Share

Bab 3

Auteur: Millanova
last update Dernière mise à jour: 2025-10-10 14:32:15

"Tidak sekarang, Arka," kata Clara dengan lembut tapi tegas, sambil berdiri dan menjauh.

"Kenapa? Kamu sudah memakai..." Arka tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi matanya menatap lingerie yang dikenakan Clara.

"Aku capek, Arka. Sangat capek." Clara berjalan ke lemari dan mengambil gaun tidur sutra, mengenakannya untuk menutupi lingerie transparan itu. "Besok aku harus ke Bandung untuk meeting penting. Perjalanan dari pagi sekali."

Arka berdiri di tempat, merasa ditolak dan dipermalukan. "Kamu selalu ada alasan, Clara."

"Ini bukan alasan, ini kenyataan!" balas Clara, suaranya mulai tinggi. "Aku bekerja mati-matian untuk keluarga ini, sementara kamu….."

"Sementara aku apa?" tantang Arka, tidak bisa menyembunyikan amarahnya lagi.

Clara menarik napas dalam. "Lupakan. Aku tidak mau bertengkar. Aku butuh istirahat."

Dia berbalik dan masuk ke dalam tempat tidur, membelakangi Arka.

Arka berdiri di sana selama beberapa menit, melihat punggung istrinya. Lingerie seksi yang tadi dikenakan Clara seolah mengejeknya. Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri.

"Berapa lama kamu di Bandung?" tanyanya, mencoba mengubah topik.

"Dua hari. Meeting dengan klien baru." Clara tidak menoleh. "Nia akan mengurus segala sesuatu di sini. Kamu bisa fokus pada... pekerjaanmu."

Arka mengerti apa yang tidak diucapkan Clara. Dia masih meremehkan usahanya membangun bisnis web development.

"Baik," kata Arka pendek. "Selamat tidur."

Dia mematikan lampu dan berbaring di tempat tidur, menjaga jarak yang cukup dari Clara. Dalam kegelapan, pikirannya berkeliaran. Pada Clara yang menolaknya. Pada Nia yang sekarang tinggal di kamar belakang. Pada kehidupan pernikahannya yang semakin hancur.

Dia mendengar napas Clara yang perlahan menjadi teratur, pertanda istrinya sudah tertidur. Tapi Arka tetap terjaga, matanya menatap langit-langit gelap, merasakan kesepian yang semakin dalam.

Dengan gerakan kasar, Arka menyingsingkan selimut dan berjalan keluar kamar. Rumah yang gelap dan sunyi menyambutnya. Dia menuruni tangga menuju lantai bawah, di mana minibar kecil terletak di sudut ruang keluarga, tak jauh dari kamar pembantu.

Dia menuangkan whiskey ke dalam gelas kristal, tanpa es, dan menenggaknya dalam sekali teguk. Cairan panas membakar kerongkongannya, tapi tidak mampu meredakan amarah dan kekecewaannya. Dia menuangkan lagi.

Sambil memegang gelas ketiganya, matanya tanpa sengaja tertuju ke jendela kamar pembantu. Lampu di dalam kamar masih menyala, menerangi siluet di balik tirai tipis. Dadanya sesak.

Nia sedang berdiri di depan cermin, mengenakan piyama sederhana berupa kaos oblong longgar dan celana pendek. Siluet itu dengan jelas memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ramping di pinggang, namun berisi di bagian dada dan pinggul. Kaos longgar itu tak bisa menyembunyikan bentuk payudaranya yang bulat, apalagi ketika dia mengangkat tangan untuk mengurai rambutnya yang bergelombang.

Arka menelan ludah. Dalam keadaan mabuk dan frustasi, bayangan itu terlalu menggoda. Dia memalingkan muka, merasa bersalah, tapi matanya seperti ditarik kembali ke jendela itu.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Arka terkesiap, berusaha cepat-cepat berpura-pura sedang mengambil air minum. Tapi Nia sudah melihatnya.

