Share

6. Keliru

Author: MAMAZAN
last update Huling Na-update: 2025-06-19 10:59:32

Satu minggu berlalu dengan kesibukan masing-masing.

Kevin, yang baru saja menyelesaikan perjalanan bisnisnya selama seminggu, merasa ingin menikmati pagi dengan bersantai di apartemennya. Namun, pukul 5.30 pagi itu, ia memutuskan untuk jogging mengelilingi taman apartemen, mencoba melepas penat dari rutinitas yang melelahkan.

Setelah beberapa putaran, matanya tiba-tiba menangkap sosok yang tak asing. Gadis yang seminggu ini terus mengisi pikirannya—Eliza, sedang duduk di bangku taman.

“Eliza?” gumam Kevin pelan, seolah tak percaya.

Langkahnya tanpa sadar mengarah ke sana, namun sebelum ia bisa menghampiri, seorang pria mendekati Eliza dan duduk di sampingnya. Kevin berhenti, memperhatikan interaksi mereka dengan seksama. Keduanya terlihat begitu akrab, bercengkerama tanpa jarak.

“Ah… ternyata pria yang sama,” batinnya, mengingat sosok pria itu yang tinggal tepat di unit seberangnya. Seketika, rasa kecewa menyusup di hatinya. Dengan cepat, Kevin membalikkan tubuhnya dan memutuskan kembali ke apartemennya tanpa menyapa.

Sementara itu, Dina menghampiri Reno dan Eliza yang duduk di taman.

"Lama amat, Sayang?" Reno menggoda sambil merangkul bahu Dina yang baru bergabung.

“Hehehe iya, tadi buru-buru,” jawab Dina sambil tersenyum manja.

"Yuk, lanjut atau gimana?" Reno bertanya lagi.

"Lanjut dong, Sayang!" jawab Dina semangat.

"Obat nyamuk! Obat nyamuk!” canda Eliza sambil tertawa, melihat kemesraan pasangan suami istri di depannya.

“Hahahahaha!” Dina dan Reno tertawa mendengar ledekan Eliza.

"Makanya, cari pacar sana!" goda Dina balik.

“Aduh, aku balik duluan, ah!” ujar Eliza, berpura-pura ngambek.

“Eh, adikku yang satu ini ngambek, nih!” goda Reno sambil mencubit pipi Eliza yang hanya mencibir, lalu beranjak menuju lift, meninggalkan pasangan yang selalu berhasil membuatnya iri.

****

Ting! Pintu lift terbuka, dan Eliza segera menuju unitnya. Setelah memasukkan password, ia langsung menuju dapur, membuka kulkas dan meneguk segelas jus jeruk.

Glek, glek, glek!

Jus jeruknya habis dalam sekejap. “Ah, segar banget!” desahnya puas, sambil membersihkan mulut dengan punggung tangannya.

Ting! Suara notifikasi di ponselnya membuatnya menoleh.

"Hmm... dari Kak Aldi," gumamnya sambil tersenyum tipis, membuka pesan yang masuk.

*‘Morning... Eliza cantik!’* [Aldi]

Ucapan selamat pagi dari Aldi membuat senyum Eliza makin lebar.

*‘Morning too, Kak Aldi’* [Eliza]

*‘Ada rencana hari ini? Semoga sih enggak, hehehe.’* [Aldi]

Eliza mengerutkan keningnya, lalu membalas pesan dengan rasa penasaran.

*‘Hmm, belum ada, Kak! Memangnya ada apa?’* [Eliza]

*‘Mau lunch? Skalian nonton yuk!’* [Aldi]

Eliza tersenyum kecil. "Pas banget! Daripada jadi obat nyamuk buat pasutri mesra," gumamnya, geli.

*‘Boleh, Kak.’* [Eliza]

*‘Nice! Jadi, aku jemput di mana?’* [Aldi]

*‘Ketemu di butik aja, Kak.’* [Eliza]

*‘Ok siap, cantik!’* Aldi menambahkan emotikon hati di akhir pesannya.

Setelah percakapan selesai, Eliza segera beranjak untuk mandi dan bersiap-siap, tak sabar menanti kencannya siang ini.

"Sayang, sudah yuk!" seru Dina ke Reno yang tampak kelelahan setelah sesi latihan di ruang fitness apartemen.

