Share

Chapter 5: Terapi Erotis

Hari berlalu begitu cepat, tak terasa enam bulan sudah perjalanan Gracia merawat bayinya. Kini si kecil sudah terlihat sangat aktif dengan segala tingkahnya. Benar apa yang dikatakan pegawai hotel malam itu, suatu kebahagiaan tersendiri bagi seorang wanita bisa merawat anaknya sejak balita. 

Gracia mengadopsinya secara sah. Dia bahkan melegalkan pengubahan namanya sendiri dari Gracia Dandelion menjadi Grace Pumkin, sedangkan putrinya dinamakan Dandelion Pumkin, atau biasa disebut Baby Pumpum dengan tanggal kelahiran yang dituakan satu bulan agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak musuh ibu kandungnya.

Dia menyewa sebuah rumah sederhana untuk tinggal di sekitar kota New York bersama anaknya. Namun, kini masalah baru mulai mendatangi hidup bahagianya. Uang tunai yang sekarang Grace miliki semakin menipis karena kebutuhan hidup cukup tinggi. Mau tak mau wanita itu harus mencari pekerjaan dan mencarikan pengasuh bagi Pumpum ketika dirinya berada di luar. 

Beruntung tetangganya menawarkan diri untuk hal itu, sehingga dia tidak perlu repot mencari jasa pengasuh bayi yang belum tentu kualitasnya.

"Huft, ternyata mencari pekerjaan cukup susah." Grace duduk di salah satu taman sambil melepas sepatu hak tinggi di kaki. Dia perlu pekerjaan dengan gaji yang besar demi memenuhi kebutuhan hidup jika ingin bertahan tanpa harus kembali ke Jepang, sehingga wanita itu mencoba melamar lowongan pekerjaan di perusahaan. 

Namun, dia tidak memiliki pengalaman. Jadi, hampir semua perusahaan yang didatangi menolaknya. Padahal secara akademis Grace memiliki nilai cukup baik. 

Wanita tersebut menyandarkan punggungnya di bangku taman sambil menatap langit indah bertabur bintang, membayangkan wajah Pumpum yang seketika menghilangkan rasa lelahnya. Tak lama kemudian, seorang perempuan lain dengan pakaian cukup seksi ikut duduk di sampingnya. 

"Lelah mencari pekerjaan?" ujarnya.

Mendengar suara seorang wanita di sampingnya membuat Gracia menoleh kepadanya dan hanya mengangguk kecil tanpa menjawab sepatah kata pun.

"Akan sulit hidup di kota ini jika kau tidak memiliki koneksi." Wanita tersebut lantas mengeluarkan sebatang rokok dari dalam tasnya untuk diisap sendiri. 

Gracia hanya menatapnya dengan tatapan biasa. Hal yang wajar di musim dingin seseorang merokok. Asalkan bukan dia karena ada bayi yang harus dijaga lingkungannya agar tidak terkena efek dari perokok. 

"Kau tahu mereka?" Wanita itu memerlihatkan para wanita yang berlalu lalang pulang dari kantor atau pekerjaan lainnya. "Rata-rata mereka menukar tubuh dengan pekerjaan. Hanya ada beberapa orang yang sungguh memiliki kemampuan mumpuni."

"Tidak semua wanita seperti yang kau bayangkan," sanggah Grace. 

"Benar, kau mungkin salah satunya. Tapi, keadaan memaksa mereka untuk melakukan hal itu." Wanita tersebut lantas menoleh ke arah Grace. "Ngomong-ngomong kita belum berkenalan, Stevani," ujarnya seraya mengulurkan tangan. 

"Grace Pumkin," balasnya. 

"Dilihat dari barang yang kau pakai. Kau bukan dari kalangan orang susah. Kenapa mencari pekerjaan?" 

Grace menyunggingkan senyum miring. "Kau memiliki mata yang jeli. Tapi, aku bukan orang kaya dan masih harus menghidupi anakku."

Mendengar penuturan Grace membuat Stevani membelalakkan mata. "Di usia seperti ini kau sudah punya anak. Apa suamimu tidak mampu memberimu uang hingga kau harus susah payah bekerja?" 

"Tidak, aku single mother. Tanpa suami, tanpa pria, tanpa lelaki, dan tanpa keluarga. Hanya aku serta anakku."

Stevani mengangguk paham, dia sendiri dibesarkan di panti asuhan, sehingga harus membantu menanggung biaya hidup adik-adik senasibnya sampai sekarang. Wanita tersebut cukup memahami kesulitan ekonomi Grace saat ini.