"Maaf, Pak. Apakah saya mengganggu?" tanya Nia dengan suara berbisik. Dia tampak segar dan terjaga, berbeda dengan Arka yang wajahnya memerah karena alkohol.

"Tidak. Saya cuma... haus," jawab Arka, berusaha terdengar normal. "Kamu belum tidur?"

"Saya baru saja selesai merapikan dapur dan memeriksa persiapan untuk sarapan besok," ujar Nia dengan sopan. "Saya ingin memastikan semuanya siap sebelum Ibu Clara berangkat dinas besok pagi."

Arka mengangguk, sambil meneguk sisa whiskey di gelasnya. "Kamu sangat... teliti."

"Itu tugas saya, Pak," Nia tersenyum kecil. "Apakah Bapak butuh sesuatu? Air putih mungkin? Whiskey tidak baik jika diminum langsung begitu banyak."

Arka tertawa getir. "Kamu seperti ingin mengurusiku."

Nia menunduk. "Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud—"

"Tidak, tidak," potong Arka. "Sebenarnya... agak menyenangkan ada yang peduli."

Mereka berdiri dalam keheningan sejenak. Arka memandangi Nia yang berdiri beberapa langkah darinya. Dalam cahaya temaram, dia terlihat lebih muda, lebih lembut. Berbeda dengan Clara yang selalu tegas dan terkendali.

"Apakah Ibu Clara sudah tidur?" tanya Nia, memecah kesunyian.

Arka menghela napas. "Ya. Seperti biasa. Dia butuh istirahat untuk dinas besok."

Nia mengangguk. "Ibu Clara memang wanita karir yang hebat."

"Ya, terlalu hebat sampai lupa kalau dia punya suami," gerutu Arka, lalu langsung menyesal. "Maaf. Itu tidak pantas."

Nia diam sejenak, seolah mempertimbangkan sesuatu. "Terkadang, wanita karir seperti Ibu Clara memang punya banyak tekanan. Tapi... sebagai istri, seharusnya dia tetap memperhatikan kebutuhan suami."

Arka menatap Nia, terkejut dengan kejujurannya. "Kamu berpengalaman dalam urusan pernikahan?"

"Tidak, Pak. Tapi saya pernah melihat banyak pasangan seperti Bapak dan Ibu Clara. Kesibukan seringkali membuat mereka lupa pada hal-hal penting."

Arka mendekati Nia, sedikit terhuyung. "Kamu bijaksana untuk usiamu."

Melihat Arka terhuyung, Nia dengan sigap meraih lengan Arka, berusaha membuatnya tidak jatuh. Disentuh tiba-tiba, Arka dapat merasakan bulu-bulu di tubuhnya berdiri, ia menjadi kaku dan salah tingkah. 

“Bapak tidak apa-apa? Mungkin lebih baik Bapak tidur sekarang. Sudah larut,” tanya dia sambil masih memegangi kedua lengan Arka. 

Tapi Arka tak bergerak. Arka memandangi Nia lekat-lekat. Tak butuh waktu lama untuk Arka sadar bahwa Nia terlihat tidak nyaman ditatap seperti itu. 

"Kamu cantik, tahu?" ucap Arka tiba-tiba, suaranya rendah. "Clara dulu juga secantik kamu. Tapi sekarang..."

"Masak sih, Pak, saya cantik?” Nia tersenyum kecil sambil malu dan menatap Arka. “Bapak nggak salah lihat kan, saya disini hanya pembantu, Pak. Jika dibandingkan Ibu Clara tentu saya kalah cantik."

Arka tertawa pelan. "Apa salahnya memuji? Kamu memang cantik. Dan Clara... dia sudah tidak peduli lagi." 

Dengan perlahan Arka berjalan menuju Nia, kemudian mendekatkan wajahnya ke leher Nia.

"Ahhhh…..hhmmssss,” nafas Nia berat terengah. “Jangan Bapak Arka, saya takut kalau Ibu Clara sampai tau," Nia memanggil namanya dengan sengaja sambil mendesah, mencoba mengingatkan Arka yang mau merangkul dirinya. "Saya hanyalah pembantu di sini."