"Oke, Sayang..." Reno menjawab sambil menggenggam tangan Dina, lalu mereka menuju lift, menunggu di lantai dasar.

Ting!

Saat pintu lift terbuka, mereka melihat Kevin berdiri di dalamnya. Kevin terkejut ketika menyadari sosok pria yang dia lihat bersama Eliza kini bersama wanita lain, tampak mesra dengan lengannya yang melingkar di pinggang wanita di sebelahnya.

"Permisi?" sapa Reno dengan sopan ketika Kevin tampak ragu untuk keluar dari lift.

"Ya?" Kevin tersentak dari lamunannya.

"Mau keluar atau gimana, Pak?" Reno bertanya sopan, mengira Kevin hendak turun.

"Oh, silakan… Saya baru ingat ada sesuatu yang tertinggal di unit," jawab Kevin, mencari alasan untuk tetap berada di lift. Ada rasa penasaran yang menguasai dirinya, tanpa sadar, ia mulai tertarik dengan hubungan antara Eliza dan pria ini.

"Baiklah," jawab Reno sambil masuk ke lift bersama Dina, yang tetap dirangkul mesra. Kevin hanya mengangguk dengan senyum tipis, berdiri di samping mereka.

"Hmm, Sayang, tadi Eliza kirim pesan, katanya dia mau keluar," kata Dina kepada Reno. Kevin, yang berdiri dekat, memasang telinga, mencoba mendengar percakapan mereka.

"Oh iya, nggak masalah, Sayang. Jadi kita bisa punya waktu berdua lagi..." goda Reno, yang langsung menerima cubitan manja dari Dina.

Ting!

Lift pun sampai di lantai 18, dan Kevin keluar terlebih dahulu.

"Wah, penghuni kamar 1801 ternyata!" ujar Reno tiba-tiba, membuat Kevin menoleh.

"Ah, iya. Bapak tinggal di lantai 18 juga?" tanya Kevin pura-pura tak tahu.

"Panggil saja Reno, dan ini istri saya, Dina," Reno memperkenalkan dirinya dan Dina.

"Kevin," jawab Kevin sambil berjabat tangan dengan Reno.

Mereka bertiga mulai berbincang ringan di lorong apartemen. Reno, yang ramah, dengan cepat membuat suasana menjadi akrab.

Ceklek!

Pintu unit 1802—unit Reno dan Dina—tiba-tiba terbuka, dan seorang gadis keluar dari sana. Kevin terkejut melihat bahwa Eliza-lah yang muncul dari unit tersebut.

"Mampus, perang dunia ketiga nih. Let’s see!" gumam Kevin dalam hati, mengira bakal ada konflik antara dua wanita ini.

"Hai, Beb! Sudah mau jalan?" sapa Dina pada Eliza dari kejauhan.

Eliza mendekati mereka sambil tersenyum santai.

"Yup, mager di kamar. Jadi obat nyamuk terus!" Eliza menjawab ringan.

"Hai, Kak Kev!" sapa Eliza ramah.

"Hai, Eliza," balas Kevin, yang masih kebingungan dengan situasi ini. Ia sempat membayangkan bakal terjadi drama, tapi suasana ternyata begitu damai.

"Saling kenal?" Reno bertanya, merasa penasaran.

"Iya, Kak Reno... Ini Kakaknya Angel," jawab Eliza singkat.

"Oh!" sahut Reno dan Dina kompak sambil mengangguk.

Eliza pun memperkenalkan Reno dan Dina sebagai kakak sepupunya kepada Kevin, yang masih terlihat sedikit bingung.

"Oh, iya, tadi sudah kenalan," balas Kevin sambil tersenyum lembut pada Eliza.

Reno dan Dina saling melirik, bertukar pandang penuh arti seolah membaca gelagat Kevin yang terlihat tertarik pada Eliza.

"Kalau gitu kami masuk dulu ya," Reno berpamitan pada Kevin dan Eliza.

"Oke, Reno," jawab Kevin singkat.

Setelah Reno dan Dina masuk ke unit mereka, Kevin memandang Eliza yang terlihat rapi dengan riasan natural.

"Mau ke mana, Eli?" tanya Kevin.

"Mau ke butik, Kak," jawab Eliza singkat.

"Ya sudah, yuk sekalian. Aku juga mau ke kantor," kata Kevin sambil langsung menggenggam tangan Eliza tanpa meminta izin.

