Share

Bab 2

Penulis: Millanova
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-10 14:31:55

“Baik pak,” ucap Nia sambil mengangguk.

“Nanti sore Ibu Clara pulang,kamu bisa interview dengannya,” jelas Arka.

Matahari sore mulai merangkak turun ketika Nia kembali ke rumah keluarga Adhiguna, kali ini dengan koper kecil berisi barang-barang pribadinya. Clara yang membukakan pintu, sudah berada di rumah lebih awal dari biasanya.

"Selamat sore, Bu," sapa Nia dengan hormat, sedikit membungkuk.

"Selamat sore, Nia. Silakan masuk," balas Clara, suaranya datar dan profesional. Ia mengenakan setelan kerja berwarna navy yang masih rapi, berbeda dengan Nia dalam seragam sederhananya. 

Clara mempersilakan Nia duduk di ruang tamu yang kini sudah lebih rapi. Ia sendiri duduk di kursi tunggal, menyilangkan kaki dengan elegan.

"Saya sudah lihat dokumen dari yayasan," mulai Clara, menatap Nia dengan tajam. "Pengalaman kerja sebelumnya hanya dua tahun?"

"Iya, Bu. Di keluarga sebelumnya, Saya keluar karena keluarga tersebut pindah ke luar negeri."

"Kamu bisa memasak?" tanya Clara singkat.

"Bisa, Bu. Masakan Indonesia sehari-hari. Kalau Ibu punya menu khusus, saya bisa belajar."

Clara mengangguk, matanya terus mengamati setiap gerak-gerik Nia. "Kamu akan mengurus semua pekerjaan rumah. Menyapu, mengepel, mencuci pakaian, dan memasak. Jam kerja dari pukul 6 pagi sampai 9 malam, kecuali jika ada keadaan darurat."

"Saya paham, Bu."

"Kamu libur dua kali sebulan, tapi harus koordinasi dengan saya dulu. Tidak boleh membawa tamu ke rumah. Tidak boleh menggunakan fasilitas keluarga tanpa izin," Clara menyebutkan aturan demi aturan dengan suara tegas.

"Niat kamu bekerja di sini apa, Nia?"

Nia menatap lurus ke mata Clara. "Saya ingin bekerja keras dan membantu meringankan beban Ibu, sambil menabung untuk masa depan."

Clara terdiam sejenak, mengamati wanita muda di hadapannya. Ada sesuatu dalam mata Nia yang membuatnya sedikit tidak nyaman, tapi dia tidak bisa menunjuk apa.

"Baik," akhirnya Clara berkata. "Kamu bisa mulai hari ini. Kamar sudah siap. Besok pagi saya ingin sarapan selesai pukul 7."

"Terima kasih atas kesempatannya, Ibu Clara. Saya tidak akan mengecewakan Ibu."

Di malam yang sama, Arka terduduk di tepi tempat tidur, matanya masih tertuju pada pintu kamar mandi di mana Clara baru saja masuk. Suara air mengalir berhenti, dan beberapa saat kemudian Clara keluar dengan hanya mengenakan lingerie transparan berwarna hitam.

Arka menelan ludah. Meskipun hubungan mereka sedang tidak baik, tidak bisa dipungkiri bahwa Clara masih sangat cantik. Tubuhnya yang terawat baik terlihat jelas melalui kain transparan itu.

"Jadi, bagaimana wawancara dengan calon pembantu tadi?" tanya Arka, mencoba mengalihkan perhatian dari tubuh istrinya.

Clara duduk di bangku rias, mulai mengoleskan krim malam. "Cukup baik. Namanya Nia, kan? Dia sudah kuterima. Sudah mulai tinggal di sini dari sore tadi."

"Langsung diterima? Tidak perlu pertimbangan lebih lanjut?"

"Kebutuhan kita mendesak, Arka. Rumah ini berantakan, dan aku tidak punya waktu untuk mengurusnya," Clara menatap suaminya melalui cermin. "Dia terlihat cerdas dan cukup sopan. Mudah-mudahan tidak mengecewakan."

Arka mengamati Clara yang terus merias wajahnya, tidak memperdulikan lingerie seksi yang dikenakannya. "Dia memang terlihat... kompeten," katanya, berhati-hati memilih kata.

