LOGINArthur baring terlentang dengan Rose berada dipelukannya. Tubuh polos mereka hanya ditutupi oleh selimut saja.Tubuh mereka masih basah oleh keringat karena baru saja menyelesaikan aktivitas yang cukup menguras tenaga namun memberikan rasa kepuasan.Tangan Rose bergerak di dada Arthur sambil merangkai bentuk abstrak. Sentuhan kulit Rose memunculkan kembali gelenyar di tubuh Arthur tapi pria itu berusaha untuk menahannya karena ia tahu Rose masih kelelahan. "Rose." Suara Arthur memecah keheningan.Rose langsung mendongak. "Iya,Pa." Suara Rose terdengar sangat lembut."Kenapa kamu tidak protes saat aku mengeluarkannya di dalam tadi?" tanya Arthur. Ia kepikiran soal itu, tidak masalah jika Rose hamil keturunannya bahkan ia sangat bahagia jika itu terjadi namun saat ini bukan waktu yang tepat. Rose mengusap lembut pipi Arthur sambil tersenyum tipis. "Papa kepikiran tentang itu? Saat ini bukan masa suburku, Pa. Tapi jika Papa melakukannya saat masa suburku, aku juga nggak masalah. Salah
"Papaaaaa...."Tangannya saat ini sedang mengcengkeram rambut Arthur yang memposisikan kepalanya di antara kedua kakinya, mengeksekusi lembahnya dengan kepiawaian yang hanya bisa Rose jabarkan dengan dua kata, luar biasa.Deru napas Rose sudah tidak beraturan. Gerakan yang tercipta dari bibir dan lidah Arthur yang telah bersinergi menghadirkan gelenyar aneh yang merayap, pertama-tama dari bawah lalu naik ke atas hingga napasnya tersengal-sengal.Rose tidak begitu ingat kenangan malam panas itu, mungkin yang dilakukan oleh Arthur sama hebatnya dengan malam ini. Walaupun malam itu mereka hingga lebih dari dua ronde tapi hanya samar-samar kenangan yang masih teringat di benak Rose.Malam itu hanya tercipta kobaran hasrat yang dipengaruhi oleh obat laknat yang tidak sengaja Rose minum."Aahhh..."Suara itu lirih, sebuah kata yang tidak berada dalam kamu besar bahasa tapi maknanya sangat luar biasa untuk Arthur.Mendengar desahan Rose membuat Arthur semakin semangat mengeksplore lembah mi
"Siap ke tahap selanjutnya, sayang?"Napas Rose masih terengah-engah sambil menghirup udara banyak-banyak. Sungguh apa yang dilakukan oleh Papa mertuanya sangat membuatnya menggila.Rose terdiam cukup lama, tubuhnya masih terasa gemetar. Dadanya naik turun cepat, antara menahan napas dan mencoba menenangkan debar yang menggila di dalam sana.Arthur juga begitu namun matanya hanya tertuju pada Rose. Tatapannya begitu dalam dan Rose dapat merasakan perasaan tulus dari Arthur."Bagaimana, sayang. Siap ke tahap selanjutnya?" tanya Arthur kembali.Rose dilema, ia tidak ingin melanjutkan namun reaksi tubuhnya saat ini bertolak belakang dengan apa yang ia pikirkan. Apalagi di bawah sana sudah berkedut dan basah.Ia tidak bisa menolak pesona Papa mertuanya. Dalam hati, Arthur tersenyum. Ia tahu Rose sedang dilema namun ia yakin Rose tidak bisa menolaknya apalagi reaksi tubuh Rose saat ini sudah jelas.Arthur memang merindukan Rose, dan ia tahu tentang Nymphomania yang di derita Rose. Kali in
"Dia bangun," bisik Arthur.Rose mengedipkan mata beberapa kali karena gugup. Ia tahu sesuatu di bawah sana sudah terasa keras. Tepat sekali di bawah bokongnya. Arthur tersenyum tipis. "Semakin kamu bergerak membuat dia semakin aktif. Atau kamu ingin merasakan bagaimana gagahnya dia," ucap Arthur sangat pelan justru membuat Rose makin gugup sekaligus bergetar.Rose berusaha untuk tidak bergerak namun ia tidak bisa. Saat ia ingin berdiri dari pangkuan Arthur, namun laki-laki itu justru menahannya."Mau kemana?" tanya Arthur sambil menahan pinggang Rose."Itu... Itu... Aku lupa kalau ada yang harus aku kerjakan, Pa," ucap Rose gugup.Ia ingin pergi karena berusaha menghindari Arthur, karena jika ia terus di sini ia takut ia tidak bisa menahan gairah yang mulai menjalar ke tubuhnya saat ini.Rose akui ia sangat lemah dengan pesona Arthur apalagi posisi mereka saat ini sangat intim dan rawan menaikan gairah mereka."Apa yang mau kamu kerjakan, hum?" tanya Arthur."Itu... ada dokumen yang
“Kayaknya aku suka sama seseorang tapi aku juga nggak yakin, ini beneran suka atau hanya sekedar rasa kagum.”Rose teringat akan cerita Alana saat mereka makan siang di cafe beberapa hari yang lalu, ia yakin orang yang dimaksud Alana adalah Ken.Ia membayangkan jika benar orangnya Ken, betapa bahagianya dia. Pasalnya menurut Rose jika Ken sangat serasi dengan Alana. Apalagi Alana gadis yang baik begitu juga dengan Ken. Rose mengenal Ken sudah cukup lama sejak ia menjadi menantu keluarga Bramasta. Arthur juga mengatakan jika Ken memang baik orangnya, makanya ia sangat setuju jika Alana berjodoh dengan Ken. Bukankah Ken masih single saat ini, begitu juga dengan Alana. Yang bisa ia lakukan saat ini mendoakan kebahagian temannya, Alana. Bagi Rose, Alana teman yang baik walaupun mereka baru bertemu sejak masuk kerja di kantor Arthur."Non... Nona Rose," panggil Bi Arum sehingga membuat Rose sadar dari lamunannya."Eh iya Bi, ada apa?" tanya Rose sambil tersenyum. Rose sedang mencuci p
Sudah seminggu sejak penyataan perasaan mereka di balkon itu, kini hubungan Rose dan Arthur semakin meningkat. Tidak hanya di rumah mereka bertemu tapi juga di kantor.Sejak kejadian itu, Rose terlihat semakin ceria. Ia ingin melupakan sejenak masalahnya dengan sang suami. Ia ingin menikmati masa-masa indah ini sekurang-kurangnya ia ingin menata hatinya kembali.Rose tidak pernah memimpikan jika ia bisa tertarik dengan Papa mertuanya sendiri. Apalagi sejak malam itu Arthur semakin terang-terangan memberikan perhatian padanya.Sejak dulu Papa mertuanya itu memang sudah perhatian padanya, tapi kali ini perhatiannya lebih sering lagi bahkan menurut Rose ini lebih-lebih lagi.Arthur memberikan kenyaman yang selama ini belum ia dapatkan, Arthur bisa menjadi sosok ayah sekaligus laki-laki yang bisa membuat ia merasa aman.Selama di kantor mereka tetap terlihat profesional, karena Rose meminta tidak menampakkan hubungan mereka di depan karyawan lain. Arthur menyetujui permintaan Rose karena