Eliza terkejut, tetapi akhirnya mengikutinya menuju lift.

"Aku sendiri aja, Kak. Gak usah repot-repot," tolak Eliza halus.

"Hmm, santai aja. Nanti kalau sudah selesai tinggal telepon atau chat saja," ujar Kevin sambil menyerahkan ponselnya, memberi isyarat agar Eliza memasukkan nomor ponselnya.

Eliza menurut dan mengetik nomor ponselnya di handphone Kevin. Tanpa sepengetahuan Eliza, Kevin menyimpan kontak itu dengan nama "Mine" dan langsung menghubungi nomor Eliza.

"Simpan ya," perintah Kevin lagi.

"Hehehe, oke Kak!" jawab Eliza, geli dengan sikap Kevin yang protektif namun manis.

Mereka berjalan beriringan, saling bercanda dengan ringan, membuat Kevin merasa lega karena akhirnya ia menyadari bahwa dugaannya tentang hubungan Eliza dan pria di unit seberang ternyata keliru.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   186. Part Tian Nita #29

    Part 186Edward menurunkan ponselnya, matanya melotot tajam menatap Tian. Rasa takut yang nyata kini menggantikan kesombongannya. Suaranya terdengar berat, penuh kepanikan yang tertahan."Apa yang kau lakukan pada Ayahku?!" teriak Edward, tubuhnya maju satu langkah, tapi nyalinya langsung menciut saat melihat tatapan membunuh dari mata Tian.Tian tidak beranjak dari tempatnya. Ia hanya memiringkan kepala, menyeringai angkuh. "Bukankah kau tadi bilang aku tidak punya hak untuk ikut campur, Edward?" Tian melangkah perlahan, mendekat ke Edward. "Sekarang, kurasa aku sudah memiliki semua hak itu. Ayahmu... ada di tangan orang-orangku."Nita memegang lengan Tian, terkejut dengan pengakuan itu. Tian memang CEO, tapi ia tidak menyangka Tian memiliki jaringan sejauh ini."Kau... kau tidak mungkin!" Edward menggeleng tak percaya, napasnya tersengal-sengal. Ia baru sadar, pria yang ia anggap remeh ini jauh lebih berbahaya dari semua musuh ayahnya."Aku bisa melakukan apa saja, Edward," bisik Ti

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   185. Part Tian Nita #28

    Part 185Sontak semua yang ada di ruangan terpusat pada Tian. Wajah Winston tampak tegang, sementara Edward membeku di tempatnya.Nita pun tidak paham apa maksud dari pembicaraan sang kekasih. Ia melihat ponsel Tian, merasa ada yang aneh. "Tian?" gumamnya, penuh tanya.Edward yang tadinya memasang wajah arogan, sempat tersentak dan membeku beberapa detik, hingga kembali ke kesadarannya. Ia menatap Tian dengan mata penuh kebencian dan kebingungan.Tian tersenyum lembut pada Nita, ia mengusap punggung Nita. "Kamu tidak perlu khawatir. Mulai sekarang biar aku yang bereskan cecunguk ini!" katanya, suaranya meyakinkan.Kemudian, Tian melihat ke arah Winston, berjalan mendekat sambil membawa serta Nita yang mengikutinya dari belakang."Ayah," panggil Tian dengan nada hormat. "Kamu tidak perlu khawatir. Sesuai janjiku, biar aku yang mengurusnya." Tian berhenti tepat di depan Winston, menatap ayah kekasihnya itu dengan mata penuh keyakinanWinston tersenyum hangat, sepertinya ia tidak salah m

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   184. Part Tian Nita #27

    Akhirnya mereka tiba di depan sebuah gedung yang terbilang mewah, perusahaan milik Winston—ayah Nita. Dari luar saja, ketegangan sudah terasa. Dan benar saja, begitu mereka berada di lobi perusahaan, suasananya terasa begitu mencekam. Para staf hanya bisa berdiri di sudut-sudut ruangan, ketakutan, melihat beberapa petugas dari kantor pajak dan entah dari mana lagi berlalu-lalang, menggeledah setiap meja dan lemari arsip.Nita mengepalkan tangannya. "Sialan Edward!" umpatnya dalam hati."Sebaiknya kita langsung ke ruangan Ayah," usul Tian, matanya mengawasi keadaan sekitar dengan tenang. Ia tidak ingin Nita panik.Nita mengangguk, hatinya terasa sesak. Ia merasakan hawa dingin yang menusuk."Tunjukkan ruangannya, sayang," sambung Tian, tangannya semakin erat menggenggam tangan Nita.Nita membalas genggaman Tian, seolah mencari kekuatan. Mereka berjalan cepat, melewati para staf yang menatap mereka dengan tatapan iba. Nita tahu, ayahnya sedang mengalami kesulitan, dan ini semua karena u