"Tapi kamu lebih peduli padaku daripada istriku sendiri!" suara Arka sedikit meninggi. "Dia tidak pernah bertanya bagaimana hariku, tidak pernah peduli apakah aku butuh sesuatu..."

Nia melihat keadaan Arka yang semakin tidak stabil. "Bapak, tolong. Jangan bicara seperti ini."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 7

    Awalnya hanya sentuhan lembut, penuh keraguan. Seperti dua kupu-kupu yang saling menyentuh sayap. Tapi kemudian, hasrat yang terlalu lama terpendam meledak menjadi ledakan gairah yang tak terbendung.Napas mereka saling bercampur, hangat dan menggigit. Dunia seakan berhenti berputar. Di ruang makan yang hanya diterangi lampu temaram itu, hanya ada mereka berdua.Arka mendesah dalam, tangannya berganti meraih pinggang Nia. Ciuman itu semakin dalam, semakin penuh gairah. Lidah Arka mulai menjelajah, menemukan respons hangat dari Nia. Dia mendengar desahan kecil dari bibir Nia, sebuah suara yang membuatnya semakin bergairah.Arka mulai menciumi leher Nia yang jenjang. Bibirnya menelusuri setiap inci kulit lembut itu, merasakan denyut nadi Nia yang semakin kencang."Kamu... sangat cantik," bisik Arka di telinga Nia, membuatnya menggelinjang.Nia mendesah lebih keras kali ini. "Arka...hhmmhh…. kita tidak seharusnya...""Tapi kita menginginkannya," balas Arka, terus menelusuri lehernya.Ta

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 6

    Bukan korek api biasa, tapi korek api bermerek dari sebuah bar terkenal di Bandung. Untuk apa Clara menyimpan korek api? Yang langsung membuatnya terguncang adalah bahwa ia mengetahui bagaimana Clara begitu membenci rokok. Selama ini, dia selalu protes jika ada yang merokok di dekatnya. "Tidak mungkin …," gumam Arka sendiri.Dia memutar-mutar korek api itu di tangannya. Pikirannya mulai berpacu. Mungkin dapat dari rekan kerja? Tapi kenapa disimpan di tas? Clara biasanya langsung membuang benda-benda tidak penting. Dia hanya terduduk di sofa ruang keluarga, menatap kosong ke depan. Sunyi yang tersisa terasa lebih menyiksa daripada pertengkaran tadi. Arka menghela napas panjang, lalu berjalan ke minibar. Botol whiskey yang sama dari dua malam lalu masih ada di sana, separuh isinya sudah habis.Dia menuangkan whiskey ke gelas tanpa es, sama seperti malam sebelumnya. Cairan amber itu terasa membakar kerongkongannya, tapi kali ini dia tidak merasakan apa-apa selain hampa."Saya kira Bap

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 5

    "Terima kasih. Untuk... sarapan dan kopinya. Dan untuk... pagi ini," Nia tersenyum lebih lebar. "Sama-sama, Pak. Itu tugas saya."Arka kembali memperhatikan Nia yang langsung sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Ia menelan ludahnya lagi, mungkin entah yang keberapa di pagi itu saja, ketika melihat lekuk tubuh Nia dari balik baju yang dikenakan. Sambil berusaha menghilangkan pikiran macam-macamnya, Arka menghela nafas, kemudian bergegas untuk memulai pekerjaannya. Hari berlalu dan Arka masih belum selesai dibayangi oleh Nia. Arka terbayang bagaimana lembutnya sentuhan tangan Nia yang tak sengaja bersinggungan saat menyuguhkan gelas-gelas kopi, terbayang juga harum yang menyapa hidungnya tiap kali Nia berjalan melaluinya. Arka juga sempat menangkap Nia menggunakan baju tanpa lengan, memperlihatkan sedikit dada dan bahu yang menggoda, membuat Arka harus menyembunyikan wajah kecewa ketika setelah itu Nia berganti kaus yang menutupi lekuk tubuhnya. Memikirkan Nia saja mampu membuat A

