Mag-log in“Sebaiknya kamu kasih tau teman kamu buat jauhin dia,” sahut Renxia.
Andre masih menatapnya seolah dengan tatapan itu ia dapat membaca semua hal yang tersembunyi dalam pikiran Renxia.“Kamu yakin itu teman kamu?” tanya Renxia, seperti memperjelas bahwa pemikirannya tidak keliru.Andre meneguk isi gelasnya hingga tandas sebelum ia melangkah mendekat, membuat si pemilik tubuh ramping itu terkunci di antara tubuhnya dengan meja dapur.Lelaki muda itu mendekatkan bibirnya ke telinga Renxia. Gerakan yang membuat tubuh Renxia memegang. Ia dapat merasakan hembusan napas yang membelai lehernya.Jantungnya berdegup lebih kencang, saat kegelisahan menyelimuti tubuhnya. Ia bahkan menahan napas, karena takut debaran itu akan terdengar oleh lelaki muda yang jelas sengaja menggodanya.“Bagaimana kalau … teman aku nggak mau menjauh dari perempuan itu?” bisik Andre. Suara maskulin yang begitu dekat itu membuat Renxia mau tak mau menelan lud“Kamu kenapa Ren?” tanya Andre begitu Renxia melangkah masuk ke lobi apartemen. Andre bisa merasakan kegelisahan, panik dan bagaimana gemetarnya tubuh istrinya. Ia langsung mengedarkan pandangannya, mencari tau sesuatu yang mungkin mengganggu Renxia. Namun semua terlihat biasa saja. Terlalu tenang seperti biasanya. Tanpa ragu ia memeluk tubuh Renxia. “Jangan takut. Kamu aman, ada aku di sini,” lirih Andre sembari mengecup kening istrinya dengan lembut. Renxia menoleh ke belakang. Ia menatap sosok lelaki di kejauhan sana. Sosok mantan suami yang pernah membuatnya kecewa. … Malam itu adalah malam pertama pernikahan mereka. Walaupun bukan yang pertama baginya, namun jantungnya tetap saja berdebar dengan kencang. Seperti yang dirasakannya saat ini, ia berbaring dengan gelisah. Tangannya menggenggam tepian selimut yang menutupi tubuhnya. Namun sesaat kemudian ia kembali menyibaknya kembali. Tatapan matanya tertuju pada
“Lalu… kamu setuju?” Livi mendengarkan cerita Renxia dengan seksama. “Dia… nggak bisa ditolak.”“Nggak bisa ditolak? Dia… maksa kamu?”Renxia meletakkan surat nikahnya di atas meja. “Dia … gendong aku keluar apartemen, lalu bawa aku ke kantor catatan sipil.”Livi meletakkan kedua lengannya bertumpu di atas meja untuk menyangga dagunya. “Aah … romantisnya. Dia bahkan nggak peduli orang mau gosipin apapun tentang kalian.” Renxia mengangkat tangan kanannya dan menjentikkan jarinya ke kening sahabatnya itu. “Ini gara-gara kamu. Memangnya dibayar berapa kamu, sama dia, sampai tega mengkhianati teman kamu sendiri.”Livi langsung mengelak, namun jari Renxia lebih gesit. Jemari itu mendarat di keningnya dengan sentilan keras yang mau tak mau membuatnya meringis merasakan ngilu di satu titik di kepalanya. Livi mengusap keningnya dengan bibir mengerucut saking kesalnya. “Dih … kamu kira aku semacam orang yang mau jual sahabat