"Aku ada pekerjaan jika kau mau." Stevani menyerahkan kartu nama kepada Grace yang membuat wanita itu langsung mengernyitkan dahi ketika melihatnya. "Pekerjaannya tidak seperti yang kau bayangkan."

"Apa kau menyuruhku menjual diri?" 

Wanita tersebut menggeleng mendengar sentakan Grace. "Itu bukan untuk jual diri. Tergantung keyakinanmu sih, kalau kau mampu menjaga diri hal tersebut bukan perkara sulit. Lebih tepatnya terapis erotis atau orang bilang pijat plus-plus." 

Sejenak Stevani mengisap rokok di tangannya, lalu mengepulkan asap ke udara. "Sebenarnya tugas utama kita hanya memijat, sisanya tergantung kemauan diri sendiri. Jika kau ingin menjual tubuhmu bisa kau bicarakan dengan tamu ketika kalian bersama. Kalau tidak ingin, lakukan saja tugasmu dengan baik dan jangan menunjukkan ketertarikan pada kejantanannya." 

Gracia mulai memahami maksud wanita di sampingnya. Berbicara soal pria, dia bahkan tidak pernah jatuh cinta selama ini. Jadi, mustahil baginya untuk tertarik dengan para lelaki hidung belang yang hanya mencari kesenangan itu. 

"Hubungi aku kalau kau berminat! Perlu kau ketahui, aku bahkan masih perawan setelah lima tahun bekerja di sana. Jadi, pandai-pandai lah menjaga diri! Sesuatu yang terlihat buruk, belum tentu seperti apa di dalamnya." Stevani langsung beranjak pergi meninggalkan Gracia yang masih memahami setiap perkataannya. 

Mungkin benar kata Stevani, selama aku bisa menjaga diri pasti itu bukanlah hal yang sulit. Lagi pula apa yang perlu dikhawatirkan? Toh aku bisa sedikit beladiri, jika mereka macam-macam aku bisa saja mematahkan kejantanannya sekalian. Saat ini yang terpenting adalah uang untuk keperluan Pumpum, batinnya.

________________________

Di sisi lain, Jayden selalu terngiang akan penyataan adiknya–Jonathan–ternyata bukan hanya dia saja yang memiliki masalah dengan kejantanannya, tetapi adiknya juga. Meskipun Nenek Laura sudah menyangkal jika mereka bukanlah gay, tetapi tetap saja rasa khawatir selalu membayanginya. 

Nenek Laura menjelaskan jika kondisi pria keluarga Bannerick memang hanya akan beraksi ketika sudah menemukan jodohnya. Hal ini dikarenakan kutukan yang diterima oleh kakek buyut mereka yang sebelumnya suka bergonta-ganti pasangan, sehingga menyebabkan istrinya murka dan bersumpah kalau dia tidak bisa lagi ereksi kecuali bersama istrinya. 

Malangnya hal itu sungguh terjadi, bahkan turun temurun di kalangan keturunan pria keluarga Bannerick, termasuk ayah dan kakeknya yang dulu juga merasakan hal sama. 

"Huft." Jayden mengembuskan napas kasar membuat Steven di sampingnya menoleh ke arahnya. 

"Kenapa, Bos? Masih kepikiran hal itu?" Pria tersebut hanya mengangguk kecil. Setelah mendengar penjelasan neneknya, Jayden terus berusaha menyembuhkan dirinya dengan berbagai cara dan pengobatan, tetapi hasilnya masih sama saja.

"Kau pikir kutukan itu sungguh ada? Cih, sekarang bukan lagi zaman Purba. Bagaimana jika aku tidak bisa menggarap istriku setelah menikah nanti, sedangkan selama dua puluh tujuh tahun ini saja aku bahkan tak bisa jatuh cinta." 

Selama ini memang Steven mengetahui segala sisi Jayden, baik atau buruknya. Meskipun jaraknya enam tahun lebih tua, tetapi pria itu tetap menganggapnya sebagai teman. 

"Nah, aku ada cara terbaru!" Steven memperlihatkan ponselnya kepada Jayden hingga membuat pria itu mengernyitkan dahi. 

"Kau pikir cara ini akan berguna untukku?" Jayden melemparkan benda pipih itu ke atas meja dengan kesal. 

"Apa salahnya mencoba terapi erotis? Lagi pula, siapa tahu cacingmu bisa berdiri di sana." Steven lantas membisikkan sesuatu ke telinga Jayden. "Dengar-dengar dari relasi bisnis kita, ejakulasi dininya sembuh setelah terapi di sana."

Benar juga apa yang dikatakan Steven. Apa salahnya kalau aku mencoba. Jika sampai mereka membocorkan rahasiaku, akan aku tutup tempatnya dengan cara apapun, batin Jayden.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status