Clara berhenti sejenak, menaruh sikat riasnya. "Kamu sudah bertemu dengannya pagi tadi, kan? Bagaimana pendapatmu?"

Arka merasa sedikit tersudut. "Dia... baik. Sopan."

"Hmm," Clara berbalik, kini menghadap langsung ke Arka. Lingerie transparannya semakin jelas terlihat di cahaya lampu temaram kamar. "Dia cantik, kan?"

Arka merasa darahnya mengalir lebih cepat. "Aku tidak memperhatikan."

"Jangan bohong, Arka," Clara tersenyum tipis. "Aku tahu caramu memandangi wanita."

"Clara, aku……"

"Tidak apa-apa," potong Clara. "Selama dia bekerja dengan baik, penampilannya bukan urusan kita."

Arka bangkit dari tempat tidur dan mendekati istrinya. Tangannya dengan lembut menyentuh bahu Clara. "Kamu juga cantik, Sayang."

Clara tidak menolak, tapi juga tidak membalas sentuhannya. "Terima kasih."

Arka membelai punggung Clara melalui kain tipis yang dikenakannya. "Clara..." bisiknya, mendekatkan wajah ke leher istrinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 41

    Clara melepaskan pelukan dan menatapnya. Matanya berbinar dengan cara yang aneh. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dokter hanya menyarankan untuk... mempersiapkan segala kemungkinan."Jawaban yang membingungkan itu justru membuat Arka semakin gelisah. Setiap kata seperti punya makna ganda. Setiap senyuman Clara seperti menyembunyikan rahasia besar.Matahari perlahan tenggelam, digantikan oleh kegelapan malam yang membawa serta rasa dingin ke dalam tulang Arka.Pukul tujuh tepat, Arka turun ke ruang makan. Meja sudah ditata rapi oleh Nia. Ada lilin, ada bunga segar persis seperti perintah "spesial" Clara. Namun, wajah Nia pucat seperti mayat. Saat menuangkan air ke gelas Arka, tangan gadis itu bergetar hebat hingga air sedikit tumpah."Maaf... maaf, Pak," bisik Nia panik."Tenanglah," desis Arka, meski jantungnya sendiri berdegup kencang. "Apapun yang terjadi, jangan hancur sekarang."Langkah kaki terdengar di tangga. Clara turun. Dia sudah mandi dan mengenakan gaun tidur sutra berw

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 40

    Keesokan harinya, sebelum fajar benar-benar menyingsing, Arka sudah terbangun. Pikirannya dipenuhi bayangan Clara yang pucat dan kata-kata Nia yang mengusik. Dia tidak bisa menunggu lebih lama. Saat jam menunjukkan pukul enam pagi dan rumah masih sunyi, dia memutuskan untuk menggunakan kode mereka.Dengan hati berdebar, dia turun ke dapur di mana Nia sudah mulai bersiap untuk sarapan."Nia," panggilnya, suara sengaja dibuat datar."Iya, Pak?" jawab Nia, segera berbalik dengan ekspresi siap menerima perintah."Tolong buatkan kopi untukku. Hari ini aku ingin yang berbeda. Gunakan cangkir keramik biru tua itu."Mata Nia berkedip cepat, menangkap kode itu. "Cangkir biru untuk tamu, Pak? Baik, akan saya siapkan.""Dan," tambah Arka, menyempurnakan ritual mereka, "nanti kamu bisa membereskan berkas-berkas yang berserakan di meja kerjaku.""Siap, Pak."Tak lama kemudian, dengan cangkir kopi biru di nampan, Nia mengetuk pintu kamar Arka. Begitu pintu terkunci, topeng itu langsung meluncur."Di

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 39

    Hanya beberapa jam setelah keintiman mereka, suara mobil yang familiar menyusup masuk, memecahkan gelembung rapuh yang mereka ciptakan. Clara pulang, lebih awal dari perkiraan.Arka dan Nia, dengan disiplin yang kini sudah terasah, segera beralih peran. Sebelum mobil Clara benar-benar berhenti, Nia sudah berada di dapur, berpura-pura menyortir cucian, sementara Arka mengambil posisi di ruang keluarga dengan laptopnya, berpura-pura sedang menyelesaikan pekerjaan. Detak jantung mereka berdua masih berdebar kencang, tetapi wajah mereka sudah dikeraskan menjadi topeng netral.Pintu depan terbuka. Clara masuk, tetapi langkahnya tidak seperti biasanya yang penuh wibawa dan terburu-buru. Wanita itu terlihat lesu, wajahnya pucat di bawah riasan yang sedikit luntur. Alih-alih langsung menuju ruang kerjanya atau melepas sepatu sambil tetap memeriksa ponsel, Clara hanya melemparkan tas kerjanya ke kursi dan langsung merebahkan tubuhnya di sofa, persis di seberang Arka. Dia mengeluarkan erangan l