“Sebaiknya kamu kasih tau teman kamu buat jauhin dia,” sahut Renxia. Andre masih menatapnya seolah dengan tatapan itu ia dapat membaca semua hal yang tersembunyi dalam pikiran Renxia. “Kamu yakin itu teman kamu?” tanya Renxia, seperti memperjelas bahwa pemikirannya tidak keliru. Andre meneguk isi gelasnya hingga tandas sebelum ia melangkah mendekat, membuat si pemilik tubuh ramping itu terkunci di antara tubuhnya dengan meja dapur. Lelaki muda itu mendekatkan bibirnya ke telinga Renxia. Gerakan yang membuat tubuh Renxia memegang. Ia dapat merasakan hembusan napas yang membelai lehernya. Jantungnya berdegup lebih kencang, saat kegelisahan menyelimuti tubuhnya. Ia bahkan menahan napas, karena takut debaran itu akan terdengar oleh lelaki muda yang jelas sengaja menggodanya.“Bagaimana kalau … teman aku nggak mau menjauh dari perempuan itu?” bisik Andre. Suara maskulin yang begitu dekat itu membuat Renxia mau tak mau menelan lud
Renxia membeku saat melihat sosok yang sangat dikenalnya itu berdiri di depan pintu. Ia sama sekali tak menyangka kalau Livi akan mengkhianatinya. Andre melangkah perlahan, ia mendekat dengan hati-hati seakan satu saja gerakan yang salah, akan membuat perempuan di hadapannya lari. Renxia tertawa pelan. Entah kenapa ia merasa situasi yang dihadapinya sangat lucu. “Harusnya aku tau … apartemen mewah, dengan harga murah,” gumamnya seolah menertawakan kebodohannya. “Maaf, aku terpaksa —”Renxia menghela napas ia tahu tak ada gunanya berdebat dengan lelaki muda itu. Andre bisa melakukan apapun keinginannya, apalagi dengan posisinya saat ini. “Livi sialan,” kesalnya. “Jangan salahkan Livi, aku yang memintanya buat bujuk kamu,” cetus Andre cepat, “karena … aku takut Johan ganggu kamu lagi. Aku —”“Kamu nggak takut citra kamu hancur gara-gara ini? Kamu nggak takut saham Sunggana Corporation bakal anjlok gara-gara
“Apa maumu?” tegas Livia, “biarkan dia pergi. Jangan ganggu Renxia lagi. Dia sengaja pergi dari rumah itu, buat jauhi kamu.”Lelaki itu menjatuhkan rokok yang tersisa separuh ke lantai. Sepatu hitam berkilatnya menjejak hingga bara itu lenyap, menyisakan arang.“Liv, aku nggak pernah ada niatan buat ganggu dia sama sekali. Justru aku mau jaga dia. Aku nggak mau dia terluka,” sahutnya dengan nada frustasi, “aku cuma takut Johan nyakitin dia lagi.”“Johan? Bukannya mereka sudah nggak ada hubungan lagi? Bukannya Renxia udah ngalah, ninggalin Johan buat perempuan itu?”“Johan … bahkan hampir nyelakain dia.” Andre mendecak kesal saat teringat kembali peristiwa itu.Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide. Wajah lesunya seketika berubah.“Aku punya ide. Apa kamu mau b
Pintu kamar terhempas ke tembok, menimbulkan suara gaduh. Namun para jurnalis seolah tak peduli. Mereka langsung menyeruak masuk ke dalam kamar. Suara teriakan terdengar saat lampu blitz menghujani sepasang sejoli yang ada di dalamnya. “Hei! Apa-apaan ini?” Teriak lelaki bertujuh gempal yang ada di dalam ruangan itu. Tangan kekarnya meraih kamera dan segera membantingnya ke lantai. “Pak! Anda sudah merusak properti kami!” Protes sang jurnalis. Ia meraih kameranya yang pecah mencari beberapa bagian. “Oh! Silahkan tuntut! Aku juga bakal tuntut kalian,” ucap lelaki itu sembari menarik salah satu name tag di leher mereka, “karena mengganggu ketenangan di tempat umum, masuk tanpa ijin, juga… pelecehan!”“Tapi Pak Andre, Anda dikabarkan membawa mantan istri kakak Anda ke …”Lelaki itu mengerutkan keningnya. “Andre? Andre siapa? Aku bawa istri siapa? Dia itu istriku. Apa salahnya kami staycation di sini?”Tanpa ragu, lelaki