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   183. Part Tian Nita #26

    Part 183"Maaf, Tian..." Nita merasa bersalah akan pemikirannya yang picik. Ia yang terbiasa menyelesaikan segala urusannya sendiri pun tidak memikirkan perasaan Tian. Ia selalu berpikir, ia bisa mengatasi semuanya sendirian. Tapi, ia lupa, ia punya Tian sekarang.Tian tersenyum tipis, kelembutannya kembali terpancar di wajahnya. "Bukan masalah, sayang. Sekarang, apa pun yang ada di kehidupan kamu, libatkan aku. Jangan pernah merasa sendiri.""Terima kasih," Nita melingkarkan kedua tangannya di pinggang Tian, masuk ke dalam dekapan pria itu. Menyandarkan kepalanya di dada bidang yang menenangkan. Ia bisa mendengar detak jantung Tian, yang terasa begitu damai.Tian bernapas lega, ia mengusap punggung Nita. "Aku akan selalu ada untukmu, Nita. Kita akan lalui ini bersama. Aku janji.""Hmm, aku percaya Tian," bisik Nita, suaranya mantap. Ia benar-benar yakin dengan pria di depannya ini.Tian mengurai pelukannya, menatap wajah Nita lekat. "Jadi, apa yang dilakukan pria berengsek itu?" tany

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   182. Part Tian Nita #25 (21+)

    Part 182Ia memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut yang kini bergerak memainkan klitorisnya. "Ahh, sayang!" desahnya, suaranya parau karena gairah.Tubuhnya bereaksi terlalu kuat terhadap setiap sentuhan Ken. Rubi mendesah tak kuasa, "Sayang...""Iya, sayang?" sahut Ken, suaranya serak, sembari menjilati leher halus Rubi. Ia tahu, istrinya sudah berada di ambang batas.Rubi menahan tangan suaminya yang terus saja memainkan inti tubuhnya. "Tahan, sayang," ucap Rubi mendesis, suaranya penuh permohonan. Tiba-tiba tangannya merambat ke area sensitif suaminya, mengelus kejantanan Ken yang sudah menegang."Ugh, sayang!" Ken menggeram, sorot matanya penuh gairah saat jemari dan tangan lembut Rubi perlahan mengurut kejantanannya.Ken memejamkan mata, membiarkan Rubi mengambil kendali. Rubi, dengan senyum menggoda, membenamkan wajahnya. Membuka mulut dan menjulurkan lidahnya. "Uhm...""Dang! Sayang... Argghhh!" Ken menggeliat, ia menggeram menahan napas. Urat-urat di bagian bawahnya terasa

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   181. Part Tian Nita #24 (21+)

    Part 181Di Paris, pasangan pengantin baru yang seharusnya menikmati bulan madu mereka malah sedang asyik menelpon dengan Margareth. Keduanya, yang tanpa henti saling bercumbu tadi, tertawa keras mendengar cerita yang keluar dari ponsel."Seriously, Mam?" tanya Rubi tidak percaya. Ia memeluk erat Ken, suaminya."Ya, sayang. Mami juga terkejut," balas Margareth dari seberang telepon. "Mereka tidak bisa diam, saling ejek seperti dulu, tapi sekarang ada kata 'sayang' dan 'kamu' di tengah-tengahnya.""Jadi, di mana mereka berdua sekarang?" tanya Ken, yang ikut bergabung dalam percakapan itu. Ia duduk di samping Rubi dan memeluk istrinya."Lagi main rumah-rumahan dengan Celina," jawab Margareth, menahan tawa gelinya.Ken dan Rubi saling melempar pandangan tidak paham. "Maksud Mam?" tanya Ken.Margareth menghela napas, "Yah... mereka sedang gladi menjadi seorang Papa dan Mama."Seketika tawa Ken meledak. "Oh, dang! Seorang Tian? Tian?" Ia menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Pria sedin

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status