menghela napas. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa tak habis pikir dengan tingkah Rara. Rara yang melihatnya semakin melebarkan senyumnya. 

Tadi, setelah kejadian fenomenal di kafe, Rara memutuskan untuk segera pulang. Ia tetap menolak tawaran Hani untuk pergi ke rumah sakit bahkan menolak keinginan sahabatnya itu untuk menemani dirinya. Ia butuh waktu untuk sendiri. 

Tapi, ketika ia sedang menunggu bis umum yang mengarah ke jalan rumahnya, Rara teringat dengan janji pertemuannya bersama Jefri. Maka, ia mengirimkan pesan singkat ke pria itu yang memberitahukan keberhasilannya putus dan menuju rumah Jefri, kemudian memesan ojek online. 

Begitu sampai rumah Jefri, Rara tak segera masuk karena merasa tak enak. Ia memutuskan untuk menunggu Jefri pulang dengan duduk-duduk di halaman depan. 

“Om kan pulang malem,” desah Jefri.

Rara tertawa, “Nggak apa-apa, om. Santai aja!”

“Udah makan?”

Rara menggeleng. 

“Yaudah, ayo makan du–”

“Saya udah berhasil putus sama Satrio, om,”

Jefri terdiam seketika. Ia menatap Rara lamat-lamat. Entah kenapa, ekspresi perempuan itu terlihat ganjil. 

“Iya, kamu kan udah bilang di pesan,” balas Jefri tenang. 

Rara terkekeh, “Saya masih nggak nyangka aja bisa putus dari Satrio,”

Jefri ber-hm pelan. Matanya menelisik kembali wajah Rara. 

“Kamu seneng?”

Senyum di wajah Rara seketika memudar. Ia menundukkan kepala dan beberapa tetes air mata berjatuhan ke celananya. 

“Saya … saya bingung sama perasaan saya sendiri,”

Rara terisak pelan. 

“Saya lega, puas, dan seneng banget karena udah putus sama Satrio, tapi ..” Rara menarik napas, “Saya juga … ngerasa sakit hati dan nyesek … saya gak tahu kenapa,”

“Saya gak tahu harus gimana ..”

Jefri menghela napas. Ia mendekati Rara perlahan kemudian membawa kepala perempuan itu mendekat ke badannya dengan satu tangan. 

Rara tersentak seketika kala kepalanya menempel di perut Jefri. Tapi, hal itu memberikan perasaan hangat dan nyaman ke Rara yang membuat gadis itu semakin terisak 

Selama beberapa menit, halaman depan itu hanya terisi dengan isak tangis dan sedu sedan Rara. 

“Ra,” panggil Jefri setelah isakan Rara memelan. Ia melepaskan pelukannya, membuat kepala Rara kembali menjauh. 

Rara melirik sedikit ke Jefri. Bola matanya mengikuti pergerakan Jefri yang berjongkok di hadapannya dan menatapnya lamat-lamat. 

“Kamu tau gak kalau dalam berhubungan, ciuman juga jadi aspek penting buat bikin hubungan intim jadi enak?”

“Huh?”

Rara tak sempat bereaksi ketika Jefri menahan wajahnya dengan kedua tangan dan mendekatkannya ke wajah pria itu hingga bibir mereka saling menempel. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 6: Ayo Lanjut

    Mata Rara melotot ketika merasakan sapuan bibir Jefri di bibirnya. Ia bingung untuk bereaksi sehingga hanya mengatupkan bibirnya rapat.Biasanya, dalam keadaan seperti ini, Satrio akan menggigit bibirnya kencang hingga ia terpaksa membukanya dan Satrio bisa melakukan ciuman lebih dalam yang terasa kasar baginya. Jantung Rara berdebar kencang, merasakan kekhawatiran kuat kalau Jefri akan melakukan hal yang sama. Mata Rara semakin membulat ketika merasakan lidah Jefri menyapu bibirnya. Sapuan yang terasa begitu lembut dan tidak terburu-buru, meski Jefri semakin menekan bibirnya sekarang. Gawat, ini membuat tubuhnya melemah! Rara menutup matanya dengan alis bertaut kencang ketika sapuan lidah Jefri semakin intens. Seolah dia tengah merayu Rara untuk membuka mulutnya. Tangan gemetar Rara mencengkram bahu Jefri dan perlahan membuka mulutnya ..KRUYUK!Lidah Jefri seketika berhenti. Pria itu memundurkan kepalanya dan melihat wajah merah padam Rara. Ia seketika mendengus geli dengan serin

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 5: Ciuman yang Berbeda dari Biasanya

    “Satrio! Dasar gila!”Hani segera bangkit dan mendorong tubuh Satrio hingga jambakannya di rambut Rara terlepas. Pria itu mundur beberapa langkah dengan napas menggebu, membuat beberapa pasang mata menatap mereka. “Wanita ular itu kan yang nyuruh kamu begini?! Nolak aku terus-terusan! Ngehindar terus!”“Masih belum sadar juga?!” Hani menggeram dan hendak bergerak mendekati Satrio. Tapi, Rara buru-buru menahan pundak Hani. “Lepasin, Ra! Dia harus dipukul minimal sekali!”Rara menggeleng-geleng panik. Semua pengunjung sudah melihat mereka, tentu saja ia tidak bisa membiarkan Hani sang putri dari keluarga terhormat, melakukan tindakan yang mencoreng nama baiknya itu. Meskipun Hani melakukan hal yang benar sekarang, tapi para pengunjung yang tidak mengerti konteksnya bisa salah paham dengan keadaan sekarang!“Biar aku yang ngomong,” ucap Rara menenangkan, “Nggak papa. Kan kamu juga ngawasin aku,”Hani ingin membentah, tapi melihat tekad di mata Rara meski gadis itu gemetar meluruhkan a