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 38

    "Kamu yakin?" bisik Arka, tangannya masih terengkuh erat di pinggang Nia. "Tentang semua ini. Tentang... membawa ini lebih jauh."Nia mendongak, matanya yang jernih memancarkan sebuah keyakinan yang mengejutkan bahkan bagi dirinya sendiri. "Aku tidak pernah seyakin ini tentang hal yang salah, Arka. Aku lelah merasa takut. Lepaskanlah aku dari ketakutan itu, meski hanya untuk malam ini."Itu adalah semua pengakuan yang dibutuhkan Arka. Dengan gerakan lembut tapi penuh ketegasan, dia menuntun Nia keluar dari dapur, melewati ruang keluarga yang gelap, dan menaiki tangga. Setiap langkah terasa seperti sebuah pelanggaran, sebuah langkah berani menuju wilayah terlarang. Namun, kali ini, tidak ada rasa bersalah yang menggerayangi, hanya adrenalin dan sebuah kebebasan yang memabukkan.Mereka sampai di depan kamar Arka. Dengan satu gerakan, Arka membukanya dan menarik Nia masuk ke dalam ruangan yang gelap sebelum dengan cepat mengunci pintu di belakang mereka. Klik. Suara itu bagaikan tembok y

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 37

    Arka tidak langsung menjawab. Dia menatap mata Nia yang berbinar-binar, mencoba mencari jejak penyesalan atau keraguan. Yang dia temukan hanyalah penerimaan dan sebuah tekad yang mencerminkan miliknya sendiri. Sebuah kekuatan baru mengalir di antara mereka."Apa yang seharusnya kita lakukan sejak dulu," jawab Arka akhirnya, suaranya rendah namun penuh keyakinan. "Kita berhenti berlari."Dia menyentuh pipi Nia dengan lembut. "Tapi, kita akan melakukannya dengan cara yang berbeda. Kita tidak akan lagi menjadi pion dalam permainan orang lain, Nia. Siapa pun dia."Nia mengangguk, memahami maksudnya tanpa perlu penjelasan panjang. "Kita akan lebih berhati-hati.""Lebih dari sekadar berhati-hati," bantah Arka dengan senyum tipis yang penuh strategi. "Kita akan memberi mereka pertunjukan yang mereka inginkan. Kita akan menjadi Arka dan Nia yang 'seharusnya': majikan dan pembantu yang sopan dan berjarak. Sempurna.""Dan di balik pintu yang tertutup?" tanya Nia, berani."Di balik pintu yang te

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 36

    Arka dan Nia terpental seperti dihentak listrik. Sebelum mereka sempat berpisah, pintu terbuka dan Clara berdiri di sana, matanya menyapu ruangan, menangkap mereka berdua yang berdiri berdekata terlalu dekat untuk percakapan normal antara majikan dan pembantu.Wajah Clara yang awalnya netral berubah dengan cepat. Sebelah alisnya terangkat, tetapi senyum tipis dan dingin langsung menghiasi bibirnya."Kaget aku kembali, Sayang?" tanyanya pada Arka, nada suaranya datar. "Aku lupa tadi ada dokumen yang harus kubawa." Matanya beralih ke Nia. "Dan kamu, Nia, ada yang bisa dibantu?""Tidak, Bu," jawab Nia cepat, menunduk dan bergegas kembali ke dapur tanpa menatap.Clara memasuki rumah, berjalan dengan anggun ke arah meja kerjanya di sudut ruang keluarga. Arka memperhatikannya, mencoba mencari tanda-tanda kecurigaan atau kemarahan, tapi Clara terlihat biasa saja, terlalu biasa.Setelah mengambil selembar dokumen, Clara berbalik dan mendekati Arka, yang masih berdiri di dekat pintu."Tamu tad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status