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 4

    "Kenapa? Takut Clara mendengar?" Arka melangkah lebih dekat. "Dia tidak akan peduli. Dia bahkan tidak akan bangun jika kita berteriak di sini."Nia dengan cepat menahan tangan arka dan menatapnya dengan polos. "Iya, Pak, saya takut kalau sampai Ibu Clara tau......"Sebelum Arka bisa berkata apa-apa, Nia melepas genggaman tangan yang berusaha merangkulnya dengan perlahan. Arka terdiam dan sedikit bingung.“Maaf, Pak, saya harus istirahat.”Arka masih diam saat Nia beranjak ke kamarnya. Sebelum pintu ditutup, Arka melihat Nia menoleh lagi. Wanita itu menatap Arka kemudian tersenyum manis. “Selamat malam, Bapak Arka,” ucapnya dengan lembut. Baru kemudian kesadaran Arka kembali. Apa yang baru saja dia lakukan?Matahari pagi sudah tinggi ketika Arka akhirnya membuka mata. Kepalanya berdenyut-denyut, mengingatkannya pada whiskey yang diminumnya semalam. Dia mengerang pelan, membalikkan badan hanya untuk menemukan sisi tempat tidur sebelahnya sudah kosong. Lagi-lagi.Dia melangkah keluar ka

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 3

    "Tidak sekarang, Arka," kata Clara dengan lembut tapi tegas, sambil berdiri dan menjauh."Kenapa? Kamu sudah memakai..." Arka tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi matanya menatap lingerie yang dikenakan Clara."Aku capek, Arka. Sangat capek." Clara berjalan ke lemari dan mengambil gaun tidur sutra, mengenakannya untuk menutupi lingerie transparan itu. "Besok aku harus ke Bandung untuk meeting penting. Perjalanan dari pagi sekali."Arka berdiri di tempat, merasa ditolak dan dipermalukan. "Kamu selalu ada alasan, Clara.""Ini bukan alasan, ini kenyataan!" balas Clara, suaranya mulai tinggi. "Aku bekerja mati-matian untuk keluarga ini, sementara kamu…..""Sementara aku apa?" tantang Arka, tidak bisa menyembunyikan amarahnya lagi.Clara menarik napas dalam. "Lupakan. Aku tidak mau bertengkar. Aku butuh istirahat."Dia berbalik dan masuk ke dalam tempat tidur, membelakangi Arka.Arka berdiri di sana selama beberapa menit, melihat punggung istrinya. Lingerie seksi yang tadi dikenakan Clara

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 2

    “Baik pak,” ucap Nia sambil mengangguk.“Nanti sore Ibu Clara pulang,kamu bisa interview dengannya,” jelas Arka.Matahari sore mulai merangkak turun ketika Nia kembali ke rumah keluarga Adhiguna, kali ini dengan koper kecil berisi barang-barang pribadinya. Clara yang membukakan pintu, sudah berada di rumah lebih awal dari biasanya."Selamat sore, Bu," sapa Nia dengan hormat, sedikit membungkuk."Selamat sore, Nia. Silakan masuk," balas Clara, suaranya datar dan profesional. Ia mengenakan setelan kerja berwarna navy yang masih rapi, berbeda dengan Nia dalam seragam sederhananya. Clara mempersilakan Nia duduk di ruang tamu yang kini sudah lebih rapi. Ia sendiri duduk di kursi tunggal, menyilangkan kaki dengan elegan."Saya sudah lihat dokumen dari yayasan," mulai Clara, menatap Nia dengan tajam. "Pengalaman kerja sebelumnya hanya dua tahun?""Iya, Bu. Di keluarga sebelumnya, Saya keluar karena keluarga tersebut pindah ke luar negeri.""Kamu bisa memasak?" tanya Clara singkat."Bisa, Bu

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status