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 4: Hanya Peliharaan

    Rara memejamkan mata ketika wajah Jefri mendekat. Tubuhnya gemetar. Sungguh, melihat Jefri sekarang sangat membuatnya takut! Tidak hanya karena merasa semua ini salah, ia juga teringat dengan Satrio ketika mereka akan berhubungan intim Rara sudah hendak menangis dan pasrah pada keadaannya ketika tiba-tiba ..CTAK! “Aw!”… Jefri menyentil dahinya. Rara seketika membuka mata. Ia melihat Jefri mendengus geli kepadanya dan beranjak berdiri. “Padahal kamu yang ajak, tapi kamu juga yang gemetaran,” ejek Jefri. Rara seketika manyun, “Padahal sebelumnya aku udah klarifikasi terus–!”“Kamu takut kan, Ra?”Rara terdiam. Ia memerhatikan Jefri yang duduk di sebrangnya sambil menyilangkan kaki dan bersedekap. “Kamu keinget Satrio tadi, kan?”Rara menundukkan kepala. Ia tak bisa membantah ucapan Jefri karena nyatanya memang begitu. Berhubungan intim menjadi hal yang menakutkan bagi Rara karena perlakuan kejam Satrio padanya. “Kalau kamu emang beneran mau dibantu, kamu harus putusin dia dulu,

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 3: Kamu Beneran Siap?

    Rara duduk dengan tegang di sebelah Jefri. Ia menelan ludah gugup lalu melirik pria paruh baya di sebelahnya. Wajah pria itu masih mengeras sedari awal. Tatapan matanya yang biasanya lembut kini terlihat tajam, membuat Rara ketakutan. Ugh, dia jadi teringat dengan kejadian semalam. Bisa-bisanya dia berkata hal memalukan seperti itu ke ayah sahabatnya sendiri!“Om, yang semalem maaf ya–”“Itu pacar kamu?”Rara tersentak mendengar pertanyaan Jefri. Ia membuang pandangan, menundukkan kepala, dan mengangguk pelan. Jefri yang melihat gerak-gerik Rara menghela napas kencang. Pegangannya di kemudi semakin kencang. “Anak zaman sekarang bener-bener ya,” gumam Jefri kesal, “Apa dia selalu begitu tiap sama kamu?”“Awalnya enggak, tapi sejak tahun kedua jadi begitu,”Jefri ber-hm singkat mendengar jawaban itu. Rara menggigit bibir pelan lalu lanjut berkata lirih, “Saya sebenarnya bingung kenapa dia tiba-tiba berubah begitu,”Mata Rara berkaca-kaca, “Apa saya banyak kekurangannya makanya dia ja

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 2: Luka yang Terlihat

    “Apa?”“Iya! Om ajarin aku gimana berhubungan intim yang baik itu! Jadi, aku bisa bilang ke Satrio biar dia bisa baik-baik juga!”“Tunggu-tunggu,” Jefri menggelengkan kepala, “Daripada kamu berusaha nyadarin dia, mending kamu putusin dia aja,”“Nggak bisa, om!” Rara berteriak frustasi, “Aku udah coba selama dua tahun ini, tapi tiap kali minta, Satrio pasti bakal lebih gila lagi! Aku udah nggak sanggup hadapinnya lagi!”Rara meremas pergelangan tangan Jefri erat-erat, “Jadi om bantuin aku, ya? Jelasin ke aku semuanya langsung biar aku bisa ajarin Satrio juga!”“Kamu mabuk, Ra,” Jefri mengibaskan tangannya yang digenggam Rara kemudian beranjak berdiri sambil mengeluarkan ponselnya. “Saya telepon Hani,”“Om! Please, om!”Rara ikut berdiri dan mengekori langkah Jefri yang terburu-buru, “Aku cuma minta ini doang, om. Setelah itu, aku bakal menghilang dari hidup om beneran, deh! Aku sembunyiin semuanya jadi nama om tetep baik terus kalau ketahuan aku siap tanggung–”DUK! Kepala Rara terant

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 1: Ajarin Saya, Om!

    “Ra, bibir kamu luka kenapa itu?”Rara tersentak kaget mendengar pertanyaan Hani, sahabatnya sejak masih kecil. Ia buru-buru menutupi luka di bibirnya dengan tangan dan berkata canggung, “Nggak kenapa-kenapa, kok! Ini tadi ada kulit terkelupas aja.”Hani menatapnya curiga. Ia memandang sekelilingnya yang ramai kemudian berbisik di telinga Rara, “Karena Satrio, ya?”Rara seketika menegang. Ia buru-buru menggeleng. “Mana ada. Aku kan nggak ketemu dia hari ini. Sibuk nyari hadiah ulang tahun buat sahabat aku ini!” ucap Rara kemudian tertawa-tawa sumbang. Jawaban Rara tidak mengendurkan tatapan curiga Hani. Malah, wajah gadis itu semakin mengeras. Tapi, ia akhirnya menghela napas pasrah. Toh, tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Rara dalam menyimpan masalahnya sendiri. “Yaudah, nikmatin pestanya, ya. Kalau pengin sesuatu, kabarin aja,” ucap Hani akhirnya sambil menepuk-nepuk bahu Rara. Rara tersenyum lebar. Ia mengangguk-anggukkan kepala. “Selamat ulang tahun ya, Han. Hadiah

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status